Bening gadis tompel dijodohkan dengan Bayu, pria tampan dan kaya dengan imbalan uang untuk pengobatan sang ibu yang mengalami gangguan mental.
Perjodohan yang tidak biasa karena yang menjodohkan Bening adalah Naura istri Bayu sendiri. Tentu Bayu menolak dengan tegas permintaan Naura istrinya. Wanita cantik yang profesinya sebagai artis terkenal.
Sementara Bening sebenarnya gadis manis tetapi wajahnya tompel tentu bukan selera Bayu.
"Kamu sudah gila Ra! Mana ada istri yang rela menjodohkan suaminya dengan wanita lain?!"
"Mas... tolong, dengan kamu menikahi Bening, jika aku syuting film ke luar negeri kamu ada yang mengurus."
Bayu terpaksa menikahi Bening, tetapi hanya demi menyenangkan hati Naura. Bayu bingung, apa tujuan Naura memaksa dirinya menikahi Bening. Ketika Bayu tanya alasan Naura tidak memuaskan.
Lalu apa yang akan terjadi setelah pernikahan Bening dengan Bayu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Bening menggoyang pundak Bayu yang sedang tidur terlentang, tidak Bening sangka tangan Bayu menarik tanganya cepat hingga ambruk menimpa dada bidang Bayu.
"Naura..."Lirih Bayu membalik tubuh Bening hingga terlentang di kasur lalu menindihnya. Bening hendak memberontak namun bibirnya dibungkam bibir Bayu.
"Eemm... eemm..." Bening menggelengkan kepalanya ke kanan ke kiri, karena hendak bersuara pun tidak mampu. Jika Bayu merasa nikmat, Bening merasa sedih. Walaupun Bayu suaminya berhak atas tubuhnya. Namun, bukan dengan cara seperti ini yang Bening mau.
Bening menitikan air mata kala Bayu melahap bibirnya dengan rakus. Nyatanya Bayu melakukan ini bukan untuknya, melainkan membayangkan bahwa dirinya adalah Naura. Begini rasanya menjadi yang nomer dua, padahal ini baru tahap awal, entah bagaimana nantinya Bening akan menghadapi masalah seperti ini.
Sementara Bayu, merasakan sensasi bibir Bening yang kenyal tidak kuat lagi menahan hasrat yang sudah dua bulan tidak tersalurkan.
"Naura..." Ucap Bayu untuk yang kedua kali, kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Bening.
"Aaaggghh... lepas! Saya bukan Naura!" Pekik Bening mendorong tubuh Bayu ke samping, hingga terkulai di ranjang.
"Tompel! Kenapa kamu ada di kamarku?!" Tandas Bayu, bukan istrofeksi diri justeru menyalahkan Bening, mungkin pria itu sedang ngigau atau sadar tapi hanya pura-pura. Entahlah.
"Nggak jelas!" Ketus Bening kesal lalu turun dari ranjang bergegas ke kamar mandi. Tidak lama kemudian kembali dengan wajah merengut dia ambil mukena dan sadjadah, melewati Bayu yang masih gulang guling di kasur. Bening keluar kamar memilih menjalankan shalat isya di kamar bibi.
"Bareng saja Ning," Kata bibi ketika Bening minta izin numpang kamar. Bening tentu senang shalat bersama bibi, mengingatkan Lisa ibunya ketika masih sehat dulu selalu shalat bersama.
"Ning... saya boleh bertanya?" Tanya bibi ketika selesai shalat, Bening salim tangannya.
"Ada apa Bi?" Bening duduk bersila berhadapan dengan bibi. Bening senang ada bibi yang baik perhatian kepadanya.
"Maaf kalau bibi lancang, kenapa kamu mau menikah dengan Bayu?" Bibi bertanya demikian bukan ingin ikut campur, tetapi bibi tidak tega melihat Bening sering menangis.
"Sebelum saya menjawab, menurut bibi bagaimana rumah tangga Bayu dengan Naura?" Bening balik bertanya. "Apakah rumah tangga mereka baik-baik saja Bi?" Bening ingin tahu.
"Selama ini mereka baik-baik saja, Ning. Malah menurut bibi sangat harmonis. Tuan Bayu pria penyabar, walaupun Non Naura seringkali meninggalkan Bayu hingga beberap hari, minggu, bahkan bulan," Bibi menuturkan tidak ada yang ditutupi.
Bibi juga memaparkan bahwa sebenarnya Naura sering cemburu kepada Bayu. Pasalnya, Bayu banyak wanita yang mengagumi, namun mengapa justeru minta suaminya menikahi Bening. Inilah yang harus dipertanyakan.
"Sudahlah Ning, berpikir positif Nak... Non Naura merelakan suaminya untuk kamu, mungkin karena dia memang ingin menolong kamu" Hibur Bibi tidak tega karena kasihan dengan Bening. Bibi menyimpulkan bahwa banyak masalah yang dihadapi majikan barunya itu.
"Tetapi aku sebenarnya tidak kuat masuk ke dalam rumah tangga mereka, Bi" Bening menangis merasa ngeri gambaran perjalanan ke depan sepertinya akan curam. Bening menggoyang tangan bibi sedih.
"Seettt... Kamu tidak boleh berbicara begitu Ning. Kata-kata itu doa Nak," Sebagai sesama wanita, bibi merasakan bagaimana rasanya hidup dimadu. Namun, bibi tidak mau menyiram api dengan minyak. "Sekarang ceritakan Nak, bibi siap mendengar keluh kesah kamu."
"Ceritanya panjang Bi" Bening menarik napas, sebelum akhirnya menceritakan mengapa harus rela mengorbankan masa depannya menjadi istri kedua. Terlebih suaminya orang seperti Bayu.
"Ya Allah... jadi ibu kamu sakit?" Bibi terkejut. Pantas saja Bening selalu murung, ternyata bukan hanya Bayu yang menyakiti hatinya.
"Begitulah Bi, aku sebenarnya tidak mau hidup dimadu, tetapi keadaan ibu semakin parah. Mungkin ini sudah takdir saya harus begini ya Bi." Curhat Bening. "Aku minta saran Bi" Lirih Bening bertanya bagaimana caranya bisa mendapatkan uang. Jika harus berhutang kepada siapa tentu Bening akan menyicil nya, dengan begitu Bening tidak berhutang kepada Naura, lalu bisa minta cerai.
"Sudahlah Ning... jalani saja" Bibi menguatkan hati Bening. "Pernikahan itu bukan main-main, Ning. Dengan mudahnya kalian menikah lalu seenaknya saja kalian bercerai" Nasehat bibi.
"Terimakasih Bi," Bening menyusupkan wajahnya ke pangkuan bibi, ia menangis mengurangi beban perasaannya.
"Eh... sudah malam, sebaiknya kamu makan biar saya saja yang memanggil Bayu." Pungkas bibi, kemudian mereka bersama-sama ke meja makan. Disana rupanya Bayu sudah menuggu, Bening mempercepat jalanya.
"Darimana Bi?" Tanya Bayu kesal, sebab sudah lapar menunggu sejak 30 menit yang lalu tetapi yang ditunggu tak kunjung menghampiri. Lirikan matanya tertuju kepada Bening. "Cengeng! Naura selama ini tidak pernah menangis" Batin Bayu, kala melihat mata Bening memerah.
"Shalat Tuan"
Mereka makan dalam diam, selesai makan sudah tidak aneh Bayu pergi begitu saja, sementara Bening membantu bibi. Semua tugas rumah tangga rapi, Bening ke kamar mau istirahat badanya terasa capek.
"Kenapa Tuan tidur disini?" Bening terkejut, kala Bayu sudah tidur di ranjangnya.
"Suka-suka saya, mau tidur dimana! Ini kan rumah saya!" Jawab Bayu, pandanganya tidak beralih dari benda di tangan.
Bening tidak lagi menjawab, segera ia ambil satu bantal dan selimut di sebelah Bayu. Dibukanya lipatan selimut yang masih rapi, kemudian menutup seluruh tubuhnya. Gadis itu tidur di sofa, tidak lama kemudian terlelap, wajar saja ia lelah sekali.
Klunting Klunting Klunting.
Suara jam weker membangunkan Bening, ia membuka matanya yang masih terasa berat. Jika bukan karena ingin segera menjalankan rutinitas yang tidak boleh di tunda, rasanya masih ingin memeluk guling.
"Loh aku kok tidur di ranjang sih?" Gumamnya ketika sudah duduk di kasur empuk. Padahal dia ingat benar jika tadi malam tidur di sofa.
"Apa aku ngigau? Atau jangan-jangan... Ah, masa bodoh!"
Bening segera bergerak kesana kemari mengerjakan ini itu. Jika wanita kebanyakan berdandan dengan warna terang, Bening sebaliknya.
Setelah penyamaranya sempurna ia ke dapur menyiapkan bekal, bannana cake yang dia buat.
Tak tak tak
Suara sepatu dari lantai atas mengalihkan pandangan Bening dari tromol. Ia menatap Bayu yang berjalan gagah menuruni anak tangga, dengan kemeja yang ia siapkan.
Bening segera menunduk kala Bayu sudah tiba di meja makan. Walaupun suasana di tempat itu terasa horor, Bening tetap menemani Bayu sarapan.
Bening memandang Bayu yang sedang menunduk melahap bannana cake dengan lahap, mengulum senyum. Bening senang, walaupun Bayu tidak tahu masakan siapa yang dia santap, tetapi pria itu menyukai hingga nambah.
Pasutri aneh yang tidak saling sapa itu, menghabiskan makanan masing-masing.
Hingga beberapa saat kemudian.
"Saya berangkat Bi," Pamit Bening, ketika Bayu sudah beranjak lebih dulu ke ruang kerja. Sudah tidak aneh bagi Bening dengan sikap angkuh suaminya itu.
"Hati-hati Ning," Jawab bibi.
"Terimakasih Bi," Dengan langkah semangat Bening keluar rumah, tidak pamit Bayu. Bukan karena tidak sopan tetapi walaupun pamit tidak mungkin dianggap juga.
"Non Bening," Supir yang muncul dari garasi menghentikan tangan Bening yang akan membuka pintu pagar.
"Saya pak," Bening memutar tubuhnya.
"Kata Tuan Bayu, Non Bening disuruh berangkat bersama kami." Supir menuturkan.
"Bareng?" Bening terkejut, tidak percaya, jika Bayu mengajak berangkat bersama. Bening berpikir jangan-jangan Bayu merencanakan sesuatu.
...~Bersambung~...
koreksi
kadang kita yang menanam tetangga yang memanen hhhhh😄
kalo kau tau kopi itu buatan siapa...
jangan kau katai bodoh kau bilang hus atau ck runtuh sudah dunianya terlebih kata2 dr orang yg di cintai,, berkali-kali sedihnya.
kau itu yg bodoh, masa gitu aja ga paham ekekekekek