Waktu memberi batasan pada dunia yang tidak sempurna. Dan waktulah yang terkadang menjawab setelah keegoisan seseorang mengecohkan sebuah kenyataan yang sebenarnya.
Ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan membuat Gendis Ayunda menerima keputusan untuk menikahi Bramasta Dewangga.
Pernikahan mereka yang terjalin tanpa rasa cinta itu harus terkoyak dengan kedatangan wanita yang ternyata sudah menempati hati Bram sejak lama. Seruni adalah sosok yang dicintai Bram sejak dulu. Bahkan wanita itulah yang membuatnya bersemangat untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Pilihan antara hubungan pernikahan atau cinta itu menjadi pertarungan hebat bagi Bram.
Memilih cinta yang terus berkobar dalam hatinya atau memilih sebuah hubungan yang harus dia pertanggung jawabkan pada Tuhan yang akan menjadi pilihannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Re_Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ponsel Elite
"Kenapa tidak menelpon,Mas,saja? Kamu kan punya nomernya, Mas, kan? Atau kamu bisa kirim pesan." ucap Bram untuk menutupi kecanggungannya saat masuk dalam kamar bersama dengan Gendis.
Sebenarnya, keduanya merasa tidak nyaman saat berada dalam satu kamar secara bersamaan. Tapi, ini rumah orang tua, tidak mungkin mereka berada dalam kamar yang berbeda sementara keduanya adalah pengantin baru.
"Aku tidak punya kuota, Mas." jawab Gendis seketika langsung membuat Bram tergelak. Iya, bagaimana bisa hari gini tidak punya kuota?
"Ponsel se elite itu tidak punya kuota?" ledek Bram membuat Gendis langsung mengerucutkan bibir. Dia merasa kesal, karena Bram tidak mengerti kondisinya. Ponselnya memang terbilang cukup mahal, tapi iti juga karena rengekan Gendis pada papanya untuk membelikan sebagai hadiah ulang tahunnya.
Dari mana dia punya uang untuk membeli kuota? Bekerja saja tidak, dan untuk meminta pada Bram, Gendis masih sungkan. Sifat Gendis memang banyak berubah sejak kepergian papa dan mamanya.
"Makanya jadi anak kudu pinter, biar bisa beli kuota sendiri. Oh iya-ya, manasin ayam goreng saja kamu nggak bisa sih." Bram terus saja meledek tanpa tahu jika Gendis sudah sangat kesal. Selama ini dia berusaha untuk bisa menyadari jika dia hanyalah beban bagi orang lain.
Lelaki yang berniat untuk mandi pun, kini memilih pakaiannya sendiri tanpa melihat Gendis yang sudah memijit kakinya karena merasa lelah.
"Istri yang baik pasti nggak akan membiarkan suaminya nyari baju sendiri, Ndis." sarkas Bram membuat Gendis bergegas menghampiri Bram untuk mengambilkan baju ganti. Dia pikir, hanya dengan melayani Bram setidaknya dia tidak hanya menjadi beban bagi Bram.
"Begini banget ya, jadi istri yang bodoh." celetuk Gendis membuat Bram menoleh ke arah gadis berwajah bulat di sebelahnya.
"Kamu nggak terima? Jangan suka baperlah, Ndis." sambut Bram dengan membuka kancing kemeja yang sudah dipakainya di kampus.
" Tahun ajaran baru aku ingin kuliah, Mas." Gendis mengungkapkan keinginannya yang beberapa waktu ini tidak dia bahas sama sekali.
"Iya, Nanti kamu bisa kuliah. Tapi kita bahas nanti ya, ada aturannya." tegas Bram dengan enteng. Lelaki itu memang sudah dididik dengan keras hingga karakternya terbentuk sedemikian. Tapi, baginya tidak masalah jika Gendis akan kuliah.
Bram mengambil baju yang baru saja dikeluarkan gendis dari lemari, dan menyerahkan kemeja yang baru saja dia pakai di tangan istrinya. Tanpa bicara lagi, Bram langsung melangkah masuk ke dalam kamar mandi diiringi tatapan Gendis pada tubuh tinggi ateltisnya.
"Masyallah... "
"Eh... Astagfirullah... "
"Eh bukan...pantas saja dipegang keras banget. Emang seseksi itu tubuh Mas Bram." Gendis langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. Gadis itu bermonolog dengan dirinya sendiri, ketika menyadari tubuh seksi milik suaminya.
Sementara itu, Bram sedang menikmati guyuran air hangat di bawah shower. Pelukan tangan mungil itu masih terasa di tubuhnya. Tubuh mungil gendis yang spontan memeluknya membuat perasaan yang berbeda seperti tadi.
" Astaga... " gumam Bram dengan mengusap berlahan wajah basahnya yang masih dialiri air dari shower. Lelaki dengan tubuh seksi itu mematikan shower dan segera mengenakan handuknya.
Di menatap wajahnya dengan seksama di depan cermin. Jika selama ini, dia selalu menjaga jarak dengan perempuan termasuk Seruni, gadis yang sudah memantikkan rasa cinta di hatinya. Tapi, ternyata dia tidak bisa mengendalikan jarak dan keadaan jika bersama Gendis, istrinya, meskipun dia tidak punya rasa cinta untuk gadis itu.
"Mas Bram, ada telepon." Gendis menggedor pintu kamar mandi.
"Dari siapa?" tanya Bram dengan berjalan dan akan membuka pintu kamar mandi.
"Tidak tahu." jawab Gendis dengan meninggikan suara.
Tapi, seketika mulut gadis yang berdiri di depan kamar mandi itu pun langsung terbungkam dengan wajah putihnya yang terlihat memerah.
"Dari siapa?" ulang Bram.
"Nggak tahu." jawab Gendis yang akan segera beranjak pergi. Tapi tangan kokoh itu keburu menahannya.
" Kenapa buru-buru. " ujar Bram masih menggenggam lengan kecil istrinya. Lelaki itu semakin bersemangat menggoda Gendis yang terlihat tersipu malu.
"Aku sedang haus, Mas." jawab Gendis sekenanya. Wajah yang tertunduk malu membuat Bram tersenyum miring.
Lelaki yang tubuh dan rambutnya masih basah itu semakin gemas saja. Iya, gadis nakal itu ternyata bisa tersipu malu dan salah tingkah di depannya.
" Mas, seksi ya, Ndis." Bram semakin gencar menggoda Gendis. Dari sinilah bisa terlihat sisi lain Bram selama ini dikenal cuek dan menjaga jarak dengan perempuan.
"Mas Bram, Gendis mau keluar." Gendis berusaha melepaskan cengkeraman jari-jari kokoh Bram.
" Benarkah? Di meja masih ada persediaan air minum. " ujar Bram dengan sengaja menatap tajam wajah yang bertambah merona itu. Bahkan, Bram mulai merapatkan tubuhnya untuk menepis jarak yang ada.
"Mas Bram!" Gendis menahan tubuh basah Bram dengan kedua tangan. Jantungnya semakin berdegub tak karuan ketika matanya bertatapan dengan mata sayu Bram pada jarak dekat.
Keduanya larut dalam situasi di luar kendali masing-masing. Wajah manis dan mata indah gadis di depannya itu mampu menciptakan rasa yang berbeda di hati seorang Bramasta. Saat ini Bram seperti tersihir dengan wajah cantik nan manis yang ada di depannya.
"Kringgg... Kring... kring... " suara ponsel membuat lelaki yang hampir saja mencium bibir ranum istrinya itu pun tersadar.
Bram terlihat gelagapan ketika tersadar wajahnya dengan wajah ayu istrinya hanya berjarak beberapa centi saja.
Bram akhirnya mendekati ponsel yang terus saja berbunyi. Dengan tanpa ragu Bram membuka panggilan itu.
" Iya, Desk. " jawab Bram dengan suara tegasnya saat menerima panggilan telpon dari Deska.
"...". Deska bercerita dengan Bram.
Sementara itu, mata Bram terus melirik Gendis yang berjalan keluar kamar dengan buru-buru. Gadis itu terkesan melarikan diri darinya. Padahal Bram sendiri masih berusaha menenangkan perasaannya yang masih bergejolak. Dia tidak pernah menyangka jika Gendis mampu membuat perasaannya tak karuan.
"Baiklah jika aku balik ke kota akan aku kabari nanti." Bram mengakhiri pembicaraannya dengan Deska. Dia pun mulai berganti pakaian dan menyisir rambut cepaknya.
Bram masih menunggu Gendis masuk ke dalam hingga beberapa menit untuk menjelaskan semuanya. Tapi, gadis itu tidak juga kembali masuk ke dalam kamar hingga Bram memutuskan mencarj keberadaannya.
"Ndis, Kenapa nggak tidur? Angin malam tidak baik untukmu." ujar Bram kala melihat Gendis duduk di samping rumah sendirian. Bram pun berjalan menghampiri Gendis yang hanya menoleh ketika menyadari kehadirannya.
"Mas, minta maaf jika sudah keterlaluan. Mas hanya menggodamu. Nggak mungkin Mas melakukan sejauh itu, Ndis. " ujar Bram kemudian duduk di samping Gendis. Keduanya seolah terlihat menikmati suasan malam.
"Aku tahu, Mas. Mas Bram hanya menganggapku anak kecil." jawab Gendis dengan senyum yang menunjukkan lesung pipitnya. Senyum yang sebenarnya sedikit dipaksakan.
Entah, kenapa mendengar pernyataan Bram ada rasa kecewa di hati Gendis. Rasanya memang tidak akan mungkin Bram tertarik dengan gadis seperti dirinya. Iya, Bram selalu punya selera yang cukup tinggi untuk hal apapun.
"Mas hanya akan melakukannya dengan wanita yang Mas cintai. Jadi kamu tidak perlu khawatir." ujar Bram. kembali meyakinkan Gendis, hingga gadis itu memang berfikir ada sosok wanita lain yang sudah menjadi cinta dari lelaki berstatus suaminya itu.