Ye Chen, sang "Kaisar Pedang Langit", pernah berdiri di puncak dunia kultivasi. Pedangnya ditakuti oleh Iblis dan Dewa di Sembilan Langit. Namun, di saat ia mencoba menembus ranah terakhir menuju keabadian, ia dikhianati dan dibunuh oleh saudara angkat serta kekasihnya sendiri demi merebut Kitab Pedang Samsara.
Namun, takdir belum berakhir baginya.
Ye Chen tersentak bangun dan mendapati dirinya kembali ke masa lalu. Ia kembali ke tubuhnya saat masih berusia 16 tahun—masa di mana ia dikenal sebagai murid sampah yang tidak berguna di Sekte Pedang Patah.
Sekte Pedang Patah hanyalah sekte kelas tiga yang sedang di ambang kehancuran. Pusaka mereka hilang, teknik mereka tidak lengkap, dan murid-muridnya sering menjadi bulan-bulanan sekte lain.
Tapi kali ini, ada yang berbeda. Di dalam tubuh pemuda 16 tahun itu, bersemayam jiwa seorang Kaisar yang telah hidup ribuan tahun.
Dengan ingatan tentang teknik kultivasi tingkat Dewa yang hilang, lokasi harta karun yang belum ditemukan...........
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rikistory33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kitab Hitam di Sudut Paviliun
Berita tentang Ye Chen menyebar seperti api di padang rumput kering, Dalam waktu kurang dari satu jam, seluruh Sekte Pedang Patah tahu bahwa "Si Sampah Ye" telah mengalahkan Li Xuan dengan satu jari dan dipromosikan menjadi Murid Inti.
Namun, Ye Chen tidak peduli dengan ketenaran itu. Baginya, kekaguman para semut tidak ada harganya.
Setelah upacara singkat di Aula Utama, Ye Chen menerima jubah ungu, simbol sebagai Murid Inti, dan sebuah lencana giok yang memberinya akses ke fasilitas tingkat tinggi sekte.
Master Sekte Lin Feng menatapnya dengan harapan besar. "Ye Chen, sebagai Murid Inti, kamu berhak memilih satu teknik tingkat tinggi di Paviliun Kitab Pusaka dan mendapatkan jatah 50 Batu Roh setiap bulan. Gunakan dengan bijak. Masa depan sekte ada di pundakmu."
Ye Chen hanya mengangguk sopan, meski dalam hati ia mencibir, 50 Batu Roh? Di kehidupanku yang dulu, aku menggunakan Batu Roh Kualitas Ilahi untuk mengganjal kaki meja. Tapi baiklah, untuk saat ini, itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Saat ia berbalik pergi, ia merasakan tatapan tajam menusuk punggungnya. Itu adalah Tetua Ketiga. Pria tua kurus itu tersenyum ramah pada orang lain, tapi aura pembunuh yang ia pancarkan secara diam-diam ke arah Ye Chen terasa amis seperti darah kering.
Aura Hantu Darah... batin Ye Chen menyimpulkan. Jadi, Sekte Pedang Patah disusupi oleh mata-mata dari Sekte Iblis Darah? Pantas saja sekte ini hancur di masa lalu, Tetua ini pasti yang membocorkan rahasia pertahanan sekte.
Ye Chen menyimpan informasi itu. Ia belum cukup kuat untuk membunuh seorang Tetua ranah Pembentukan Pondasi (Foundation Establishment) sekarang. Ia butuh senjata dan teknik yang memadai.
Paviliun Kitab Pusaka.
Bangunan tiga lantai ini berbau kertas tua dan kayu cendana. Ini adalah tempat paling sakral di sekte, dijaga oleh seorang tetua penjaga yang selalu terlihat tertidur di meja depan.
Ye Chen melangkah masuk. Tetua Penjaga itu, seorang pria tua dengan rambut putih berantakan dan botol arak di pinggang, membuka satu matanya sedikit.
"Lencana," katanya dengan malas.
Ye Chen menyerahkan lencana giok barunya.
Tetua Penjaga itu melirik lencana, lalu melirik Ye Chen dengan sedikit terkejut. "Oh? Murid Inti baru? Kau boleh naik ke lantai dua. Di sana ada teknik Tingkat Kuning (Yellow Tier) kelas atas. Jangan naik ke lantai tiga, itu khusus untuk Tetua."
"Terima kasih, Tetua," jawab Ye Chen singkat.
Dia berjalan melewati rak-rak di lantai satu yang berisi teknik dasar sampah. Dia naik ke lantai dua.
Di sini, suasananya lebih hening. Beberapa Murid Inti lain sedang membaca dengan khusyuk. Saat melihat Ye Chen, mereka berbisik-bisik dan menyingkir, takut sekaligus penasaran dengan sosok yang baru saja mematahkan mental Li Xuan itu.
Ye Chen berjalan menyusuri rak. Jarinya menyentuh punggung buku-buku itu.
Teknik Pedang Awan Mengalir. (Terlalu lembut). Tinju Penghancur Batu. (Kasar dan merusak meridian sendiri). Langkah Bayangan Angin. (Hanya berguna untuk lari, bukan untuk membunuh).
Ye Chen menggelengkan kepala. Di mata murid lain, ini adalah harta karun. Di mata Ye Chen, ini adalah sampah yang tidak layak dijadikan alas kaki. Teknik-teknik ini penuh celah. Jika dia berlatih menggunakan teknik cacat ini, pondasi kultivasinya di masa depan akan goyah.
"Tidak ada satu pun yang berguna," gumam Ye Chen kecewa.
Dia hampir berbalik untuk pergi ketika sudut matanya menangkap sesuatu. Bukan di rak yang megah, melainkan di sebuah peti kayu berdebu di pojok ruangan yang gelap. Peti itu berisi tumpukan gulungan rusak dan buku-buku yang halaman-halamannya sudah robek. Itu adalah tempat pembuangan untuk teknik yang dianggap "tidak lengkap" atau "gagal".
Insting Ye Chen bergetar. Ada resonansi samar di jiwanya.
Dia berjalan menuju peti itu dan mulai memilah-milah. Debu beterbangan. Akhirnya, tangannya berhenti pada sebuah buku hitam tipis yang sampulnya sudah terbakar setengah. Tidak ada judul yang terbaca jelas, hanya tersisa kata: "...Patah".
Ye Chen membuka halamannya. Tulisan di dalamnya berantakan, seperti cakar ayam, dan banyak diagram yang hilang.
Namun, saat Ye Chen membaca baris pertama, matanya yang tenang tiba-tiba membelalak.
"Pedang tidak memiliki bentuk. Hati tidak memiliki batas. Memutuskan langit dengan niat, bukan dengan besi."
Jantung Ye Chen berdegup kencang. Ini bukan teknik sampah. Ini adalah fragmen dari 'Sutra Pedang Nirwana'! Bagaimana bisa teknik tingkat Surga (Heaven Tier) dari Era Kuno ada di sekte kecil ini?
Dia ingat sekarang. Pendiri Sekte Pedang Patah bukanlah orang sembarangan. Legenda mengatakan dia adalah seorang pelayan pedang dari Dewa Kuno yang melarikan diri dengan membawa satu halaman kitab suci.
"Sekte ini disebut 'Pedang Patah' bukan karena senjatanya rusak," gumam Ye Chen, bibirnya melengkung membentuk senyum misterius. "Tapi karena teknik ini mengajarkan cara mematahkan hukum alam dengan pedang."
Orang lain melihat buku ini sebagai teknik cacat yang tidak bisa dilatih. Tapi dengan ingatan masa lalunya, Ye Chen bisa melengkapi bagian yang hilang!
Dia mengambil buku hitam itu dan berjalan kembali ke meja depan.
Saat dia meletakkan buku hangus itu di meja, Tetua Penjaga yang sedang minum arak tersedak. Dia menatap Ye Chen dengan tatapan aneh.
"Nak, kau yakin?" Tetua itu mengerutkan kening, nada suaranya serius. "Itu adalah Kitab Sisa Tanpa Nama. Sudah puluhan murid mencoba melatihnya selama seratus tahun terakhir. Hasilnya? Tiga orang gila, tujuh orang lumpuh, dan sisanya mati karena Qi menyimpang (Qi Deviation). Itu buku kutukan."
"Bagi orang bodoh, ini racun. Bagi yang paham, ini obat," jawab Ye Chen tenang. "Saya ambil ini."
Mata Tetua Penjaga menyipit. Ada keberanian atau kebodohan yang luar biasa di mata pemuda ini. Namun, dia melihat keteguhan yang tidak bisa digoyahkan.
"Baiklah. Tapi jangan salahkan aku jika kau muntah darah dan meridianmu putus nanti malam. Namamu Ye Chen, kan? Aku akan mengingatnya... sebagai murid yang akan mati muda."
Ye Chen mengambil buku itu. "Terima kasih atas peringatannya, Tetua Han."
Tetua Penjaga itu terkejut. "Bagaimana kau tahu margaku? Aku tidak pernah memberitahukannya pada siapa pun di sekte ini selama sepuluh tahun."
Ye Chen tidak menjawab, hanya tersenyum tipis dan melangkah keluar dari paviliun.
Tentu saja Ye Chen tahu. Di kehidupan sebelumnya, saat sekte ini dihancurkan oleh serangan musuh, Tetua pemabuk inilah satu-satunya yang bertahan hingga akhir. Dia ternyata adalah seorang ahli pedang tersembunyi yang menyembunyikan identitasnya. Namanya Han Shan, sang Pedang Mabuk.
"Orang tua itu... di kehidupan ini, aku akan membantunya menyembuhkan luka dalamnya sebagai balasan karena menjaga kitab ini untukku," batin Ye Chen.
Malam Hari, di Bukit Belakang Sekte.
Ye Chen duduk bersila di atas batu besar di bawah sinar bulan. Tempat ini sepi, jauh dari asrama murid.
Di pangkuannya, kitab hitam itu terbuka.
"Baiklah. Mari kita mulai kultivasi yang sebenarnya."
Ye Chen menutup matanya. Dia tidak mengikuti instruksi buku itu secara harfiah karena banyak yang salah. Dia menggunakan ingatannya untuk memperbaiki aliran Qi yang tertulis di sana.
Dia menarik napas dalam. Energi spiritual alam di sekitar bukit mulai bergetar.
Jika murid lain menyerap Qi seperti minum air dengan sedotan, Ye Chen menyerapnya seperti paus yang menelan lautan. Pusaran angin kecil terbentuk di sekeliling tubuhnya. Daun-daun kering berputar-putar.
Wussh... Wussh...
Di dalam tubuhnya, Qi kotor yang tersisa dari teknik lamanya dihancurkan, digantikan oleh Qi baru yang tajam, dingin, dan dominan. Qi pedang!
Satu jam berlalu. Dua jam.
Tiba-tiba, Ye Chen membuka matanya. Cahaya ungu memancar dari pupilnya.
Dia mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya, membentuk gestur pedang, lalu menebas ke arah pohon besar di depannya yang berjarak sepuluh meter.
Tidak ada pedang di tangannya. Hanya jari.
Sing!
Suara desingan halus terdengar.
Hening sejenak.
Lalu, pohon besar seukuran pelukan dua orang dewasa itu bergeser pelan. Bagian atasnya tergelincir jatuh ke tanah dengan suara berdebum keras. Potongannya sangat halus dan licin, seolah dipotong oleh laser.
Qi Pedang Tak Terlihat (Invisible Sword Qi).
Ye Chen menghela napas panjang, mengeluarkan uap putih dari mulutnya.
"Tingkat 1 dari Sutra Pedang Nirwana, Bilah Tanpa Wujud," gumamnya puas. "Dengan teknik ini, aku bisa membunuh kultivator Tingkat 9 Kondensasi Qi tanpa mereka sadari."
Namun, alisnya tiba-tiba berkerut. Dia menoleh ke arah semak-semak gelap di sebelah kirinya.
"Keluar. Kau sudah mengintip cukup lama."
Semak-semak itu bergoyang. Seorang gadis muda melangkah keluar dengan wajah pucat dan terkejut. Dia mengenakan jubah murid luar yang kusam, tapi kecantikannya tidak bisa disembunyikan meski wajahnya tertutup debu.
Ye Chen mengenalnya. Su Xiao, gadis yatim piatu yang bekerja di dapur sekte. Di kehidupan lalu, gadis ini sering memberinya sisa roti saat Ye Chen kelaparan. Dan di kehidupan lalu... gadis ini mati mengenaskan karena melindunginya dari serangan musuh.
Mata Ye Chen melembut sedikit, tapi kewaspadaannya tidak turun.
"Ye... Kakak Senior Ye..." suara Su Xiao gemetar. Dia membawa keranjang berisi tanaman obat liar. Rupanya dia sedang mencari tanaman obat malam-malam dan tidak sengaja melihat latihan Ye Chen. "Aku... aku tidak bermaksud mengintip! Tolong jangan bunuh aku!"
Di dunia kultivasi, mengintip latihan orang lain adalah tabu besar dan bisa dihukum mati karena takut teknik rahasia dicuri.
Ye Chen berdiri dan berjalan mendekat. Su Xiao mundur ketakutan hingga punggungnya menabrak pohon. Dia memejamkan mata, menunggu hukuman.
Namun, dia tidak merasakan sakit. Dia merasakan tangan hangat menepuk kepalanya pelan.
"Jangan keluyuran malam-malam, Xiao-er," kata Ye Chen lembut. "Banyak serigala buas di sekte ini. Baik yang berkaki empat, maupun yang berkaki dua."
Su Xiao membuka matanya, terperangah. Ye Chen yang terkenal dingin dan baru saja menebas pohon dengan jari... bersikap lembut padanya?
"Ini," Ye Chen melemparkan lencana giok ke pangkuan Su Xiao. "Pergilah ke Aula Logistik besok. Tukarkan poin di lencana itu dengan makanan dan pakaian yang layak. Katakan Ye Chen yang menyuruhmu."
"Ta-tapi..."
"Ambil. Anggap saja pembayaran di muka," potong Ye Chen misterius. "Di masa depan, aku akan butuh seseorang yang bisa dipercaya untuk mengurus kebutuhanku. Aku ingin kau yang melakukannya."
Sebelum Su Xiao bisa menjawab, Ye Chen sudah berbalik badan.
"Pulanglah. Dan lupakan apa yang kau lihat malam ini. Jika ada yang bertanya, katakan pohon itu disambar petir."
Ye Chen melompat, menghilang ke dalam kegelapan malam seperti hantu.
Su Xiao memegang lencana giok yang masih hangat itu dengan erat. Matanya berkaca-kaca. "Kakak Senior Ye..."
Sementara itu, di kejauhan, Ye Chen melesat menuju asramanya dengan tatapan dingin. Pertemuannya dengan Su Xiao mengingatkannya bahwa dia punya orang-orang yang harus dilindungi.
Dan untuk melindungi mereka, dia harus menyingkirkan ancaman.
Tetua Ketiga... batin Ye Chen, niat membunuhnya meluap. Malam ini aku akan 'mengirim salam' padamu.