Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 - Patah Hati
Kota J
"Gue suka sama elo, mau gak jadi pacar gue?" Ungkap lelaki gagah berparas tampan tepat di depan seorang gadis yang baru saja selesai menghadiri kenaikan kelasnya.
Gadis yang berdiri didepannya terperangah, kaget sekaligus tidak percaya sosok yang ia cintai dari lama mengungkapkan kata suka padanya. Bahagia, terharu, bercampur menjadi satu karena ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.
"Kak Al, elo ..."
"Gue suka sama elo, Zira."
Deg.
Namun seketika rasa bahagia itu terhempas ke jurang terdalam, ia pikir kata cinta itu untuknya ternyata untuk perempuan lain. Wajah yang tadinya berbinar bahagia redup seketika, rasa sakit dan kecewa tentunya ia rasakan.
"Zira?"
"Iya, Zira. Gimana, sudah meyakinkan? Hmm wajah gue, kata-kata gue apa sudah terlihat serius?" tanya laki-laki bernama lengkap Alvaro Atmaja.
"Jadi?" Terbesit nada kecewa dari Aqeela Nabila Shaki.
"Gue sedang latihan buat ngungkapin perasaan gue sama Zira sahabat elo, makanya gue latihan dulu sama elo biar meyakinkan gitu. Kalau kurang kasih tahu gue bagian mana yang kurang, kasih tambahan apa saja yang harus gue tambahin, gue mau nembak Zira, Aqeela."
"Oh." Mata Aqeela mengerjap beberapa kali, menghindari tatapan Al dan tentunya menahan diri untuk tidak menangis dihadapannya, laki-laki yang ia cintai sekaligus sahabat kakaknya dari sejak SMP, bahkan hubungan mereka sudah dekat 6 tahun lamanya.
"Gimana?"
"Hmmm bagus kok, sudah meyakinkan banget deh, pasti Zira terima elo, gue yakin banget," balas Aqeela tersenyum ditengah hati yang terluka.
'Sadar Qeel, dari dulu Kak Al cuman anggap elo adiknya gak lebih, kubur perasaan cinta elo, Aqeela. Kak Al tidak cinta sama elo, dia cintanya sama Zira! Zira! Ingat, cinta Alvaro hanya untuk Zira!'
Dalam hati Naqeela berusaha menenangkan dirinya sendiri
"Yang bener lo, gue gak seyakin itu. Gue takut Zira menolak gue, takut dia gak cinta sama gue. Lo kan adik dari sahabat gue, bestie Zira juga, bantuin gue ya buat ungkapin perasaan gue. Mau ya?"
"Ah gimana ya, gini Kak, bukan gue tidak mau tapi masalahnya lo sendiri yang harus kasih effort buat Zira jangan minta bantuin gue. Ya supaya terkesan bangga aja gitu, lo bangga karena diri lo sendiri bukan karena bantuan gue."
"Ayolah, bantuin gue kali ini aja." Alvaro meraih tangan Aqeela, memohon kepada sahabatnya Zira untuk menyusun rencana pengungkapan perasaan.
"Sorry, kali ini gue gak bisa bantu. Kalau lo suka sama Zira kejar dia dengan cara lo sendiri, kali ini lo harus bergerak sendiri demi cinta lo sama Zira. Lo tahu kan Zira itu gak suka ada orang yang ikut campur, apalagi ini masalah perasaan dan gue yakin dia gak suka ada yang ikut campur. " Aqeela melepaskan tangannya Al, satu langkah mundur ke belakang menarik diri.
"Jadi gue harus usaha sendiri gitu?" Terlihat raut wajah kecewa, Aqeela tersenyum mengangguk seakan semuanya baik-baik saja padahal hatinya sebenarnya terluka.
"Iyalah, kan elo yang mau mengungkapkan perasaan masa gue yang harus turun tangan, aneh lo hehe." Aqeela terkekeh seraya memukul pelan lengan Alvaro.
"Tapi ..."
"Atau gini aja, mendingan sekarang elo kejar Zira ke rumahnya, beli bunga kesukaannya, bunga mawar, ungkapan perasaan elo sekarang juga sebelum Zira di tembak Alex."
"Seriusan Alex suka sama Zira?" tanya Alvaro serius.
Aqeela mengangguk. "Iyalah serius, dia sendiri yang bilang sama gue, jika dia suka sama Zira dari sejak Zira pindah ke sekolah gue. Saran gue sebelum terlambat mendingan sekarang lo datang ke rumahnya dan ungkapin perasaan elo, gue yakin Zira juga punya perasaan yang sama."
"Enggak, enggak bisa, gue gak bisa kehilangan Zira, gue suka sama dia dan gue mau dia jadi pacar gue."
Rasa sesak itu nyata Aqeela rasakan, harus berpura-pura bersikap biasa seakan tidak punya perasaan apapun tapi pada kenyataan hatinya sakit, teriris perih mendengar pengakuan Alvaro. Seharusnya ia tidak berharap lebih pada laki-laki itu, seharusnya ia tidak menyalah artikan sikap Alvaro selama ini. Ia lupa kenyataan bahwa laki-laki itu hanya menganggapnya sebagai adiknya saja, tidak lebih.
"Kejar! Jangan sampai elo terlambat, sakit loh terlambat menyadari, nanti yang ada dia keburu jatuh cinta sama orang lain." Padahal ini ungkapan hatinya, ia merasakan hal itu, terlambat menyadari bahwa ia jatuh cinta pada sahabat kakaknya sendiri namun terlambat mengungkapnya setelah kehadiran orang baru dihidup mereka.
"Ok, sekarang juga gue akan bicara sama Zira kalau gue suka sama dia. Thanks you Aqeela, lo emang adik terbaik gue, gue sayang banget sama elo." Alvaro tersenyum senang, meraih Aqeela kedalam pelukannya.
"Sama-sama Kak, semoga elo bahagia bersama Zira. Gue senang banget akhirnya elo bisa menemukan orang yang elo suka, jaga Zira buat gue, dia sahabat baik gue dan dia sangat baik, jangan sakiti hatinya, bahagiakan Zira demi gue," balas Aqeela seraya membalas pelukannya Alvaro untuk terakhir kalinya sebelum laki-laki itu benar-benar menjadi milik orang lain.
"Tentu Qeel, gue akan ingat pesan elo, gue gak akan pernah membuat Zira menangis. Terima kasih selama ini elo sudah menjadi adik gue, lo yang terbaik Qeel, gue sayang sama elo."
*******
Demi menghibur dirinya sendiri, Aqeela menyibukan dirinya sendiri dengan scroll toktok, tak lupa juga menyalakan musik dangdut sedikit kencang dan sesekali bergoyang.
"Ada uang abangku sayang, gak ada uang jatah kopipun hilang asik asik jos, di goyang goyang yang, goyang jaipongan."
"AQEELA!!! BERBISIK!!" Tiba-tiba musiknya mati, berdiri tantenya di dekat speaker.
"Jangan dimatiin Tante, lagi asik lagunya." Ia hendak menyalakan lagi musiknya tapi tangannya di tepis.
"Gak ada! Kepala tante pusing dengerin kamu nyanyi terus, suara kamu juga kedengeran sampai komplek sebelah, Aqeela. Bisa gak sih sehari saja gak nyalain musik? Kenceng banget lagi, orang-orang pada protes."
"Salah mereka gak tutup telinga, jangan salahin aku dong, Tante."
"Mendingan sekarang kamu ke depan temui Alvaro dan Zira. Dari tadi tante panggil kamu malah asik bergoyang nyanyi-nyanyi teriak."
Mendengar dua nama itu seketika Aqeela berubah murung.
"Mereka ke mari?"
"Iya, temuin gih. Awas jangan nyalain musik lagi!" Dia tantenya Aqeela, seorang perempuan janda tanpa anak yang selalu baik sama Aqeela dan selalu mengurusnya dari kecil.
********************
Setibanya di ruang tamu, Aqeela melihat Alvaro dan Zira saling bercanda tertawa bersama, jujur hatinya sakit, dadanya terasa sesak menyaksikan orang yang ia cintai bersama orang lain yang notabennya sahabat sendiri.
"Qeel, lihat nih." Ketika pandangan Alvaro melihat Aqeela, dengan wajah bahagia dia menunjukkan genggaman tangannya pada Zira.
"Wow! Ada apakah gerangan? Gue syok loh lihat tangan kalian gandengan, apa jangan-jangan?" Berusaha keras Aqeela menyembunyikan sakitnya, bersikap seolah tidak terjadi sesuatu.
"Gue dan Zira sudah jadian, Aqeela. Kita PACARAN!"
Deg.
Pupus sudah harapannya.