“Arga, ini aku bawain sandwich buat kamu. Dimakan ya, semoga kamu suka,”
Argantara datang menjemput Shelina tunangannya hasil perjodohan karena suruhan orangtua. Ketika Shelina sudah masuk ke dalam mobil, Ia langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan yang tinggi dan mengabaikan ucapan Shelina.
Tunangannya itu langsung panik ketika Argantara melajukan mobil dengan kecepatan yang tinggi tanpa memedulikan dirinya yang merasa trauma pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di usia kecil.
“Arga tolong jangan ngebut, aku takut,”
“Lo pantes dapat hukuman ini ya. Nyokap gue nyuruh gue untuk jemput lo! Emang gue supir lo?! Hah?!”
“Tapi ‘kan—-tapi bukan aku yang minta, Ga,”
“Lo harus tau satu hal, gue benci sama lo! Walaupun gue udah putus dari cewek gue, dan dia ninggalin gue nggak jelas sebabnya apa, tapi gue masih cinta sama dia, dan gue nggak akan buka hati buat siapapun itu selain dia! Gue yakin dia bakal balik lagi,”
“Tapi ‘kan kita udah tunangan, Ga,”
“BARU TUNANGAN! GUE BENCI SAMA LO, PAHAM?!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arzeerawrites, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
“Kamu pulang sendiri atau sama Shelina tadi, Ga?”
Begitu Argantara sampai di rumah, dan mencium tangannya, Tina langsung bertanya pada anaknya itu karena Ia benar-benar penasaran Argantara mendengarkan ucapannya atau memilih untuk abai.
“Ya pulang sama dia, itu ‘kan yang Mama suruh ke aku?” Jawab Argantara yang sebenarnya malas untuk menjawab tapi daripada mamanya terus mencecar, bisa jadi Ia diikuti sampai depan kamar hanya demi sebuah jawaban atas satu pertanyaan, lebih baik Ia langsung jawab saja. Lagipula kalau jawaban yang diinginkan oleh harus segera disampaikan, kecuali jawabannya bukan yang diinginkan.
“Beneran kamu pulang sama Shalina?”
“Ya benar lah, Ma. Nggak mungkin aku bohong, kalau Mama nggak percaya, tanya aja tuh sama orangnya. Mama ‘kan punya nomor handphone dia, telepon aja terus tanya langsung, aku nggak mungkin bohong, tapi kalau dia jawabnya beda berarti dia yang bohong, Ma,”
“Heh kamu ngomong apa sih? Ya nggak mungkin juga Shelina bohong ke Mama, dia pasti jujur kalau memang kamu pulang sama dia. Tapi Mama nggak perlu tanya langsung ke Shelina kok, Mama percaya kamu jujur. Kamu memang benar pulang bareng Shelina,” ujar Tina seraya tersenyum menatap anaknya yang justru membalas tatapannya tidak dengan ekspresi.
“Kenapa Mama segampang itu percaya sama aku? Bukannya kalau udah ada kaitannya sama Shelina Mama lebih percaya sama Shelina ketimbang aku?”
“Kata siapa? Mama bisa nilai kejujuran seseorang dari matanya aja. Dan Mama bisa liat kalau kali ini kamu jujur jadi nggak perlu tanya langsung ke Shelina,”
“Mama gimana caranya bisa tau aku jujur atau nggak cuma dari mata?”
“Bisa keliatan lah gelagatnya. Apalagi kamu anak Mama. Kamu lahir dari rahim Mama, dari dalam kandungan sampai usia sekarang dua puluh kamu sama Mama terus, Mama udah kenal kamu dalam banget melebihi siapapun, Nak. Jadi Mama tau kapan kamu bohong, kapan kamu jujur,”
Tina mengusap dagu Argantara sebentar setelah itu pergi meninggalkan Argantara yang mendengus sambil membuang muka.
“Senang banget karena gue pulang sama Shelina, beda sama gue yang nggak senang banget mesti satu mobil sama peremluan itu, nganterin dia ke kampus, ke rumah, ketemu orangtuanya. Itu bukan yang gue mau!”
“Jangan ngedumel, Sayang. Masuk kamar, bersih-bersih, dan istirahat,”
Argantara langsung berdecak. Dalam hati Ia mencibir mamanya yang ternyata masih berada di dekatnya, maka dari itu ketika Ia menggerutu, Mamanya tahu.
“Ya, Ma,”
“Jangan ngedumel atau nggerutu lagi ya, Nak,”
Argantara hanya mendengus, tak menanggapi ucapan Mamanya. Ya wajar saja bila Ia menggerutu. Karena memang hatinya kesal. Beda dengan perasaan mamanya sekarang yang sangat bahagia kelihatannya karena Ia dan Shelina pulang bersama. Tadi pagi berangkat ke kampus berdua, bahkan Ia sampai datang juga ke rumah Shelina itu atas permintaan orangtuanya, lalu pulang sekolah pun demikian. Walaupun kesal, tapi Argantara tetap melakukannya. Itu yang unik di mata Tina yang kali ini terkekeh melihat anaknya menaiki anak tangga dengan wajah datarnya tapi Tina yakin di dalam hati Argantara pasti masih meletup-letupkan emosinya.
“Mama senang walaupun kamu terpaksa ngelakuinnya, tapi Mama senang kamu mau dengerin Mama, Ga. Tetap jadi anak yang baik ya untuk semua orang, jangan pilih-pilih. Masa ke Shelina nggak mau baik? Padahal dia tunangan kamu lho, Ga,” gumam Tina yang matanya masih memandang ke arah tangga, padahal anaknya sudah tidak terlihat lagi karena sudah masuk ke dalam kamar, dan langsung menanggalkan ransel, kaos kaki, jaket jeansnya, juga meletakkan ponsel di atas nakas. Setelah itu Ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.
Tapi sebelum Argantara benar-benar masuk ke dalam kamar mandi, Argantara mendengar suara pemberitahuan bahwa ada pesan yang masuk. Akhirnya Ia meraih ponsel genggamnya itu untuk melihat siapakah orang yang mengirimkan pesan itu.
-Eh bro, tadi gue manggil-manggil Shelina di kantin, dia nggak notice. Coba gue minta nomor teleponnya dong, Hahahahaha. Nggak deng, canda-
.