Meng Lusi, seorang kapten wanita di ketentaraan zaman modern, kuat dan cerdas. Karena suatu alasan, dia tiba-tiba saja berpindah ke zaman kuno dan mewarisi mata air spiritual.
Baru saja tiba di zaman yang belum dikenalnya, Meng Lusi diperkosa oleh Shin Kaichen yang dibius oleh seseorang. Setelah itu, Meng Lusi memilih melarikan diri. Lima tahun kemudian, Meng Lusi yang sudah memiliki anak kembar dikenali oleh Shin Kaichen dan mencoba untuk mendapatkan hati ibu dan kedua anaknya tersebut.
Di sisi lain, klan penyihir yang sudah lama mengutuk negara untuk tidak memiliki keturunan anak perempuan, kembali berulah. Anak kembar Meng Lusi menjadi incaran mereka karena bakat bawaan luar biasa yang akan mengancam klan penyihir. Mampukah si kembar selamat dari bahaya? Akankah Meng Lusi dan Shin Kaichen memiliki kehidupan bahagia? Mari ikuti setiap kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Risa Jey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bergaul Dengan Kedua Putrinya
“Bagaimana jika kalian bermain di rumah Paman saja? Ada paman Dou dan paman Lin di sana.” Shin Kaichen mencoba untuk membujuknya.
Kemudian terdengar suara dehaman. Shin Kaichen melihat Meng Lusi datang dan tersenyum padanya.
“Apakah Pangeran mencoba untuk menculik putriku? Ini tidak baik.”
Meng Shilan melihat ibunya dan turun dari pangkuan Shin Kaichen. “Bu, aku akan membantu Shuya di dapur.”
“Kamu nakal lagi.” Meng Lusi ingin menegurnya karena duduk di pangkuan orang lain begitu saja. Namun Meng Shilan menjulurkan lidah padanya dan berlari kecil ke dapur. “Anak ini … maaf membuat Pangeran merasa tidak nyaman.”
Shin Kaichen menggelengkan kepala. “Tidak apa-apa. Aku suka anak-anak. Jangan terlalu sopan padaku. Panggil saja dengan namaku.”
“Ini …” Meng Lusi tidak tahu harus bersikap apa.
Keramahan Shin Kaichen membuatnya waspada. Bukankah rumor mengatakan jika Shin Kaichen adalah raja perang yang dingin dan tidak berperasaan? Kenapa begitu ramah saat bicara dengannya? Bahkan mengizinkan Meng Shilan untuk duduk di pangkuannya.
“Kalau begitu tidak apa-apa. Shuya berkata kamu ingin membeli beberapa roti daging? Berapa banyak yang dibutuhkan?”
“Berapa yang kamu buat hari ini?”
“Aku membuat lebih dari dua puluh, ukuran sedang.”
“Beri aku sepuluh, itu sudah cukup.”
Meng Lusi mengangguk dan pergi ke dapur untuk menyiapkan sepuluh roti isi daging cincang. Ia mengemasnya dalam keranjang anyaman bambu yang dibuat khusus oleh Cheng Ao di masa lalu. Aroma roti panggang isi daging cincang langsung tercium ketika Meng Lusi membawanya ke ruang depan.
“Lima keping tembaga untuk satu roti. Harusnya tidak mahal bagimu.” Meng Lusi bukan sengaja membuat harganya murah atau mahal, namun beberapa bahannya memang tidak terlalu mahal.
Di pedesaan, satu tael perak sangat langka. Satu tael perak bisa ditukar dengan seratus keping tembaga. Dan seratus tael perak sama dengan satu tael emas.
Shin Kaichen tidak merasa ini mahal, itu terlalu murah untuk satu roti panggang isi daging cincang. Ia menyerahkan satu tael perak padanya. Mencium aromanya saja pasti memiliki rasa yang enak. Jika dijual di kota, harganya harus lebih dari 50 keping tembaga.
“Tidak ada kembalian, ambil saja.”
“Aku punya kembalian nya. Jika mau—“
“Tidak perlu, ambil saja. Oh, si kecil berkata jika kamu akan pergi ke hutan belakang untuk berburu. Kenapa tidak menitipkan mereka padaku? Lebih dekat dari rumah. Aku juga tidak akan pergi ke mana pun hari ini.”
“Ini ….” Meng Lusi sedikit pusing. Bagaimana bisa semuanya berkembang ke arah ini?
“Bu, aku mau ke rumah Paman untuk melihat-lihat.” Meng Shilan datang dengan Meng Shuya. Keduanya makan roti panggang.
“Kalian …” Meng Lusi tidak berdaya lagi. “Duduklah saat makan.”
Shin Kaichen tersenyum lega pada keduanya. “Karena mereka ingin pergi, biarkan datang padaku. Kamu tidak perlu khawatir, makan siang akan disediakan di sana.”
Karena keduanya ingin pergi, Meng Lusi hanya bisa merepotkan Shin Kaichen untuk menjaga keduanya. Dia mungkin akan pulang sore hari. Ia akan segera pergi setelah membuat sarapan. Sehingga sebelum Shin Kaichen kembali, Meng Lusi menyiapkan pakaian ganti keduanya, kebutuhan mandi serta dua roti panggang lagi untuk makan nanti.
Ia menasihati keduanya untuk tidak nakal di rumah orang lain.
Shin Kaichen merasa lebih bersemangat saat membawa keduanya. Ini putrinya sendiri, akhirnya datang ke rumah. Meng Lusi melihat mereka pergi, hanya bisa menghela napas. Dia berharap jika Shin Kaichen tidak memiliki niat buruk untuk keduanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ketika Shin Kaichen kembali, Dou Heng dan Lin Zhou kelaparan. Bukan hanya keduanya, Baizhen dan Kun juga sama. Melihat ada dua boneka susu (anak perempuan manis dan imut) bersama Shin Kaichen, mereka terkejut.
“Si kecil manis ada di sini. Apakah kalian ingin bermain di rumah paman hari ini?” tanya Lin Zhou menggoda keduanya. Dia ingin mencubit pipi salah satu dari keduanya, namun Shin Kaichen menghalangi.
“Tanganmu sepertinya menganggur. Kenapa tidak pergi memotong kayu bakar nanti?”
“Tidak, tidak. Aku hanya bercanda.” Lin Zhou mengerang dalam hatinya. Benar-benar ayah yang melindungi anaknya, pikirnya.
“Ayo, sarapan lebih dulu.” Shin Kaichen menyerahkan keranjang pada mereka.
Mata mereka langsung teralihkan. Aroma roti panggang tercium semakin jelas. Dou Heng tidak sabar untuk makan. Dia mengambil salah satu roti panggang yang empuk dan berwarna cokelat keemasan yang pas. Ketika menggigit, rasa daging cincang yang agak berminyak langsung menggoyang lidah.
Lin Zhou, Kun dan Baizhen juga makan. Ukurannya tidak terlalu besar. Makan satu pasti tidak akan kenyang. Bahkan Meng Shilan dan Meng Shuya diberi jatah oleh Meng Lusi. Sebenarnya, makan satu roti sudah cukup bagi si kecil makan. Dua roti yang dibawa keduanya hanya untuk mengganjal rasa lapar sebelum makan siang nanti.
“Sial! Rasanya sangat enak. Aku belum pernah makan roti panggang seenak ini. Belum lagi isian dagingnya penuh. Bukan hanya ada daging, tapi juga irisan kubis, bombai dan wortel.”
Meng Shilan dan Meng Shuya menyelesaikan makan roti panggang. Keduanya mengeluarkan sup ayam dengan irisan berbagai sayuran. Aromanya tentu saja enak. Meng Lusi menyiapkan sup ayam untuk keduanya sarapan pagi ini. Lalu bungkus saja nasi secukupnya.
Meski Dou Heng dan Lin Zhou ingin mencicipinya, mereka tak serakah untuk merebut makanan dari anak-anak.
"Bisakah Paman mencicipinya?" tanya Shin Kaichen.
Dou Heng dan Lin Zhou hampir tersedak roti isi daging. Keduanya menatap Shin Kaichen dengan tidak percaya. Pangeran, apakah kamu mencoba untuk memeras anak-anak?!
Meng Shilan melihat sup ayam di mangkuknya. Lalu menatap Meng Shuya, kakaknya. Keduanya memiliki pengertian satu sama lain dan memisahkan sup ayam untuk Shin Kaichen ke mangkuk lain.
"Paman, cobalah. Sup ayam buatan ibuku sangat enak." Meng Shuya meletakan mangkuk sup ayam di depan Shin Kaichen.
"Terima kasih."
Shin Kaichen tersenyum lembut dsn mencoba sup ayamnya juga. Rasanya memang enak seperti yang dikatakan anak itu. Gurih dan segar. Ayamnya empuk serta sayurannya juga matang sempurna.
Dou Heng dan Lin Zhou terdiam dan roti daging di tangan mereka seperti tidak harum lagi.
Setelah sarapan, si kembar tidak memiliki aktivitas lain selain bermain di halaman. Keduanya membuat bola salju dsn menyusunnya di mana-mana.
Lalu setelah bosan, Meng Shilan bermain dengan pedang kayunya. Adapun Meng Shuya, dia tidak tertarik sama sekali. Ia lebih suka membaca buku dan menghitung uang.
Shin Kaichen, Dou Heng dan Lin Zhou akhirnya tidak memiliki aktivitas lain hari ini selain bermain dengan keduanya. Si kecil sangat lucu hingga Lin Zhou berulang kali mencubit pipi di mana-mana.
"Berhentilah mencubit. Wajah keduanya merah," kata Dou Heng tidak tahan.
"Tapi keduanya terlalu lucu!" Lin Zhou merasa tangannya gatal lagi.
Tapi tak lama, Shin Kaichen menampar punggung tangannya. Lin Zhou mendesis kesakitan.
"Kaichen ...," Lin Zhou ingin mengeluh. Tapi melihat wajah Shin Kaichen yang sudah sehitam dasar panci, ia pun tutup mulut.
Dou Heng menahan diri untuk tidak tertawa. Dia akhirnya menemani Meng Shuya untuk emlajat membaca dan menghitung.
Sementara itu, Meng Shilan tampaknya sangat tertarik dengan busur dan anak panah yang terpajang di dinding.
"Paman, bisakah aku belajar memanah?" tanyanya dengan nada yang menggemaskan.
asli keren novelnya, meskipun harus nungguin lama, tapi syukurnya author bertanggung jawab nyelesain ceritanya...terimakasih author Risa Jey
Happy New Year 2025