Drabia tidak pernah di sentuh suaminya selama menikah. Karena sebelumnya Ansel mendengar gosib tentang dirinya yang pernah tidur dengan pria lain sebelum menikah.
Di saat Ansel akan menceraikannya, Drabia pun meminta satu hal pada Ansel sebagai syarat perceraian. Dan setelah itu jatuhlah talak Ansel.
Apakah yang di minta Drabia?, akan kah Ansel memenuhi permintaan Drabia?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha cute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Rongsokan
'Itu Pak Irham, bukan?' batin Drabia
Ternyata Irham yang membantu menyelidiki orang yang menjebaknya dengan Kevin adalah Kakak dari Hafshah. Dunia terlalu kecil, pikir Drabia.
Acara pun di mulai
Hafshah sebagai pembawa acaranya, ia pun membacakan agenda acara malam itu. Setelah acara pengajian bersama anak anak Panti. Di susul dengan membaca doa, do'a di khususkan untuk Ansel sebagai orang yang berulang Tahun. Kemudian acara mendengarkan sedikit ceramah dari seorang Ustadz.
Tapi yang lebih mengejutkan Drabia, acara itu bukan hanya acara ulang Tahun saja. Tapi di sana Ansel dan Hafshah melangsungkan pertunangan. Ibu Nimas memasangkan cincin ke jari manis Hafshah dan Ansel.
Drabia yang tidak tahan melihatnya, segera meninggalkan acara itu tanpa berpamitan kepada Hafshah.
"Aw!' keluh Drabia, tersandung karena berjalan tidak melihat jalan.
Drabia menurunkan tubuhnya, untuk melihat jempol kakinya yang ternyata sudah terluka. Drabia meringis menangis kesakitan. Tapi sakit di kakinya tidak sebanding dengan sakit hatinya melihat Ansel bertunangan dengan wanita lain.
"Drabia, kamu kenapa menangis?."
Drabia mendongakkan kepalanya ke arah pria yang sudah berdiri di depannya itu. Pria itu adalah Irham, orang yang menyelidiki kasusnya, yang ternyata kakaknya Hafshah.
Drabia semakin terisak," kakiku terluka" lirihnya dengan bibir bergetar.
Irham menurunkan tubuhnya, berjongkok di depan Drabia." Boleh aku periksa?."
Drabia menghapus air matanya, lalu mengangguk.
"Maaf ya, aku harus menyentuh kakimu" ucap Irham tidak enak hati. Irham tau seharusnya dia tidak menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Tapi keadaannya darurat, Drabia membutuhkan pertolongan.
Irham mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya, untuk membersihkan darah yang mengalir dari luka kaki Drabia. Lalu menyuruh seorang anak Panti untuk mengambilkan kotak obat.
Melihat lembutnya Irham menyentuh kakinya, dan meniup niup lukanya. Drabia terdiam, memperhatikan wajah tampan di depannya. Andai saja itu Ansel, betapa bahagianya Drabia.
"Lain kali kalau jalan hati hati. Gak nyangka, kalau kamu gadis jengeng." Irham mengulas senyumnya ke arah Drabia setelah mengobati kakinya.
"Trimakasih" balas Drabia tersenyum kikuk.
"Sendiri?, suami kamu gak ikut?" tanya Irham, dia sudah mengetahui dari Kevin, kalau Drabia sudah menikah tak lama dari kejadian malam itu. Tapi Irham belum mengenal suaminya.
Drabia menggelengkan kepalanya," dia sedang keluar kota" jawabnya.
Irham manggut manggut" mau pulang?" tanyanya.
"Iya" Drabia merusaha untuk berdiri." Trimaksih sudah mengobati kakiku" ucapnya tidak enak hati.
"Sama sama" balas Irham.
Drabia pun berpamitan pulang sebelum masuk ke dalam mobilnya. Lalu perlahan melajukan kenderaannya pulang ke rumah Ansel.
"Cantik ya!"
Ihram kaget dan langsung menoleh ke arah gadis yang berdiri di sampingnya.
"Dia sepupunya Ansel, kalau kakak mau, aku bisa nyomlangin kalian" ucap Hafshah memeluk lengan kakak laki lakinya itu dari samping.
"Dia itu istri orang, kamu mau kakak jadi pebinor?."
"Kakak mengenalnya?" Hafshah menajamkan pandangannya ke arah Irham.
"Dia klien Kakak" Irham merangkul bahu Adiknya itu membawanya bergabung kembali dengan yang lain.
Irham adalah seorang petugas kepolisian, yang di sewa Kevin khusus untuk menyelidiki orang yang menjebak Kevin dan Drabia.
**
Drabia yang sudah sampai di rumah, tidak langsung masuk ke dalam kamarnya. Dia akan menunggu Ansel pulang dari Panti Asuhan. Drabia harus mengingatkan Ansel, jika Ansel tidak bisa menikahi Hafshah tanpa seijinnya, kecuali mereka sudah bercerai.
Hampir jam sebelas malam baru Ansel sampai di rumah. Drabia berdiri dari sofa melihat Ansel membuka pintu dan melangkah masuk.
"Kamu keterlaluan Ansel!" geram Drabia emosi. Istri mana yang terima, suaminya bertunangan dengan wanita lain.
"Seharusnya kamu tidak datang ke acara itu. Supaya kamu tidak melihatnya, dan membuatmu sakit hati" balas Ansel bernada santai.
Tidak tahukah dia sesakit apa hati Drabia?.
"Aku tidak akan membiarkan kalian menikah Ansel. Aku akan memberitahu Hafshah kalau kamu suamiku. Kamu membohonginya Ansel, kamu membohongi keluarganya. Kamu dan Mama menipu mereka semua." Drabia geleng geleng kepala, dia tidak mengenali Ansel lagi. Pria yang baik budi pekertinya, pria yang soleha dan tidak neka neko. Kini berubah menjadi pria yang tidak punya hati dan keras kepala.
"Apa masalahmu?. Oh! apa karena aku tidak menyentuhmu?" Ansel berdecih.
"Kamu juga membohongi Ayahku" bibir Drabia bergetar. Seharusnya Ansel tidak menerima permohonan Ayahnya untuk menikahinya. Jika tidak bisa menerimanya sebagai istri, tidak bisa bersikap baik dan malah sering menghinanya.
"Aku tidak membohonginya, dan aku tidak punya kewajiban harus melaporkan apa saja kepadanya, kecuali soal perusahaan."
Drabia menggeleng gelengkan kepalanya, Ansel benar benar berobah.
"Dan aku sudah mendaftarkan perceraian kita. Karena aku akan segera menikahi Hafshah. Dan aku rasa kamu sudah tau, Mama juga menyetujuinya. Masalah orang tuamu, Mama yang akan menjelaskannya."
"Gak! aku gak mau bercerai Ansel, kamu jahat Ansel!" teriak Drabia menangis.
"Ya! aku jahat!. Bagaimana dengan Ayahmu?. Dia menyuruhku menikahimu yang sudah tidak suci lagi!. Kenapa Ayahmu menyuruhku bertanggung jawab atas perbuatanmu dengan Pria lain?. Kenapa tidak meminta pertanggung jawaban pria itu? Hah !."
"Aku sadar, Pak Ilham sudah banyak berjasa menjaga perusahaan Papa!. Dan membimbingku meminpin perusahaan sampai aku bisa!. Aku tidak akan lupa dengan hal itu!. Tapi apa aku harus membayarnya dengan menerima kotoran sepertimu?" Cerca Ansel marah marah kepada Drabia sampai urat lehernya keluar.
Drabia diam membeku menatap Ansel yang juga menangis. Entah apa yang membuat laki laki itu menangis?.
"Aku butuh istri seperti Hafshah, dia selalu mengajakku dekat dengan Tuhan. Dia wanita yang soleha dan lemah lembut, aku nyaman bersamanya" ucap Ansel memelankan suaranya.
"Tapi aku juga akan berusaha menjadi istri yang baik Ansel. Aku juga sedang berusaha memperbaiki diri. Aku mohon Ansel, beri aku kesempatan" balas Drabia memohon.
"Tapi kamu sudah tidak suci lagi Drabia. Aku gak bisa menerimanya. Aku belum berpengalaman dengan wanita manapun. Aku juga ingin mendapat istri yang belum berpengalaman juga."
Drabia terdiam menatap Ansel meneduh. Hanya karena masalah kesucian.
"Aku harap kamu mengerti" Ansel pun berlalu ke kamarnya di lantai dua rumah itu.
Drabia menangis terisak, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Jika orang terdekat mereka tidak bisa menerimanya, bagaimana dengan orang lain?.
**
"Serius Bro? Kamu akan menceraikan Drabia dan akan menikahi gadis bernama Hafshah itu?" tanya Dafa tidak percaya.
"Iya, bagaimana lagi, aku gak bisa menerimanya. Dari pada aku terus menyakitinya, lebih baik aku melepasnya" jawab Ansel.
"Aku lihat Drabia sudah banyak berobah. Iya sih! masa lalunya memang buruk. Tapi apa tidak bisa di pertimbangkan lagi?. Apa kamu sama sekali tidak bisa membuka hati?" tanya Ciko menimpali.
Sekarang mereka bertiga sedang berada di ruang kerja Ansel.
"Kalau aku menerimanya, aku tidak tau, aku ini laki laki keberapa untuknya. Tidak usah di jelaskan secara detail kalian sudah tau maksudku" balas Ansel.
Banyangkan saja, seberapa rongsokannya Drabia di mata Ansel. Baginya Drabia itu sudah habis di makan pria pria lain di luar sana.
Dafa dan Ciko menghela napas masing masing. Jika mereka di posisi Ansel, ya! mungkin berat. Tapi mereka kasihan melihat Drabia yang sudah berobah.
*Bersambung