Jodoh dicari ✖️
Jodoh dijebak ✔️
Demi membatalkan perjodohan yang diatur Ayahnya, Ivy menjebak laki-laki di sebuah club malam untuk tidur dengannya. Apapun caranya, meski bagi orang lain di luar nalar, tetap ia lakukan karena tak ingin seperti kakaknya, yang menjadi korban perjodohan dan sekarang mengalami KDRT.
Saat acara penentuan tanggal pernikahan, dia letakkan testpack garis dua di atas meja yang langsung membuat semua orang syok. ivy berhasil membatalkan pernikahan tersebut sekaligus membuat Ayahnya malu. Namun rencana yang ia fikir berhasil tersebut, ternyata tak seratus persen berhasil, ia dipaksa menikah dengan ayah janin dalam kandungan yang ternyata anak konglomerat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1
"Urusan proyek, gampang lah."
Hahaha
Tawa Agung langsung membahana mendengar ucapan Trio, calon besannya yang seorang pengusaha sukses. Tujuan utamanya menjodohkan putrinya, Ivy, dengan putra Trio memang untuk itu, melancarkan bisnis. Ia tak peduli dengan penolakan Ivy, baginya, bisnis hidupnya, segalanya.
Malam ini, keluarga Trio datang ke kediaman Agung untuk menentukan tanggal pernikahan antara Ivy dan Farid. Di ruang tamu luas dengan sofa mewah dan berbagai hidangan mahal, mereka berkumpul.
"Ivy nya mana, Om?" tanya Farid. Sejak ia dan keluarganya datang tadi, memang belum melihat Ivy sama sekali. Mereka sudah bertunangan sejak sebulan lalu, tapi untuk bertemu Ivy, bisa dibilang sangat susah, wanita itu selalu menolak. Dichat tak pernah dibalas, ditelepon, jangan ditanya, tak pernah diangkat.
"Ivy masih di kamar," sahut Agung. "Dandan," lanjutnya setengah berbisik pada Farid, menempelkan telapak tangan di dekat bibir.
Farid tersenyum mendengar itu, pun dengan kedua orang tuanya.
"Bi, panggil Ivy, suruh cepetan," ujar Agung pada pembantu yang datang membawa kue dan camilan lain meski sudah banyak sekali hidangan di atas meja. Belum lagi di meja makan, sudah disiapkan hidangan spesial untuk makan malam.
"Iya, Tuan," Bi Sarti mengangguk sopan. Setelah memindahkan hidangan dari nampan ke meja, wanita berusia kepala empat tersebut, pamit untuk memanggil Ivy. Namun ternyata, nona muda yang akan dia panggil, sudah lebih dulu keluar.
"Ah, ini dia Ivy," Agung tersenyum lebar, menyambut putrinya yang keluar dengan gaun biru yang sangat elegan. Gaun biru yang kemarin ia belikan dari butik ternama agar putrinya terlihat memukau malam ini.
"Vy," Farid langsung berdiri, tersenyum menyambut calon istrinya.
Alih-alih membalas sapaan Farid atau sekedar senyum, Ivy malah memutar kedua bola matanya jengah. Ia juga tak menyapa apalagi mencium tangan kedua orang tua Farid, justru melemparkan sesuatu ke atas meja yang langsung menarik perhatian semua orang.
"Ivy!" bentak Agung yang tak suka dengan sikap anaknya yang kurang sopan. Ia menatap Ivy tajam, memberi isyarat agar segera meminta maaf.
"Apa itu, testpack?" Safira, Ibu Farid mengernyit melihat benda yang dilempar Ivy ke atas meja. Sebagai wanita yang sudah dua kali hamil, tentu ia sudah familiar dengan benda itu. Ia bangkit, melangkah untuk mengambil benda di atas meja tersebut. Dan benar saja, itu adalah testpack. "Ka, kamu... hamil?" ia menatap Ivy setelah memastikan garis dua di testpack.
"Rid," Trio menatap putranya, membuang nafas berat sambil geleng-geleng. Ia tahu sepak terjang putranya, jadi tak terlalu heran.
Farid menggeleng pelan, "Bukan, bukan anak Farid," wajahnya seketika pias.
Mulut semua orang langsung menganga, dan tatapan otomatis terpusat pada Ivy, meminta penjelasan.
Agung, menjadi orang yang paling panik disini. Bangkit dari duduknya, menghampiri Ivy yang masih berdiri. "Kamu jangan bikin masalah," bisiknya penuh penekanan.
"Apa ini Ivy, tolong jelaskan pada kami?" tanya Safira, wajahnya tampak gelisah.
"Saya hamil, Tante," sahut Ivy sambil tersenyum, tak ada keraguan sedikitpun dalam nada bicaranya. "Tapi bukan anak Farid."
Tubuh Safira sampai oleng, hingga berpegangan pada lengan suaminya.
"Apa apan ini!" teriak Trio, nafasnya terlihat mulai naik turun.
Agung panik luar biasa, tubuhnya sampai gemetar.
"Hahaha."
Tawa Agung, mendadak memecah ketegangan, hingga semua orang menatap ke arahnya. "Ivy, Ivy pasti sedang bercanda. Astaga, gak baik ini, Vy," merangkul pundak putrinya. "Ini orang tua loh, malah kamu prank kayak gini."
Farid bernafas lega, pun dengan kedua orang tuanya. Namun kelegaan itu tak berlangsung lama, saat Ivy menyingkirkan lengan Papanya dari pundak.
"Saya tidak sedang bercanda," Ivy tersenyum miring. "Saya memang hamil, tapi bukan dengan Farid," sekali lagi, ia tegaskan itu.
Wajah Trio seketika mengeras, kedua telapak tangannya terkepal kuat. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak disini. Bagaimana bisa, tunangan putranya hamil dengan laki-laki lain saat acara pernikahan sudah direncanakan.
"Apa maksud kamu?" tanya Farid dengan dada bergemuruh hebat, merasa dikhianati.
"Emang kurang jelas ya?" Ivy tersenyum simpul, kedua lengannya dilipat di dada. "Udahlah, kalian aja yang putuskan bagaimana selanjutnya. Permisi." Ia melenggang santai setelah membuat kekacauan.
"Kita, kita bisa bicarakan ini baik-baik," Agung berusaha membujuk Farid dan orang tuanya. "Farid, kamu cintakan sama Ivy? Se, semua pasti ada jalan keluarnya."
"Tidak ada yang perlu dibicarakan," ucap Trio lantang. "Perjodohan ini, BATAL!" teriaknya dengan mata menyala-nyala. "Ayo kita pulang!" menarik lengan istrinya.
"Tolong, tolong, jangan pulang dulu," Agung berusaha menghalangi mereka dengan menghadang jalannya. "Kita bisa bicarakan dengan baik-baik, kita cari solusinya bersama."
Farid tersenyum kecut. "Solusi apa, Om? Menggugurkan kandungan Ivy? Atau Om suruh saya menerima anak itu?" ia berdecak sambil geleng-geleng. "Saya tidak sudi menikah dengan wanita kotor sepertinya, apalagi menerima anaknya. Najis!"
Wajah Agung pias, tak tahu harus membujuk seperti apa lagi.
"Ayo Farid, kita pulang," Safira menarik lengan putranya, melangkah melewati Agung, berjalan menuju pintu utama.
"Oh iya," Trio membalikkan sebelum keluar. "Semua kerjasama yang sudah kita rencanakan, BATAL!"
Agung makin naik darah, selepas kepergian mereka, ia langsung menendang meja hingga apa yang ada di tasnya berantakan. Minuman tumpah, toples makanan ringan jatuh, dan kue-kue melompat dari piringnya.
Prang
Pyar
Belum puas membuat meja berantakan, ia melemparkan apapun yang ada disana, termasuk gelas dan piring. Ini hanya pemanasan, karena kemarahan yang sesungguhnya, baru akan dia luapkan sekarang.
"Ivy! Ivy!" teriaknya, berjalan menaiki tangga menuju kamar putrinya.
Brakk
Ia membuka lalu membanting daun pintu kamar Ivy. Dadanya bergemuruh hebat melihat Ivy duduk santai di depan meja rias, sedang menghapus make up seperti tak terjadi apa-apa. Dengan rahang mengeras dan kedua telapak tangan terkepal kuat, ia mendekati Ivy, menarik lengannya agar berdiri.
PLAK
Sebuah tamparan langsung ia layangkan pada pipi Putrinya. Pipi mulus yang putih tersebut, seketika menjadi merah dan terlihat jejak telapak tangan.
"Katakan yang sebenarnya pada Papa, apa kamu hamil?" dengan nafas memburu, Agung mencengkeram kedua bahu Ivy.
"Memang, yang tadi belum jelas?" Ivy tersenyum. Tak pernah ia sebahagia ini, telah berhasil membatalkan perjodohan sekaligus membuat Papanya malu. "Besok, kita bisa pastikan ke Dokter jika Papa tidak percaya."
"Siapa ayah dari janin itu?" Agung ganti mencengkeram rahang Ivy. Cengkeramannya makin kuat meski terlihat putrinya kesakitan.
"Aku tidak tahu," sahut Ivy dengan suara kurang jelas karena rahangnya dicengkeram.
"Apa maksudmu tidak tahu hah?" bentak Agung di depan wajah putrinya. Melepaskan cengkeramannya lalu mendorong Ivy hingga terhuyung ke belakang. "Katakan, siapa ayah dari janin itu?" menatap nyalang perut Ivy yang masih terlihat rata.
"Aku tidak tahu," jawaban Ivy masih sama. Tapi bukan jawaban itu yang membuat Agung kian jengkel, tapi ekspresi tak bersalahnya yang membuat ia makin naik darah dan akhirnya kembali menampar Ivy.
PLAK PLAK
Ivy menyentuh sudut bibirnya yang terasa perih. Ia tersenyum melihat darah segar di ujung telunjuknya.
"Katakan, siapa ayahnya!" teriak Agung, mengambil botol micelar water di atas meja rias, melemparnya ke cermin.
PYAR
Cermin rias Ivy seketika pecah, dan remahan kaca, memenuhi meja.
"Aku tidur dengan laki-laki yang tidak aku kenal di club, jadi aku tidak tahu siapa dia."
Mata Agung melotot. Jawaban Ivy membuatnya makin emosi. "DASAR MURAHAN!" Ia menarik rambut Ivy, melempar putrinya itu ke atas ranjang.
Ivy meringis, memegang perutnya. Semoga saja, anaknya baik-baik saja.
"Tak tahu diuntung!" Dengan mata melotot, Agung menunjuk Ivy. "Sudah bertunangan dengan laki-laki kaya, tapi tidur dengan orang tak dikenal. Wanita macam apa kamu? Dasar jalangg!" mengambil bantal, melempar ke wajah Ivy.
"Ya, aku jalangg," Ivy tersenyum, duduk di sisi ranjang. "Aku murahan, sama seperti para wanita-wanita yang selalu Papa bawa pulang itu."
"Kurang ajar!"
PLAK PLAK
Agung kembali menampar Ivy untuk kesekian kalinya.
"Kenapa Pah, tak terima?" Ivy tersenyum dengan air mata yang mulai menetes. "Memang seperti itu kan? Wanita-wanita yang selalu Papa bawa pulang, wanita yang selalu berganti setiap sebulan sekali, adalah wanita murahan, jalangg! Dan laki-laki yang mau dengan wanita murahan, berarti sama murahannya!"
"IVY!" telapak tangan Agung sudah berada di udara, namun teriakan seseorang menghentikannya.
"JANGAN, PAH! Cukup, hentikan!" Ivana berlari menghampiri adiknya. Tangisnya pecah, tubuhnya gemetar melihat wajah Ivy yang memerah, terlihat bekas telapak tangan di pipi, dari hidung dan bibirnya, juga keluar darah.
"Besok, kita gugurkan anak itu!" Agung membuang nafas kasar lalu keluar.
yg jahat bapaknya ivy
sakit hati nya sampai kesini lo el