Karena dendam pada Seorang pria yang di yakini merebut wanita pujaannya sejak kecil, Alvino Maladeva akhirnya berencana membalas dendam pada pria itu melalui keluarga tersayang pria tersebut.
Syifana Mahendra, gadis lugu berusia delapan belas tahun yang memutuskan menerima pinangan kekasih yang baru saja di temui olehnya. Awalnya Syifana mengira laki-laki itu tulus mencintainya hingga setelah menikah dirinya justru mengetahui bahwa ia hanya di jadikan alat balas dendam oleh sang suami pada Kakak satu-satunya.
Lalu, apakah Syifana akan terus bertahan dengan rumah tangga yang berlandaskan Balas Dendam tersebut? Ataukah justru pergi melarikan diri dari kekejaman suaminya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma Azalia Miftahpoenya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bubur Ayam
Gevano terdiam menatap Syifana yang memang terlihat sangat menyukai laki-laki yang di tolongnya. Terbukti dari tatapan mata Syifana yang menatapnya dengan tatapan memuja.
"Gevan, kamu bawa apa? kok di jatuhin?" tanya Bude Nur lalu melangkah ke arah Gevano untuk mengambil kantong yang di jatuhkan oleh Gevano.
Di dalam kantong tersebut berisi beberapa bungkus bubur ayam untuk sarapan mereka. Sebenarnya Gevano adalah laki-laki baik yang sangat peka dengan keadaan sekitar. Dia berinisiatif membeli sarapan karena hari sudah pagi. Selain itu, dia juga merasa sangat kelaparan karena sejak semalam dia tidak sempat memakan apapun.
"Oh, Gevan beli bubur ayam." Bude Nur menata kembali bungkusan yang keluar dari kantong plastik yang di bawa oleh Gevano.
Gevano mengerjapkan matanya. "Eh, iya, Bude. Gavan laper, jadi beli bubur ayam buat sarapan kita."
Bude Nur mambawa bungkusan itu ke meja di dekat sofa yang ada di ruangan itu di ikuti oleh Gevano. Mereka duduk di sofa berdampingan. Tatapan Gevano masih saja membingkai kedua manusia yang sedang saling melempar senyuman.
"Syifa, sarapan dulu, Sayang," ajak Bude Nur kepada Syifana.
Syifana menoleh ke arah budenya yang sedang sibuk membuka bungkusan berwarna putih itu. "Itu apa, Bude?" tanya Syifa penasaran.
Gadis itu melangkah mendekati sang bude bersama Gevano di sofa. Setelah sampai di sana, Syifana mendudukkan dirinya di samping sang bude dengan mata mengamati makanan apa yang akan menjadi menu sarapan mereka.
"Kok cuma beli tiga?" tanya Syifana seraya memandang Gevano.
"Aku gak tau dia udah sadar. Lagi pula, dokter belum tentu membolehkan dia memakan makanan dari luar Rumah Sakit." Gevano mengambil satu bungkus lalu segera melahap bubur ayam itu.
Walaupun hatinya sedang sangat kecewa saat ini, tetapi Gevano tidak mau menunjukkan pada siapapun tentang perasaannya. Apa lagi di hadapan gadis yang di cintainya.
Gadis bernama lengkap Syifana Mahendra itu mengambil satu bungkus makanan lalu beranjak menuju ranjang Vino. Dia duduk di kursi lalu membuka bungkusan itu.
"Kamu mau juga, Bang Vino?" tanya Syifana ketika menyadari bahwa Vino menatapnya tanpa kedip.
Vino mengangguk dengan senyum tipis, laki-laki itu berusaha menyembunyikan rasa malu karena tertangkap basah menginginkan makanan orang lain dengan menggosok tengkuknya yang tidak gatal.
"Fana suapin, yah?" tawar Syifana begitu lembut.
"Boleh,"
Syifana menyendok bubur ayam yang ada di tangannya dengan sendok, lalu mengarahkan suapan ke mulut Vino yang terlihat sangat kelaparan juga.
"Terus nanti Fana makan apa?" tanya Vino ketika sadar gadis itu juga belum makan apapun.
"He-he, kita sebungkus berdua, Bang." Syifana memaksa Vino untuk membuka mulutnya.
Vino membuka mulutnya dan menerima suapan bubur dari gadis manis di hadapannya. Masih tetap memandang wajah gadis itu, Vino melahap suapan demi suapan hingga tandas. Bahkan Syifana sampai lupa untuk memakan bubur itu seperti niat awalnya agar bisa makan sebungkus berdua.
"Wah, Bang Vino kelaparan yah, sampai habis gini." Syifana menunjukkan bungkusan yang sudah kosong tanpa sisa.
Mendengar ucapan Syifana, Gevano menoleh menatap kedua manusia itu dengan hati mencelos. Rasa sakit mendera hatinya ketika melihat interaksi gadis pujaannya dengan orang lain yang begitu dekat. Selama ini, Syifa bahkan selalu menjaga jarak ketika mereka bertemu.
Bude Nur yang peka dengan perasaan Gevano yang juga terlihat menyukai keponakannya itu menatap Gevano sendu. Meski merasa kasihan kepada laki-laki itu, akan tetapi dirinya tidak berhak ikut campur masalah perasaan sang keponakan.
"Gak sadar mandang wajah cantik kamu kok tiba-tiba habis, Fana."
Rona merah muncul di kedua pipi gadis berusia 18 tahun itu. Sadar pipinya merah, Syifana menundukkan wajahnya guna menyembunyikan perasaan senangnya atas pujian Vino.
"Bude, Gevano hari ini kerja. Gak bisa nunggu kalian disini, gapapa yah. Nanti kalau kalian sudah mau pulang bisa kabari Gevan, pasti Gevan jemput." Gevano meletakkan bungkus bubur ayam yang masih banyak miliknya.
Selera makan Gevano seketika lenyap saat melihat Syifana begitu dekat dengan laki-laki lain. Demi menghindari rasa sakit itu, Gevano memutuskan untuk pergi dari tempat yang membuatnya terbakar cemburu.
Bude Nur melirik makanan Gevano yang belum habis, bahkan Bude Nur sangat yakin bahwa bubur itu hanya di mainkan Gevano tanpa menikmatinya sesuappun.
"Tadi katanya lapar, kenapa buburnya gak di habisin?" tanya Bude Nur kepada laki-laki yang sudah beranjak dari duduknya.
"Biarin aja, Bude. Gevan baru inget kalau udah kesiangan. Ini aja Gevan ga bisa pulang ke rumah dulu," ucap Gevano.
"Terus kamu ke kantor pakai baju ini?" Bude Nur keheranan karena Gevano hanya memakai kaos oblong dengan celana jeans berwarna hitam.
"Di mobil selalu ada baju ganti Gevan, Bude. Kalau Gevan keluar kota jadi enggak susah," ujar Gevano menjelaskan.
"Oh," jawab Bude Nur hanya ber-oh ria dengan kepala mengangguk beberapa kali.
"Gevan berangkat dulu, Bude." Gevano mencium punggung tangan wanita paruh baya itu untuk berpamitan.
"Hati-hati, Gevan. Makasih juga udah bantuin kita,"
Gevano hanya mengangguk lalu berjalan menuju pintu, saat dia membuka pintu, Syifana baru sadar jika laki-laki itu akan pergi dari ruangan besar itu.
"Vano mau kemana?" tanya Syifana ketika Gevano sudah akan melangkah keluar, membuat Gevano menghentikan langkah.
Laki-laki yang sudah sejak lama memendam rasa kepada Syifana itu memejamkan matanya sebentar, berusaha menguasai dirinya dari rasa sakit yang bersarang di hati terdalamnya. Gevano menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan. Setelah itu dia membalikkan tubuhnya menghadap gadis pujannya, penyebab rasa sakit di hatinya saat ini.
"Gue mau ke kantor, Syif," ucap Gevano singkat.
"Oh, yaudah hati-hati."
Kini Gevano membuka pintu ruangan itu kembali, melangkahkan kakinya keluar dari tempat kejadian perkara yang membuat hatinya hancur menjadi kepingan kecil.
"Ternyata responmu hanya seperti itu, Syif?" rutuk Gevano miris.
Laki-laki itu terus berjalan keluar dari gedung Rumah Sakit menuju parkiran mobil. Begitu masuk ke dalam mobilnya, Gevano memandang sendu sebuah goodybag kecil yang ia simpan di dasbor mobilnya.
"Harusnya aku mengungkapkan perasaanku sejak lama, Syif. Kenapa aku begitu pengecutnya untuk memintamu menjadi belahan hatiku?"
Gevano mengambil setelan baju kerjanya, lalu kembali keluar dari mobil untuk membersihkan diri dan mengganti bajunya di toilet Rumah Sakit. Tidak mungkin jika dia berangkat ke kantor dengan keadaan berantakan seperti ini.
Beberapa menit kemudian Gevano keluar dari toilet sudah dalam keadaan segar dan rapi. Laki-laki berumur 20 tahun itu memakai setelan kerja berwarna biru navy dengan celana kulot berwarna hitam. Di tangan kirinya dia menyelempangkan jas kerjanya.
Saat berjalan menuju mobilnya lagi, tanpa sengaja ia melihat seseorang yang seperti tidak asing untuknya. Sosok laki-laki berbadan tegap dengan tinggi sekitar 190 cm. Seingatnya, laki-laki itu adalah teman dari sepupunya yang hingga kini tidak ada kabarnya.
Bersambung...
Thanks For Reading...
_Nurmahalicious_