Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 - Tuduhan Palsu
"Kamu membunuhnya, hah? Kamu pembunuh! Kamu telah melenyapkannya, sialan!" Lagi-lagi suara itu yang berucap dan langsung menuduh Naqeela.
"Bukan! Aku bukan pembunuh. Aku tidak melakukan apapun padanya," jawab Naqeela menggelengkan kepalanya, dia menegaskan jika bukan dirinya yang sudah membunuh. Namun mereka yang ada di sana tidak mudah percaya.
"Halah, jangan bohong kamu! Kalau kamu tidak melakukannya kenapa ada kamu disini, hah?" Seorang pria menarik tangan Naqeela sampai gadis itu berdiri.
"Sumpah demi apapun bukan aku pelakunya, Pak. Aku tidak melakukan apapun. Tolong percaya sama aku." Kepanikan semakin mendominasi, Naqeela takut jika tuduhan itu mengakibatkan dirinya dalam masalah besar.
"Lebih baik kita bawa dia ke kantor polisi saja, Pak. Sudah jelas-jelas hanya dia yang berada di sini dan itu artinya wanita ini yang sudah membunuhnya," ucap pria berpakaian tinggi dengan wajah cukup menyeramkan. Dia memprovokasi para warga yang ada di sana untuk membawa Naqeela pergi.
"Jangan! Jangan bawa aku ke kantor polisi, Pak. Aku tidak melakukan apapun padanya, tadi dia itu ..."
"Lintang!" Dan datang lagi satu pria yang duduk di kursi roda bersama satu perempuan cukup dewasa datang ke sana. Keduanya sama-sama terkejut melihat calon anggota keluarganya tak sadarkan diri.
"Mah, Lintang, Mah! Dia ..." Pria yang berada di kursi roda berkaca-kaca kala matanya menatap sang pujaan hati mati mengenaskan.
"Brengsek! Siapa yang telah melakukan ini pada calon istriku, hah?" Sentaknya menggema. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat, sorot matanya merah marah.
"Pak, kami menemukan perempuan ini di sini," ucap salah satu warga yang sedang mencekal tangan Naqeela supaya tidak kabur.
"Tidak! Bukan aku yang melakukannya! Bukan aku, kalian semua salah paham."
"Kamu!" Pria itu membentak Naqeela.
"Kamu harus bertanggungjawab atas kematian calon istriku! Kamu harus mendapatkan hukuman!" Kemarahan terpancar jelas dari sorot mata pria yang sedang duduk di kursi roda.
Rasa keterkejutannya membuat dia marah tidak terkendali dan hendak berdiri, namun karena ia sedang dalam keadaan tak berdaya membuatnya makin marah tak bisa berbuat apapun selain duduk di kursi roda.
Padahal dua Minggu lagi merek akan menikah, bahkan sudah merencanakan bulan madu ke beberapa tempat. Namun semua itu sirnalah sudah kala tubuh calon istrinya terbaring lemah tidak sadarkan diri di lantai dengan tubuh terluka.
Hatinya sakit, amarahnya muncul, rasa marah pada diri sendiri lebih mendominasi dikarenakan merasa tidak bisa menjaga calon istrinya dengan baik. Rencana indah pun tinggal rencana di kala sang mempelai wanita tiada.
Naqeela tiada hentinya membela diri, dia tidak mungkin menyerahkan diri ataupun menerima hukuman yang tidak pernah dia lakukan. Kedatangannya hanya untuk menyelamatkan tapi malah menjadi tahanan.
"Sudah aku bilang bukan aku pelakunya. Kalian semua salah paham, kalian semua tidak berhak menghukum aku seperti ini." Tidak pernah di bayangkan oleh Naqeela akan mendapatkan sebuah hadiah luar biasa. Bisa terbilang hal yang paling tidak pernah Naqeela bayangkan sebelumnya. Niat hati ingin menolong malah di todong.
Tetes air mata pun mulai membasahi wajah cantiknya, rasa panik dan gelisah pun terus merasuk kedalam pikiran dan jiwanya. Banyak hal yang Naqeela pikirkan jika hal tidak diinginkan itu terjadi. Bagaimana dengan pekerjaannya? Bagaimana dengan orangtuanya? Bagaimana dengan masa depannya yang juga akan segera di lamar oleh sang pujaan hati? Bagaimana pula kehidupannya yang akan dia jalani di masa yang akan datang? Mengingat hal itu semua, ia tidak bisa membayangkannya.
"Jangan banyak mengelak! Jelas-jelas buktinya ada. Kamu sudah masuk ke dalam ruang calon menantuku dan kamu sudah menghabisi dia begitu keji. Dasar manusia tidak beradab!" Wanita yang tadi mendorong kursi roda putranya pun marah semarah putranya.
"Betul, kalau tidak mengaku juga kita bawa saja dia ke kantor polisi!"
"Jangan! Jangan bawa aku ke kantor polisi!" Naqeela memberontak terhadap aksi orang-orang yang terus menarik tangan dirinya. Sebisa mungkin dia mencoba melawan demi melindungi dirinya sendiri. Namun tenaga yang ia miliki tidak sekuat beberapa orang yang menyeretnya sehingga ia tak berdaya ikut terseret.
Tidak ada yang peduli dengan jerit tangisan Naqeela. Semua orang seakan tidak memiliki hati nurani di kala dua orang menyeret paksa tangan Naqeela memasuki mobil.
Tubuh pria yang di sebut sebagai calon suaminya gemetar tat kala matanya menatap wajah calon wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya.
"Lintang, tidak akan pernah aku biarkan dia hidup dengan tenang. Akan aku balas setiap perbuatannya padamu dan akan aku pastikan dia di hukum sesuai yang terjadi pada dirimu." Meskipun dia seorang pria, tapi matanya tidak bisa menahan tangis. Bukan karena cengeng, melainkan karena memang rasa sakit dan rasa sedihnya sangat luar biasa dia rasakan. Kehilangan sosok yang paling dia sayangi dalam hidupnya adalah hal yang tidak ingin dia alami lagi. Namun kini dia harus menyaksikan sang pujaan hati tiada karena orang yang tidak di kenalnya.
"Narendra, kamu harus kuat, Nak. Kita harus berikan hukuman untuk dia demi menjunjung tinggi keadilan bagi Lintang. Jangan biarkan perempuan itu dan keluarganya hidup dengan tenang, kamu harus segera menghukumnya," tutur perempuan yang di sebut mama oleh Narendra.
Sorot mata elang itu memancarkan kemarahan bak ingin menerkam mangsa. "Mama benar, akan aku pastikan dia dan keluarganya hidup sengsara."
*****
Brak!
Gebrakan meja mengagetkan Inara. Duduk diantara dua orang polisi yang sedang mengintrogasinya membuat Naqeela ketakutan tiada tara. Untuk pertama kalinya dia berhadapan dengan polisi, untuk pertama kalinya pula dia di mintai keterangan yang tidak pernah dia lakukan.
Di bawah cahaya lampu gantung yang ada di tengah-tengah, terdapat satu meja dan satu kursi yang saat ini Naqeela duduki. Ruangan cukup gelap menambah kesan horor bagi seorang Naqeela Aurora. Tak luput juga tatapan tajam dari dua orang anggota kepolisian membuat Naqeela gugup, takut, dan juga sulit sekali menahan tangisannya.
Matanya terpejam, isak tangisnya menggema memenuhi ruangan introgasi. Ingin rasanya dia pulang dan berlindung pada orangtuanya, sayangnya tidak semudah itu dia bisa pulang sebelum semuanya selesai.
"Cepat katakan apa yang kamu lakukan di dalam sana!" Sosok pria berseragam polisi tiada hentinya menanyakan kejadian di rumah korban.
"A-aku ha-hanya lewat saja, Pak. Aku tidak melakukan apapun pada wanita itu, dia dalam bahaya jadinya aku masuk." Lagi-lagi jawaban yang sama yang Inara berikan ketika pertanyaan terus di ulang lagi. Dia mengatakan yang sejujurnya, namun polisi dan polwan itu tidak mudah mempercayainya.
"Kalau hanya lewat saja kenapa kamu bisa berada di dekat korban? Apa kamu seorang perampok?"