Bara tak menyangka bahwa ią menghabiskan malam penuh gelora dengan Alina, yang ternyata adalah adik kandung dari musuhnya di zaman kuliah.
"Siaap yang menghamili mu?" Tanya Adrian, sang kakak dengan mulai mengetatkan rahangnya tanda ia marah.
"Aku tidak tahu, tapi orang itu teman kak Adrian."
"Dia bukan temanku, tapi musuhku." cetus Adrian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih Segel
Pagi itu Alina bangun pagi untuk menyiapkan sarapan untuk kakaknya Adrian. Usia Alina dan Adrian cukuh jauh yaitu terpaut 5 tahunan. Saat ini adrian bekerja di salah satu perusahaan besar.
Kedua orang tua mereka telah meninggal dalam sebuah kecelakaan 2 tahun yang lalu. Untungnya saat itu Adrian sudah bekerja, sehingga ia bisa menghidupi adiknya dan juga dirinya.
Dan untungnya pula kedua orang tua Alina dan Adrian meninggalkan banyak uang untuk biaya sekolah Alina yang saat itu masih duduk di bangku SMA di kelas 2. Kedua orang tua mereka juga meninggalkan cukup besar polis asuransi, sehingga memperingan biaya hidup kakak adek itu.
Hari ini Alina sedang sibuk mengoleskan roti tawar dengan selai coklat dan keju kesukaan kakaknya, Adrian datang dengan jas yang telah ia taruh ada bahu kanannya. melihat susu rasa vanila yang telah tersaji di atas meja akhirnya adrian langsung menyambar gelas bening itu dan meneguknya hingga separuh.
"Kak di makan dulu rotinya, dan ini bekal buat makan siang kakak."
Alina menyerahkan rantang biru yang telah penuh masakan hasil karyanya tadi pagi. Dan Adrian menaruhnya di samping ia duduk.
"Terima kasih, lebih baik kamu tidak tiap hari menyiapkan makanan untuk kakak. Biar nanti aku jajan di kantin kantor saja."
''memangnya kenapa kak? lagian makanan di kantin juga belum tentu sehat.''
Adrian mendekati adiknya dan mengacak rambut alina, membuat gadis itu merengut
''Kakak cuma gak mau kamu lelah saja."
"Aku tidak capek kak'' Sela Alina yang begitu memerhatikan kakaknya.
Bagi Alina kakaknya adalah prioritas utamanya setelah ia di tinggalkan kedua orang tuanya. Terlebih Adrian juga begtu menyayangi dan mengutamakan kebutuhan Alina. sang kakak juga begitu memanjakannya.
"Tapi besok cari pembantu saja, supaya kamu tidak lelah."
"Iya kak, nanti aku cari ya. Sudah kak Adrian makan yang banyak."
"Good girl, oh iya gimana kuliah kamu? Lancar?"
"Lancar kak." Jawa Alina sembari menikmati roti olesan buatannya.
"Oiya maaf kemaren kakak ke luar kota gak bilang kamu, soalnya mendadak banget."
"Gak apa kak, Alina tahu kak Adrian sibuk."
"Tapi kamu dirumah aman-aman saja kan?"
"Baik koq kak, aman-aman saja." Jawab Alina gugup.
Pasalnya Alina baru pulang pagi setelah semalam ia menghabiskan malam panasnya bersama orang yang tidak ia kenal.
Ada penyesalan kenapa ia begitu bodoh hanya karena Bram yang telah mengkhianati cintanya.
"Hubunganmu dengan Bram gimana? Kenapa sudah lama kakak tidak melihat pacar kamu itu kesini?"
Uhuk uhuk uhuk
Pertanyaan Adrian tentu saja membuat Alina yang sedang menikmati jadi tersedak, Adirian pun mengambil susu untuk untuk adiknya.
"Minum dulu, nih.....!!"
"Thanks kak"
Adrian pun bahkan menepuk pelan tengkuk sang adik. "Udah baikan?"
"Sudah lebih baik kak"
"Kamu ini seperti ada yang di pikirkan. Kalian tidak sedang bertengkar bukan?"
Wajah Alina langsung berubah, ia makin pucat saat ditanya hubungannya dengan Brams yang Kini telah menikahi Naura, temannya.
Adrian sangat mengenali Brams sebagai kekasih adiknya, pacar Alina kerap datang ke rumah untuk menjemput kuliah bahkan jika malam Minggu Brams pasti bertandang ke rumah Alina.
Dan Adrian yang melihat kesopanan dari Brams pun akhirnya luluh dan merestui adiknya berpacaran dengan kakak tingkatnya.
Terlebih setiap diajak berbicara Brams selalu nyambung. Brams pria yang cukup pandai, Andrian tahu itu. Terlebih Alina juga kerap memuji kekasihnya kala itu, yang memang pintar dengan IPK diatas 3,5.
"Ekmh aku dan kak Bram baik-baik saja kak." Bohong Alina yang tidak ingin kakaknya lebih banyak bertanya.
"Begitu, lalu kenapa tidak menjemputmu?"
Gleg
Dengan susah payah Alina menelan ludahnya, ia juga kesusahan untuk menjawab pertanyaan kakaknya.
Tidak mungkin kan Alina harus mengatakan bahwa Brams sudah tidak mungkin menjemput dirinya, paska Alina mengetahui pernikahan diam-diam yang dilakukan oleh Bram karena menghamili cewek lain.
"Kak Bram sibuk"
Hanya itu yang bisa Alina ucapkan, ia pun mengatakannya sembari mencoba meneruskan makan paginya. Dengan terpaksa ia memasukan roti oles yang kini terasa hambar di mulutnya.
"Owgh, mungkin sibuk dengan kegiatannya ya. Ya sudah kamu kak Adrian antar saja."
"Iya kak"
"Habiskan makananmu, kakak mau ambil tas dulu."
"Baik kak"
Helaian nafas kelegaan pun kini terdengar jelas di ruang makan itu, saat Adrian telah menaiki anak tangga untuk mengambil tas kerjanya.
"Maafkan Alina kak, aku belum bisa cerita masalahku." Batin Alina.
Sesampainya dikampus setelah Alina diturunkan tepat di depan halaman kampus, Alina langsung ditarik oleh nova, temannya.
"Alina Lo tau gak dari kemaren gue cemasin Lo."
"Mhh.."
"Lo marah ya sama gue? Maaf ya kemaren gue gak bisa bawa Lo ke rumah karena orang tua gue lagi ada di rumah."
Dan lagi Alina tidak menjawab, ia memilih berjalan cepat untuk menuju ke kelasnya, Nora yang tidak paham kemarahan temannya itu terpaksa mengejar Alina, mengikutinya.
"Gara-gara kamu, aku sudah tidak suci lagi." Ungkap Alina yang kini ia tidak bisa menahan air matanya.
"Tidak suci? Apa maksud ucapanmu?" Tanya Nara yang masih belum paham.
Alina duduk terpaku di sudut ruangan, tubuhnya gemetar seakan ingin menghilang. Nova, temannya yang selama ini menjadi tempat curhatnya, berjongkok di hadapannya dengan mata berkaca-kaca. Dengan suara parau, Alina mulai menceritakan pengalaman mengerikannya.
"Saat aku hendak keluar dari kamar, tiba-tiba... tiba-tiba ada tangan yang menarik ku kembali ke dalam," katanya sambil suaranya tercekat. Nova, mendengarkan dengan napas tertahan, matanya terbuka lebar menatap Alina yang sekarat secara emosional.
Alina melanjutkan, "Dia... dia bukan siapa-siapa yang kukenal, Nova. Laki-laki itu, dengan kebiadabannya, memaksaku..." kata-katanya terputus oleh isak tangis. Cairan bening terus mengalir deras dari sudut matanya, menunjukkan rasa sakit yang mendalam yang ia alami.
Nova merasa hatinya hancur mendengar pengakuan sahabatnya. Dia segera merangkul Alina, mencoba memberikan sedikit kenyamanan yang bisa ia tawarkan. "Aku di sini, kamu tidak sendirian," bisik Nova sambil mengusap air mata yang terus mengalir di pipi Alina.
Di tengah pelukan itu, Alina terisak, menumpahkan semua ketakutan dan rasa sakit yang telah lama dipendamnya. Di sisi lain, Nova berjanji dalam hati akan selalu ada untuk melindungi dan mendukung Alina, tidak peduli apa pun yang terjadi.
Nova tak menyangka maksudnya membawa Alina ke hotel untuk keamanannya malah berakhir petaka.
"Maafkan aku Alina. Sungguh aku tidak ada niat untuk itu, maaf!!" Mohon Nova yang begitu frustasi juga melihat nasib buruk temannya itu.
Sudah di khianati pacarnya, dengan menikahi gadis lain karena hamil. Kini Alina malah di nod41 pria lain. Apalagi pria yang menyentuh dan merenggut kesuciannya tidak Alina kenal sama sekali.
Kini hanya ada penyesalan, baik Alina yang saat itu frustasi malah datang ke tempat laknat. Parahnya lagi ia banyak minum alkohol dan berakhir mabuk.
##
Bara terbangun dalam keadaan polos, hanya ditutupi oleh selimut tipis yang nyaris tak mampu menyembunyikan apa pun. Kamar itu kecil dan sesak, dengan dinding yang dipenuhi dengan retakan dan cat yang mengelupas.
Di sudut kamar, sebuah lampu meja berpendar redup, menyisakan bayangan-bayangan samar pada wajah wanita yang semalam berbagi kehangatan dengannya.
Bara membayangkan semalam ia sampai kesulitan menyatukan milknya, Rasanya begitu berbeda dengan lawan-lawan main nya dulu, ini begitu sempit.
"Tunggu, sempit....?? Akh aku ingat saat aku menyentuhnya dia masih bersegel."
Bara pun menoleh pada ranjang yang semalam ia jadikan ajang bergelung kenikmatan. Bara sungguh terkejut melihat noda bercak yang akan mengering.
Noda kesucian yang semalam ia renggut, ini sungguh pengalaman cintanya mendapatkan gadis yang original.
Bara tersenyum saat itu juga, karena penasaran ia pun langsung mengambil ponselnya dan menghubungi temannya.
"Lo dah bangun?" Tanya pria diseberang sana.
"Iya, gue mau tanya sama Lo..." Ucap Bara.
"Iya ada apa?"
"Semalam Lo cariin gue cewek hot banget, masih ORI lagi. Dapat di mana sih? Siapa namanya?" Cecar Bara penasaran.
"Lo gila ya? Kan gue semalam dah kirim pesan kalo orangnya batalin transaksi."
"Haaah apa?" Terkejut Bara.
Tut.....
Tut......
Tut.......
Tiba-tiba telepon terputus karena koneksi jaringan yang buruk, padahal ia belum selesai bercerita dan menanyakan banyak pada temannya itu.
Pria tampan itu kian penasaran, ia sampai mengusap wajahnya berulang kali karena penasaran akut.
Bara lalu duduk termenung di tepi jendela kamar hotel, alisnya mengerut mendalam, matanya menatap ke luar tanpa benar-benar melihat apa pun. Pikirannya melayang ke kejadian semalam yang meninggalkan kesan mendalam tetapi juga kebingungan yang tidak terpecahkan.
Teleponnya berdering kembali, memecah keheningan ruangan. Dengan sigap Bara menekan tombol hijau.
"Hey bro, maaf tadi keputus telponnya. Oh iya Lo main sama siapa?" suara Rasya terdengar di ujung sana, penuh rasa ingin tahu.
"Mana gue tau, yang pasti semalam gue puas. Rasanya pengen lagi," jawab Bara dengan nada yang seolah ia begitu puas.
"Gila Lo, orangnya yang mana aja gak tahu," Rasya balas dengan nada geram, tidak percaya bahwa sahabatnya itu bisa seceroboh itu.
Bara hanya bisa menghela napas, menutup telepon tanpa banyak kata lagi. Ia tahu, ia harus berusaha mencari tahu identitas gadis yang semalam melakukan one night stand dengannya.
Di kepala Bara, berbagai skenario dan kemungkinan berkecamuk, menciptakan labirin pemikiran yang semakin membuatnya penasaran namun juga frustrasi. Seiring malam bergulir, ia tahu bahwa ini akan menjadi awal dari pencarian yang mungkin akan mengubah banyak hal dalam hidupnya.