Alya, gadis kelas 12 yang hidup sederhana, terkejut saat mengetahui ayahnya terlilit hutang besar pada Arka Darendra — CEO muda paling berpengaruh di kota itu.
Saat debt collector hampir menyeret ayahnya ke polisi, Arka datang dengan satu kalimat dingin:
“Aku lunasi semuanya. Dengan satu syarat. Putrimu menjadi istriku.”
Alya menolak, menangis, berteriak—tapi ayahnya memaksa demi keselamatan mereka.
Alya akhirnya menikah secara diam-diam, tanpa pesta, tanpa cinta.
Arka menganggapnya “milik” sekaligus “pembayaran”.
Di sekolah, Alya menyembunyikan status istri CEO dari teman-temannya.
Di rumah, Arka perlahan menunjukkan sisi lain: posesif, protektif, dan… berbahaya.
Mereka tinggal seatap, tidur sekamar, dan gairah perlahan muncul—walau dibangun oleh luka.
Konflik berubah ketika masa lalu Arka muncul: mantan tunangan, dunia bisnis yang penuh ancaman, dan rahasia gelap kenapa ia sangat tertarik pada Alya sejak awal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Ketika Sekolah Tahu
Minggu kedua setelah Alya mengetahui kebenaran tentang obsesi Arka, ia menjalani kehidupan ganda yang melelahkan. Di villa, ia adalah Istri Kecil CEO yang harus berjalan anggun dan berbicara stabil, hasil dari pelatihan grooming Arka yang intens. Di sekolah, ia berusaha keras untuk menjadi Alya yang sama—siswa cerdas, pendiam, dan fokus pada pelajaran.
Namun, ia tidak bisa mengelak bahwa dirinya telah berubah. Lensa kontak menggantikan kacamata, posturnya lebih tegak, dan pakaiannya, meskipun seragam, terasa lebih rapi. Perubahan halus ini menarik perhatian, tetapi Alya yakin ia masih bisa menjaga rahasia.
Pukul 13.00, saat jam makan siang. Alya sedang duduk bersama Luna di kantin, membahas proposal OSIS. Tiba-tiba, suasana di kantin terasa berbeda. Bisikan yang biasanya terpisah-pisah kini menyatu menjadi dengungan yang terfokus, dan ratusan mata tertuju pada Alya.
Luna menatap ponselnya, matanya melebar karena terkejut.
“Alya, k-kau harus lihat ini,” bisik Luna, suaranya tercekat. Ia memutar ponselnya ke arah Alya.
Di layar, ada sebuah foto. Foto Alya.
Foto itu diambil pada pagi hari, saat Alya masuk ke mobil Arka. Kualitasnya sangat jelas. Alya terlihat elegan dalam seragamnya, tetapi yang menarik perhatian adalah mobil sedan hitam mewah yang tidak lazim parkir di dekat gerbang sekolah, dan seorang pria berjas (yang wajahnya samar tetapi jelas terlihat berwibadi) sedang menutup pintu di belakang Alya.
Di bawah foto itu, ada caption yang ditulis oleh akun gosip sekolah yang tidak dikenal:
[BREAKING] Siapa gadis ini? Siswi SMA X dipergoki masuk mobil CEO Darendra Group? Apakah ini pacar baru Tuan AD yang terkenal dingin? Atau… jangan-jangan, dia adalah simpanan baru untuk melunasi hutang keluarga? Gosipnya, dia selalu dijemput mobil mewah, tapi baru hari ini tertangkap kamera!
Kepala Alya terasa kosong. Seluruh darah seolah mengalir dari wajahnya. Jantungnya berdebar kencang, memukuli tulang rusuknya. Ketakutan akan Arka, ketakutan akan ayahnya, dan ketakutan akan sekolah, semuanya memuncak dalam satu momen.
“Ini… ini tidak mungkin,” bisik Alya, tangannya gemetar.
Luna berusaha menenangkan. “Tenang, Alya. Mungkin mereka salah orang. Tapi… itu memang mobil yang menjemputmu setiap hari. Siapa pria itu? Kenapa kau tidak pernah bilang kau kenal CEO Darendra Group?”
Alya tidak bisa menjawab. Dia harus segera pulang, mengunci diri di kamar, dan memikirkan langkah selanjutnya.
Tiba-tiba, sebuah bayangan menghalangi cahaya di meja mereka. Deo berdiri di sana, wajahnya keras dan matanya memancarkan kemarahan yang membara.
“Alya, kita harus bicara. Sekarang,” tuntut Deo, suaranya rendah dan tegang.
Alya berdiri, berusaha mengendalikan dirinya sesuai pelatihan Arka, tetapi gagal. “Deo, aku tidak punya waktu. Aku harus pergi.”
Deo meraih lengan Alya, cengkeramannya kuat. “Jangan lari. Semua orang melihat. Siapa pria itu? Kau bilang dia adalah Pamanmu! Kau bilang kau pindah karena masalah keluarga, tapi kau malah bersama CEO gila itu?”
“Dia memang pamanku, Deo! Dia… dia suami dari bibiku! Dia hanya menjemputku karena paman kandungku sedang sakit!” Alya berbohong, memuntahkan alasan yang tidak masuk akal.
Kemarahan Deo semakin menjadi-jadi. “Berhenti berbohong, Alya! Kami bukan anak kecil! Semua orang di sekolah tahu siapa Arka Darendra. Dia tunangan Tanaya dari Group Wijaya! Dia terkenal dingin dan tidak pernah berurusan dengan remaja. Dan kau, kau menghilang dari hidup kami, dan sekarang kau muncul dengan berlian dan mobil mewah? Apa yang kau sembunyikan?”
Alya panik. Air mata sudah di ujung matanya. Ia tidak bisa menjelaskan kebenaran: bahwa dia telah dipaksa menikah, bahwa dia adalah tawanan obsesi, dan bahwa pria itu bukan hanya bos, tetapi pemiliknya.
“Deo, ini rumit. Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang,” Alya memohon.
“Rumit? Atau kau malu? Katakan saja kau butuh uang, Alya! Aku bisa mengerti. Tapi jangan bilang itu Pamanmu! Kau menyakiti kami yang peduli padamu!” kata Deo, suaranya mengandung rasa sakit yang mendalam.
Saat ketegangan memuncak, tiba-tiba terdengar teriakan dari gerbang depan sekolah.
“YA TUHAN! ITU ARKA DARENDRA!”
“MOBIL MEWAH BANGET! DIA BENAR-BENAR DATANG KE SINI!”
Alya merasakan semua darah mengering di tubuhnya. Dia tahu itu. Arka pasti sudah menerima laporan tentang foto viral itu. Dan seperti yang ia duga, Arka tidak akan hanya menelepon. Dia akan datang, dan dia akan mengklaimnya.
Gerbang sekolah, yang biasanya dijaga ketat, kini terbuka. Sebuah konvoi mobil hitam mewah, dengan mobil utama Rolls-Royce Phantom, perlahan memasuki halaman sekolah, melanggar semua aturan sekolah. Suara mesin yang rendah dan berat, serta kehadiran dua pengawal besar yang berjalan di depan dan di samping mobil, menciptakan suasana kehebohan yang belum pernah terjadi.
Semua siswa yang berkumpul di kantin dan lapangan kini berlari ke arah gerbang, berbisik dan memotret. Kerumunan terbentuk dalam hitungan detik.
Arka Darendra turun dari mobil. Dia mengenakan setelan jas abu-abu tua yang dibuat khusus, tampak sempurna dan menakutkan. Posturnya tegak, matanya dingin, memancarkan aura kekuasaan yang bisa membuat gunung bergetar. Dia tidak melihat ke kiri atau ke kanan; tatapannya hanya lurus ke depan, mencari Alya.
Arka berjalan menembus kerumunan siswa. Mereka mundur, membuka jalan di hadapannya seperti air yang terbelah. Dia adalah perwujudan kegelapan dan otoritas di tengah seragam putih abu-abu yang polos.
Arka melihat Alya yang masih berdiri kaku di dekat kantin, dan Deo yang masih mencengkeram lengannya.
Ekspresi Arka berubah. Matanya menyipit menjadi garis berbahaya saat melihat sentuhan Deo pada Alya.
Arka berjalan cepat. Dia mengabaikan Kepala Sekolah yang panik dan berlari mendekatinya. Dia mengabaikan semua kamera ponsel yang diarahkan padanya. Fokusnya hanya Alya.
Tiba di hadapan mereka, Arka tidak bicara. Dia hanya berdiri, tingginya menjulang di atas Deo dan Alya.
Deo, meskipun marah, merasa gentar di hadapan kekuatan fisik dan aura Arka. Dia melepaskan lengan Alya.
Arka meraih pergelangan tangan Alya dengan cengkeraman baja, menarik Alya dari hadapan Deo.
“Nyonya Darendra, kau terlambat,” suara Arka bergemuruh, dingin dan jelas, terdengar oleh semua orang yang kini terdiam ketakutan.
Deo maju selangkah, amarahnya mengatasi rasa takutnya. “Tunggu! Siapa Anda? Dia adalah Alya, teman sekelas kami. Lepaskan dia!”
Arka menoleh. Tatapannya pada Deo begitu dingin dan menghina, seolah Deo adalah debu di sepatunya.
“Aku Arka Darendra. Dan dia adalah istriku,” kata Arka, mengucapkan kata itu dengan penekanan yang mutlak.
Pengakuan itu menghantam sekolah seperti bom. Semua orang terdiam. Siswi kelas sepuluh, anak kecil yang baru beberapa bulan menikah… dengan CEO Darendra Group.
Arka menarik Alya dengan paksa ke sampingnya, memeluk bahu Alya dengan erat. Alya, yang kini sepenuhnya pasrah dan ketakutan, hanya bisa gemetar.
Arka menoleh ke kerumunan siswa dan guru, suaranya ditinggikan, jelas, dan penuh ancaman.
“Mulai sekarang, semua orang harus tahu,” kata Arka, mengklaim Alya di hadapan seluruh sekolah. “Dia bukan lagi siswa biasa. Dia adalah Nyonya Darendra. Jika aku melihat satu lagi foto yang tersebar, atau mendengar satu lagi gosip, aku pastikan sekolah ini akan ditutup karena pelanggaran privasi. Paham?”
Ancaman itu benar-benar menakutkan. Arka tidak hanya mengklaim Alya, tetapi ia juga menunjukkan kekuasaannya untuk menghancurkan institusi yang mencoba mengganggunya.
Arka tidak menunggu jawaban. Dia memutar tubuh Alya dan menariknya menuju mobil mewahnya.
Alya melirik ke belakang, melihat Deo berdiri kaku, wajahnya pucat karena pengakuan dan rasa malu. Dia melihat Luna terisak, tidak mengerti apa yang baru saja terjadi.
Saat Arka dan Alya mencapai mobil, dia menghentikan langkah.
Arka menatap Alya, matanya penuh amarah.
“Masuk ke mobil, Alya. Kau akan membayar mahal untuk pelanggaran ini. Kau baru saja membahayakan dirimu sendiri,” desis Arka, sebelum mendorong Alya masuk ke kursi penumpang.
Pintu tertutup. Mobil mewah itu melaju perlahan, meninggalkan sekolah dalam kekacauan dan keheningan yang mencekam. Arka tidak hanya menjemput istrinya; ia datang untuk menegaskan kekuasaannya, mengklaim Alya di depan umum dengan cara yang paling dramatis.