NovelToon NovelToon
Tunangan Palsu Sang CEO Dan Pewaris Tersembunyi

Tunangan Palsu Sang CEO Dan Pewaris Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Nikahmuda / Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak
Popularitas:471
Nilai: 5
Nama Author: ᴛʜᴇ ꜱᴀᴅɪᴇ

CEO dingin Ardan Hidayat harus bertunangan dalam tiga bulan demi warisan. Ia memilih Risa Dewi, gadis keras kepala yang baru saja menghancurkan kuenya, untuk kontrak pertunangan palsu tanpa cinta. Tapi saat mereka hidup bersama, rahasia keluarga Risa sebagai Pewaris Tersembunyi keluarga rival mulai terkuak. Bisakah kepura-puraan mereka menjadi kenyataan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ᴛʜᴇ ꜱᴀᴅɪᴇ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pindah ke Zona Berbahaya

Keputusan Ardan untuk pindah ke apartemen pribadi terasa seperti lemparan dadu yang nekat. Bagi Risa, itu adalah langkah langsung menuju zona berbahaya emosional. Setelah ciuman yang tidak disengaja itu, tinggal di bawah satu atap, tanpa sepasukan pelayan sebagai penyangga, terasa sangat mengancam bagi batas-batas kontrak mereka.

Keesokan harinya, Ardan membawa Risa ke apartemen penthouse pribadinya di kawasan elit yang berbeda dari mansion utama. Apartemen itu mewah, modern, dan didominasi oleh kaca, menawarkan pemandangan kota 360 derajat. Namun, yang paling mencolok adalah suasananya yang intim dan minim staf. Hanya ada satu kepala pelayan dan seorang juru masak, yang keduanya telah menandatangani perjanjian kerahasiaan yang ketat.

Saat Risa menjelajahi ruangan, Ardan berdiri di ruang tamu, memperhatikan.

"Ini adalah ruang kerja, ruang makan, dan kamar tidur," jelas Ardan, menunjuk ke tiga area terpisah. "Kita akan menghabiskan hampir seluruh waktu kita di sini. Jendela ini berlapis baja dan kedap suara. Tidak ada yang bisa melihat atau mendengar apa yang kita lakukan."

Risa menelan ludah. "Dan kamar tidurnya?"

"Hanya ada dua. Satu untukku, satu untukmu," jawab Ardan, nadanya kaku. "Tapi, kita harus bersiap. Media akan segera menemukan lokasi kita. Kita harus sering terlihat keluar bersama, berbelanja, atau makan malam. Kita harus menciptakan kesan sepasang kekasih yang baru menemukan privasi."

Selama beberapa hari berikutnya, Risa menjalani pelatihan intensif yang berbeda. Ia tidak lagi belajar cara memegang garpu, tetapi cara berakting.

"Genggam tanganku seperti ini, Risa," Ardan memerintahkan di depan cermin, mengoreksi posisi jari Risa yang mengait di tangannya. "Lebih santai. Lebih intim. Kau tidak sedang memegang pegangan tangan, kau sedang memegang kekasihmu."

Mereka berlatih skenario: cara merangkul yang terlihat natural, cara menatap mata yang penuh kasih sayang, dan yang paling sulit, cara berbagi tempat tidur yang sama dalam sesi foto tanpa terasa dipaksakan.

Di satu sesi latihan, Ardan harus memeluk Risa dari belakang, seolah-olah mereka sedang menonton matahari terbenam. Kehangatan dada Ardan di punggungnya, lengan kokohnya melingkari pinggangnya—semua itu terasa terlalu nyata.

"Tanganmu kaku," bisik Ardan, suaranya rendah di telinga Risa. "Kau tidak rileks."

"Bagaimana saya bisa rileks? Anda berada satu inci di belakang saya, Ardan," balas Risa, napasnya sedikit terengah-engah.

Ardan menarik napas, dan Risa bisa merasakan napasnya menyentuh kulit lehernya. "Bayangkan saja aku bukan aku. Bayangkan aku adalah pria yang kau cintai."

Tapi Anda memang pria yang saya cintai, Risa berteriak dalam hati.

"Tidak bisa," Risa berbisik kembali. "Saya hanya bisa membayangkan bahwa jika saya tidak melakukannya dengan benar, kita akan bangkrut. Itu yang membuat saya termotivasi."

Ardan menjauh, melepaskan Risa, ekspresi kekecewaan melintas di wajahnya sebelum ia menutupinya dengan ketidakpedulian. "Baik. Gunakan rasa takut itu. Tapi ingat, di depan publik, rasa takut itu harus terlihat seperti cinta yang dalam."

Di tengah semua latihan akting ini, Ardan sesekali menunjukkan kebaikan yang membingungkan. Ia memesan buku-buku yang Risa suka, menanyakan kabar Nenek Wulan, dan bahkan membatalkan pertemuan penting hanya untuk menemaninya makan siang. Perhatian ini membuat Risa semakin sulit mengingat bahwa Ardan hanyalah seorang 'kontrak.'

"Mengapa Anda melakukan ini?" tanya Risa suatu malam, setelah Ardan membelikannya sebuah teleskop kecil karena ia pernah berkomentar tentang bintang.

Ardan sedang membaca laporan di sofa. "Melakukan apa?"

"Bersikap baik. Ini tidak tertulis di kontrak."

Ardan tidak melihat ke atas. "Aku berinvestasi dalam kebahagiaanmu. Tunangan yang bahagia akan tampil lebih meyakinkan. Itu hanya strategi."

Risa tahu dia berbohong. Tetapi ia membiarkannya.

Kini, perhatian mereka beralih sepenuhnya pada Gala Amal. Itu adalah acara sosial terbesar tahun ini, panggung tempat semua kekuatan bisnis berkumpul. Dan yang paling penting, Ardan menerima undangan pribadi yang mengonfirmasi bahwa Pak Jaya akan hadir.

"Ini adalah pertempuran pertama kita, Risa," kata Ardan, saat mereka memilih gaun untuk acara itu. "Pak Jaya akan mencoba memenangkan hatimu, membawamu kembali ke sisinya. Ia akan menggunakan semua pesonanya."

"Dia kakek kandung saya, Ardan. Bukan musuh," Risa mengingatkan.

"Di mata dewan direksiku, dia adalah musuh. Dan kau tidak boleh terlihat ragu. Kau harus menunjukkan kepadanya bahwa hatimu sepenuhnya ada padaku. Tanpa ragu, tanpa air mata." Ardan memegang dagu Risa, memaksa matanya menatapnya. "Bisakah kau melakukannya?"

Risa menatap mata Ardan, di mana ia melihat campuran rasa takut kehilangan dan kebutuhan yang mendesak. Risa mengangguk. "Saya bisa."

Malam Gala tiba. Risa mengenakan gaun sutra merah darah yang memancarkan kekuasaan dan kepercayaan diri. Ardan, dalam balutan tuksedo, tampak tak terduga elegan dan posesif.

Saat mereka melangkah ke ruang ballroom yang berkilauan, semua mata tertuju pada mereka. Pasangan itu berjalan melalui lautan tatapan, Ardan memeluk Risa erat-erat, wajahnya memancarkan kebanggaan.

Tiba-tiba, Ardan mengencangkan cengkeramannya di pinggang Risa. "Dia ada di sana," bisiknya, suaranya rendah.

Risa mengangkat pandangannya. Di seberang ruangan, berdiri seorang pria paruh baya yang berambut putih keperakan, dengan mata tajam dan aura kekuasaan yang tak terbantahkan. Pria itu menatap Risa dengan campuran rasa sedih dan kerinduan yang mendalam.

Itu adalah Pak Jaya.

Pak Jaya melangkah maju, dan kerumunan media dan sosialita di sekeliling mereka menahan napas. Ini adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh seluruh komunitas bisnis Jakarta: konfrontasi antara CEO muda Hidayat dan patriark Jaya Sakti, memperebutkan satu-satunya cucu perempuan yang hilang.

Ardan menarik Risa sedikit ke belakangnya, tetapi Risa melangkah maju, tangannya menggenggam tangan Ardan erat-erat.

"Selamat malam, Tuan Jaya," sapa Ardan, suaranya sopan tetapi penuh tantangan.

Pak Jaya mengabaikan Ardan dan menatap langsung ke mata Risa. Matanya berkaca-kaca. "Risa. Anakku. Akhirnya Kakek menemukanmu."

Risa harus memilih. Akting atau hati. Loyalitas kontrak atau darah.

1
....
penulis yang bagus, pertahankan dia /Chuckle/
....
ini menjadi menarik /Hey/
....
aku penasaran apakah mereka akan berakhir bersama /Shame/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!