Sinopsis "Alien Dari Langit"
Zack adalah makhluk luar angkasa yang telah hidup selama ratusan tahun. Ia telah berkali-kali mengganti identitasnya untuk beradaptasi dengan dunia manusia. Kini, ia menjalani kehidupan sebagai seorang dokter muda berbakat berusia 28 tahun di sebuah rumah sakit ternama.
Namun, kehidupannya yang tenang berubah ketika ia bertemu dengan seorang pasien—seorang gadis kelas 3 SMA yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Gadis itu, yang awalnya hanya pasien biasa, mulai tertarik pada Zack. Dengan caranya sendiri, ia berusaha mendekati dokter misterius itu, tanpa mengetahui rahasia besar yang tersembunyi di balik sosok pria tampan tersebut.
Sementara itu, Zack mulai merasakan sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya—ketertarikan yang berbeda terhadap manusia. Di antara batas identitasnya sebagai makhluk luar angkasa dan kehidupan fana di bumi, Zack dihadapkan pada pilihan sulit: tetap menjalani perannya sebagai manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Penguntit Resmi
Zack berpikir kalau kesepakatan mereka akan memberi sedikit ketenangan dalam hidupnya. Tapi ternyata, ia sudah meremehkan kekuatan seorang Elly Putri.
Pagi ini, seperti biasa, Zack berjalan menuju ruangannya dengan tenang. Namun, saat melewati koridor, ia merasakan sesuatu yang aneh—seperti ada yang mengawasinya.
Ia berhenti. Matanya menyapu sekeliling. Tidak ada siapa-siapa.
Mungkin hanya perasaannya.
Zack melanjutkan langkahnya. Tapi beberapa detik kemudian, ia mendengar suara langkah kaki kecil… lalu suara sesuatu yang bergeser cepat.
Zack menoleh. Tidak ada siapa-siapa.
Alisnya berkerut. Ia memejamkan mata sebentar, menarik napas, lalu mendadak berbalik cepat—
“HAH!”
Di ujung lorong, Elly langsung mematung di balik tiang, setengah badannya masih kelihatan.
Zack menatapnya tanpa ekspresi. “Elly.”
Elly bergerak pelan, mencoba mundur sedikit. “Umm… hai?”
Zack berjalan mendekat, menyilangkan tangan di dada. “Apa yang kau lakukan?”
Elly tertawa canggung. “Ehehe… mengamati dari jauh?”
Zack menghela napas panjang. “Jadi begini caramu menepati perjanjian? Mengintip dari balik tiang?”
Elly buru-buru menggeleng. “Tunggu dulu! Aku tidak melanggar perjanjian! Dokter Zack bilang aku tidak boleh menyelinap ke ruanganmu atau mengikutimu seperti anak bebek, kan?”
Zack mengerutkan kening. “Dan menurutmu ini bukan menguntit?”
Elly tersenyum lebar. “Aku cuma berjalan ke arah yang sama dengan dokter Zack! Aku bahkan menjaga jarak! Lihat, aku nggak di belakang dokter Zack seperti anak bebek, aku ada di samping tiang!”
Zack menatapnya lama, lalu memijat pelipisnya. “Ini masih pagi… dan kepalaku sudah mulai sakit.”
Elly berjalan mendekat dengan wajah polos. “Mungkin dokter Zack kurang tidur? Harusnya dokter Zack lebih banyak istirahat.”
Zack menatapnya tajam. “Aku tidak bisa istirahat kalau ada seseorang yang suka mengintip dari balik benda.”
Elly tertawa kecil. “Oh, kalau gitu aku akan mengintip lebih diam-diam!”
Zack menutup matanya sebentar, mencoba menahan diri untuk tidak mengetuk kepalanya sendiri ke tembok. “Elly, kalau kau benar-benar ingin belajar jadi dokter, kenapa kau tidak meminta ayahmu mengajarimu?”
Elly mendengus. “Ayahku terlalu sibuk mengurus rumah sakit ini. Lagipula, dia selalu bilang aku masih terlalu kecil.”
Zack mengangkat alis. “Dan kau pikir aku tidak sibuk?”
Elly tersenyum jahil. “Tapi dokter Zack lebih menarik buat diamati!”
Zack nyaris tersedak udara sendiri. “Apa-apaan alasan itu?”
Elly mengangkat bahu santai. “Soalnya dokter Zack itu beda dari yang lain. Kalau dokter lain tegas dan serius, dokter Zack tegas dan… galak.”
Zack menatapnya dengan ekspresi kosong. “Terima kasih, aku sangat tersanjung.”
Elly terkikik. “Aku nggak bercanda! Dokter Zack tuh kayak punya aura misterius gitu. Kayak… tokoh utama di novel misteri!”
Zack memijat pelipisnya lagi. “Baiklah. Aku menyerah. Terserah kau mau melakukan apa, asal kau tidak mengganggu pekerjaanku.”
Elly bersorak kecil. “Yay! Terima kasih, dokter Zack! Aku janji akan diam-diam mengamatimu dengan cara yang lebih profesional!”
Zack menatapnya dengan wajah lelah. “Aku tidak yakin itu hal yang bagus.”
Elly mengacungkan jempol. “Pokoknya dokter Zack nggak usah khawatir! Aku ini murid yang baik!”
Zack menghela napas. Hari-hari tenang sudah berakhir… dan aku bahkan tidak tahu kenapa aku masih membiarkan ini terjadi.
---
Zack mulai menyadari sesuatu—gadis ini terlalu nyaman mengganggunya.
Elly datang setiap hari setelah pulang sekolah, selalu menemukan cara untuk “diam-diam” mengamatinya. Awalnya, Zack mencoba mengabaikannya. Tapi semakin lama, semakin ia merasa seperti hewan percobaan yang diteliti oleh ilmuwan amatir.
Dan sebagai seseorang yang sudah hidup ratusan tahun, Zack tahu satu cara efektif untuk menghentikan seorang gadis yang terlalu percaya diri: membuatnya tersipu malu.
Baiklah, Elly. Kau mau bermain? Ayo kita lihat siapa yang akan kalah duluan.
---
Hari itu, seperti biasa, Elly muncul di lorong rumah sakit, mengintip dari balik dinding sambil berusaha terlihat kasual—gagal total, tentunya.
Zack, yang sudah menunggu momen ini, berjalan mendekatinya dengan ekspresi serius. “Elly.”
Elly menoleh dengan wajah cerah. “Ya, dokter Zack?”
Zack tidak langsung menjawab. Ia menatap dalam-dalam ke mata Elly, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat.
Elly tampak bingung. “Eh? Ada apa?”
Zack menghela napas pelan, lalu menatapnya seolah sedang memikirkan sesuatu yang mendalam. “Aku baru sadar sesuatu.”
Elly mengerutkan kening. “Apa?”
Zack tetap menatapnya tanpa berkedip, lalu berkata dengan suara rendah, “Kau cantik.”
Hening.
Satu detik. Dua detik.
Wajah Elly langsung memerah seperti tomat. “A-APA?”
Zack tersenyum tipis. Kena.
Elly mundur selangkah, matanya membesar. “T-tunggu, dokter Zack serius?”
Zack melipat tangan dan berpura-pura berpikir. “Hmm… mungkin aku harus mengatakannya dengan cara yang lebih romantis?”
Elly mengibaskan tangannya panik. “EHHH?! Tidak perlu, tidak perlu!”
Zack tetap mendekat, mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah Elly yang semakin terpojok ke dinding. Ia sengaja menurunkan suaranya menjadi lebih lembut. “Kau tahu, Elly… aku pernah melakukan ini ratusan tahun lalu.”
Elly masih berusaha memproses semuanya. “A-apa? Melakukan apa?”
Zack mengangkat tangannya, menyentuh dinding di sebelah kepala Elly, membuat gadis itu terjebak dalam perangkapnya. “Membuat seorang gadis tersipu malu hanya dengan kata-kata.”
Elly menelan ludah. “D-dokter Zack…”
Zack menatapnya lama, lalu tersenyum setengah. “Ah… Tapi kurasa kau masih terlalu muda untuk ini.”
Elly langsung tersedak udara sendiri. “APA?!”
Zack tertawa kecil dan mundur dengan santai. “Hah, ternyata benar. Bahkan gadis yang percaya diri sepertimu masih bisa gugup.”
Elly menatapnya dengan wajah merah padam. “DOKTER ZACK, ITU NGGAK ADIL!”
Zack hanya tersenyum puas sambil berjalan pergi. “Selamat belajar, murid kecil.”
Elly hanya bisa berdiri di tempat, masih berusaha memahami kejadian barusan.
Untuk pertama kalinya, Elly kalah telak.
---
Zack menemukan hobi baru—mengusik Elly sampai gadis itu kabur dengan wajah merah.
Setelah sukses membuat Elly tersipu kemarin, Zack jadi semakin tertarik untuk melihat reaksinya yang lucu. Biasanya, Elly selalu percaya diri, penuh semangat, dan terlalu nyaman mengganggunya. Tapi sekarang? Begitu ia memandang gadis itu dengan tatapan sedikit lebih lembut dari biasanya, Elly langsung panik seperti kucing basah.
Hari ini, Zack memutuskan untuk bereksperimen lagi.
---
Ketika ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit, ia sudah menangkap sosok kecil yang bersembunyi di balik rak brosur.
Zack tersenyum kecil. Waktunya berburu.
Ia berjalan dengan tenang ke arah Elly, lalu berhenti tepat di depan tempat persembunyiannya. “Elly.”
Elly, yang berusaha memasang wajah santai, menoleh dengan canggung. “E-eh? Hai, dokter Zack!”
Zack menatapnya dalam-dalam, matanya sedikit menyipit. “Apa kau sedang bersembunyi dariku?”
Elly langsung mengibaskan tangannya panik. “T-tentu saja tidak! Aku cuma… membaca brosur! Ya! Membaca brosur!”
Zack melirik ke tangannya. “Brosur tentang perawatan pasien lanjut usia?”
Elly menunduk dan baru sadar kalau brosur yang dipegangnya adalah tentang perawatan lansia.
“O-oh…” Elly menelan ludah. “Hehehe… ilmunya penting untuk masa depan?”
Zack menahan tawa. “Menarik. Tapi aku lebih tertarik dengan ekspresimu saat ini.”
Elly langsung menegang. “E-eh?”
Zack mencondongkan tubuh sedikit lebih dekat, lalu menatap matanya dengan serius. “Kenapa wajahmu merah, Elly?”
Elly mundur selangkah. “A-aku nggak merah!”
Zack tersenyum kecil. “Oh? Kau yakin?”
Ia sengaja menurunkan suaranya, sedikit lebih lembut, sedikit lebih dalam—mirip dengan suara aktor drama romantis yang sering muncul di TV.
“Apa mungkin kau merasa gugup… karena aku?”
“HUWAAAAAA!!”
Elly langsung berbalik dan lari secepat kilat.
Zack berdiri di tempatnya sambil tertawa pelan. Ini lebih menyenangkan dari yang kuduga.
---
Sejak hari itu, Elly resmi jadi pelari tercepat di rumah sakit.
Setiap kali Zack memandangnya terlalu lama… Elly lari.
Setiap kali Zack mendekat sambil tersenyum… Elly lari.
Setiap kali Zack berkata sesuatu dengan nada lembut… Elly lari sambil menutup wajahnya.
Para perawat mulai bingung melihat keanehan ini.
“Kenapa Elly selalu lari kalau melihat dokter Zack?” bisik salah satu perawat.
“Aku nggak tahu… apa dia takut sama dokter Zack?”
“Tapi dulu dia selalu menguntit dokter Zack, kan?”
Zack hanya mendengar percakapan itu sambil tersenyum puas.
Akhirnya, aku punya cara untuk membalas dendam.
Tapi tentu saja, Zack juga sadar akan satu hal…
Cepat atau lambat, gadis itu pasti akan melawan balik.
---
Sudah seminggu sejak terakhir kali Zack melihat Elly di rumah sakit.
Awalnya, ia menikmati ketenangan itu. Tidak ada lagi gadis yang mengintip dari balik tiang, tidak ada yang tiba-tiba berteriak dan lari begitu ia menatapnya, dan yang paling penting—tidak ada yang menguntitnya seperti anak bebek setiap sore.
Zack akhirnya bisa duduk santai di ruangannya, menikmati secangkir kopi tanpa gangguan.
Namun, setelah beberapa hari…
Kenapa terasa… aneh?
Zack mendapati dirinya sesekali menoleh ke pintu, seolah mengharapkan seseorang masuk dengan senyum cerah dan suara ceria. Tapi pintu itu tetap tertutup.
Tiba-tiba, kepalanya dipenuhi berbagai pertanyaan.
Apa dia sakit? Apa dia kena demam lagi? Atau… apa dia kehilangan minat padaku?
Zack mendadak mengerutkan kening. Kenapa aku berpikir seperti itu? Bukankah ini yang kuinginkan?
Ia menghela napas. “Aku pasti terlalu banyak bekerja…”
Sementara itu, di tempat lain…
---
Di dalam kelas, Elly duduk di bangkunya dengan tenang. Kali ini, ia benar-benar fokus belajar.
Sejak kejadian "serangan balik" dokter Zack, Elly memutuskan untuk menjaga jarak dulu. Ia sadar kalau dirinya terlalu mudah terpancing dan mulai merasa seperti mangsa di depan pemangsa.
Tapi bukan berarti dia bisa melupakan Zack begitu saja.
Elly diam-diam membuka laci mejanya dan mengeluarkan sebuah buku harian kecil. Ia membuka halaman yang penuh coretan tangannya sendiri.
Di sana, ada foto Dokter Zack.
Elly menatapnya dengan senyum kecil. “Huhuhu… tetap saja, dia keren.”
Di sekitar foto itu, ada banyak tulisan pujian seperti:
“Dokter Zack itu misterius, tapi keren!”
“Kenapa dia bisa setampan ini?! JANGAN-JANGAN DIA VAMPIRE???”
“Matanya itu lho… serem tapi ganteng. FIX!”
“Walaupun suka bikin kesal, tetap saja aku nggak bisa nggak suka.”
Dan di sudut foto itu, ada hati kecil yang digambar dengan pulpen pink.
Elly menggigit bibirnya, lalu menggeleng cepat. “Aduh, aduh! Aku harus fokus belajar! Ini ujian akhir, aku nggak bisa mikirin dokter Zack terus!”
Ia buru-buru menutup buku hariannya, pipinya sedikit memerah.
Tapi jauh di dalam hati, ia tahu… rasa sukanya pada dokter Zack tidak akan hilang begitu saja.
Bersambung...