"Ketimbang jadi sadboy, mending ajarin aku caranya bercinta."
Guyonan Alessa yang tak seharusnya terucap itu membawa petaka.
Wanita sebatang kara yang nekat ke Berlin itu berteman dengan Gerry, seorang pria sadboy yang melarikan diri ke Berlin karena patah hati.
Awalnya, pertemanan mereka biasa-biasa saja. Tapi, semua berubah saat keduanya memutuskan untuk menjadi partner bercinta tanpa perasaan.
Akankah Alessa dapat mengobati kepedihan hati Gerry dan mengubah status mereka menjadi kekasih sungguhan?
Lanjutan novel Ayah Darurat Untuk Janinku 🌸
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Wanita Yang Ku Curi Mahkotanya
...“Hei, Alessa. Apa tak boleh aku terobsesi pada wanita yang sudah ku curi mahkotanya?” — Gerry Anderson...
Keesokan harinya, Gerry sudah terbangun sejak pagi, saat Alessa bangun dari tidurnya. Pria itu benar-benar tidur-tidur ayam agar ia tak tertidur sendiri karena ditinggalkan oleh Alessa.
Sementara Alessa, wanita itu melakukan rutinitas yang sama seperti minggu lalu. Bedanya kali ini, Gerry pura-pura tidur dan menunggu apakah ia akan membangunkan pria itu atau tidak.
“Gerry?” Alessa duduk di sisi ranjang sambil membelai lembut kepala pria itu. Ia membangunkan pria itu dengan penuh kasih sayang. Yah … meskipun hatinya masih kecewa karena malam tadi. Tapi tetap saja ia tak bisa membohongi perasaannya saat ini.
“Dasar plin-plan!” rutuk Alessa pada dirinya sendiri.
"Gerry?" Alessa kembali membangunkan pria itu sambil telunjuknya bermain dari dahi, menuruni hidung, bibir dan belahan dagu pria itu.
Gerry berpura-pura mengerjapkan matanya dan menoleh ke arah Alessa. Ia berbicara dengan suara serak yang sengaja ia buat-buat agar aktingnya pagi itu terlihat natural dan sempurna. “Hm. Ya?”
“Aku pergi dulu, ya.” Alessa tersenyum melihat wajah tampan pria itu. Padahal baru bangun tidur, tapi kenapa aura yang pria itu pancarkan seketika membuat hatinya porak poranda? Ingin rasanya menatap lama wajah pria itu, lalu ia abadikan di memorinya. Haaa … tapi sayangnya pria itu menyukai wanita lain!
Mendengarkan ucapan Alessa, Gerry langsung memeluk pinggul ramping Alessa seperti ia sedang memeluk guling. Pria itu bertingkah manja seperti anak kecil yang tak ingin ditinggalkan sendiri. "No. Jangan pergi. Tetaplah di sisiku."
"Tetap di sisimu?! Ck! Hei, bisa-bisanya kau mengatakan itu, padahal ada wanita yang sedang kau dambakan di luar sana?!" Rutuk Alessa dalam hati.
Melihat respon Gerry, hati Alessa hampir saja dibuat goyah. Padahal sudah sekuat tenaga ia mencoba memberikan benteng antara ia dan pria itu. Bahkan bisa-bisa ia tak jadi pergi ke Mauerpark. Tapi ia menempik rasa malasnya, karena ada keluarga yang harus ia temukan selama ia berada di Jerman!
“Maaf, aku nggak bisa,” Alessa menolak permintaan Gerry dengan berat hati. Namun, ia mendadak mempunyai ide untuk menenangkan hati pria yang akan ia tinggalkan itu. “Gimana kalo minggu depan kita berliburan menggunakan campervan?”
Gerry langsung mendongak ke atas, ke arah Alessa yang saat itu sedang mengusap lembut kepalanya. “Pekerjaanmu? Kan campervan tak menyenangkan jika hanya sehari dua hari."
“Minggu depan adalah minggu terakhir aku bekerja di restoran. Jadi, sebelum aku kembali ke Indonesia, mungkin kita bisa menghabiskan waktu kita di sini? Itung-itung perpisa—”
“Perpisahan?!” Gerry langsung melepaskan rangkulan tangannya di pinggul Alessa. Kemudian pria berdagu terbelah itu langsung duduk menghadap Alessa dengan wajahnya yang pucat. “Kenapa baru bilang sekarang?”
“Aku baru memutuskannya malam tadi. Sebenarnya, kontrak kerjaku memang berakhir minggu depan. Dan kebetulan juga visaku sudah hampir expired.” Jelas Alessa panjang lebar. “Besok kita bicarakan ya. Aku harus pergi sekarang, karena sudah terlambat.”
Alessa sengaja mematahkan pembicaraan Gerry, pasalnya ia tak ingin pria itu menahannya pergi. Toh, untuk apa ia bertahan di sisi pria yang hatinya saja milik wanita lain? Hanya bulan ini ia akan memberikan seluruh hati, pikiran, jiwa dan raganya pada pria itu. Selanjutnya, saat ia kembali ke Indonesia, ia akan meninggalkan pria itu di Berlin, bersama dengan semua kenangan manis mereka di kota itu.
Saat berjalan menuju menuju ke S-Bahn, Alessa berjalan dengan langkah yang berat. Jangan sampai ia berlari kembali ke arah pria itu seperti semalam. Kalau ia tak bisa menjaga hatinya, siapa lagi yang bisa? Toh pria itu tak peduli apakah kedepannya ia akan patah hati atau tidak.
"Gerry Anderson," gumam Alessa pelan sambil matanya menatap sekitar ke arah bangun khas gaya Eropa. "Kenangan kita akan abadi di kota ini."
"Mungkin ... kalau aku merindukanmu, aku akan kembali ke kota ini. Tapi kau belum tentu merindukanku. Karena sudah ada dia yang menemanimu."
Alessa menghela nafas berat. Cinta pertamanya harus menyedihkan seperti itu di kota kelahirannya dan kota kelahiran ayahnya.
"Daddy ... semoga hari ini kita bertemu."
Alessa berjalan menuju ke S-bahnstation seperti sebelumnya. Namun, tanpa wanita itu sadari, Gerry mengikutinya sambil mengenakan mantel tebal berwarna cream, dengan kupluk kepala yang menutupi kuping serta alisnya. Kemudian pria itu juga mengenakan shawl tebal di leher yang menutupi mulut.
Sejujurnya, pakaian Gerry saat itu terkesan berlebihan di musim gugur. Tapi ia tak punya pilihan lain agar Alessa tak menyadari keberadaannya saat itu.
“Ayo kita lihat, seperti apa sih pria yang akan menikahimu,” batin Gerry penasaran.
Saat dalam misi mengikuti Alessa, Gerry terus menerus berjalan di dekat wanita itu. Sayangnya, semua tak sesuai harapan. Karena Gerry tidak memiliki tiket. Ia harus terpisah dengan Alessa untuk pergi membeli tiket di mesin. Saat di mesin, ia juga tak tahu tujuan akhirnya ke mana. Gerry berlari kembali ke tempat awal ia dan Alessa berpisah, tapi sayang, wanita itu menghilang di tengah kerumunan.
“Sial!” Gerry mengeram dengan sangat keras sambil melepaskan topi serta shawl tebalnya, membuat semua orang yang ada di sana menatap heran ke arahnya. Ia tak peduli, yang jelas saat itu ia amat sangat kesal karena lagi-lagi, waktu tak berpihak padanya.
“Hei, Alessa. Apa tak boleh aku terobsesi pada wanita yang sudah ku curi mahkotanya?”
Gerry duduk bersandar di sebuah kursi panjang yang ada di dekatnya. Matanya menerawang jauh dan putus asa karena semua berantakan. Satu-satunya hal yang tersisa adalah memanfaatkan waktunya dengan Alessa saat mereka liburan menggunakan campervan, minggu depan.
...🌸...
...🌸...
...🌸...
...Bersambung …....
Alessa kan kak??
❤❤❤❤❤
ampuuunnn..
manis sekali lhoooo..
jadi teehura..
berkaca2..
❤❤❤❤❤❤
akhirnya mumer sendiri..
😀😀😀😀😀❤❤❤❤
berjanggut ya jadi pangling gonk..
😀😀😀❤❤❤❤❤