Alana Adhisty dan Darel Arya adalah dua siswa terpintar di SMA Angkasa yang selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Alana, gadis ambisius yang tak pernah kalah, merasa dunianya jungkir balik ketika Darel akhirnya merebut posisi peringkat satu darinya. Persaingan mereka semakin memanas ketika keduanya dipaksa bekerja sama dalam sebuah proyek sekolah.
Di balik gengsi dan sikap saling menantang, Alana mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam hubungannya dengan Darel. Apakah ini masih tentang persaingan, atau ada perasaan lain yang diam-diam tumbuh di antara mereka?
Saat gengsi bertarung dengan cinta, siapa yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my pinkys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Larissa mengunci Alana
Setelah selesai belajar di perpustakaan, Shasa merasa senang karna akhirnya setelah bertahun-tahun lamanya ia bisa cepat mencerna rumus matematika dan bisa mengerjakan nya dan masuk dalam otak lemot nya. Setidaknya, ia sudah memahami konsep matriks dengan bantuan Kavin.
“lo nggak ke kantin?” tanya Kavin sambil menutup bukunya.
Shasa mengangguk. “Gue mau kantin.Lo ikut? "
Kavin berdiri dan merapikan barang-barangnya. “Ayo.”
Mereka berjalan menuju kantin yang sudah mulai ramai karena jam istirahat sudah berjalan lima belasmenit yang lalu. Saat tiba di sana, mata Shasa langsung menangkap sosok Alana dan Darel yang duduk di meja tempat biasa gengknya Dari tempati di paling ujung bersama Andra, Juno, dan Rio.
“Woy Shasa, sini!” panggil Alana sambil melambai.
Shasa tersenyum dan segera menuju meja mereka, diikuti oleh Kavin. Begitu ia duduk, ia langsung menyadari sesuatu yang aneh—cara Darel memperlakukan Alana terasa berbeda.
Darel dengan santainya mengambil sepotong ayam dari piringnya dan meletakkannya ke piring Alana.
"Kamu harus makan yang banyak,” kata Darel dengan nada lembut.
Alana menoleh dengan bingung. “Aku kan memang sedang makan,liat nih udah banyak di tambah dari kmau lagi”
Darel mendesah. “Tapi kamu cuma memilih lauk yang sedikit. Kamu harus makan yang banyak, kmau nggak inget habis sakit setelah semalam tidur di rumah bunda.”
Alana terdiam sejenak sebelum akhirnya mengambil sedikit lebih banyak nasi. “Oke…aku makan,tapi kalo nggak habis kamu harus habisin!”
"Iya"
Shasa yang melihat interaksi itu langsung membelalak. Ia menoleh ke Kavin yang duduk di sebelahnya, lalu berbisik pelan, “Tunggu… mereka pacaran ya?”
Kavin mengangguk santai. “Iya.”
Shasa makin terkejut. “Demi apa! Sejak kapan?”
Juno yang duduk di seberang mereka mendengar pertanyaan Shasa dan terkekeh. “Sejak lama.Lo baru tahu?”
Shasa mengangguk cepat. “Gue kira mereka dekat karna proyek waktu itu. Tapi ternyata… serius?”
Andra ikut menimpali, “Seratus persen serius banget. Darel si kutub pacaran.”
Shasa menatap Alana dan Darel bergantian, masih berusaha mencerna fakta ini. “Gue merasa seperti orang terakhir yang tahu,kamu jahat deh Lana,nggak kasih tau aku.”ucap Shasa mendrama dengan wajah sedih
Darel akhirnya menoleh dengan ekspresi datar. “Setidaknya sekarang lo tahu.”
Shasa hanya bisa mengangguk, masih sedikit terkejut.
Tak lama kemudian, makanan mereka datang. Mereka mulai makan sambil mengobrol santai, tetapi di sudut kantin, seseorang tengah memperhatikan mereka dengan tatapan tajam.
Larissa.
Gadis itu menggenggam gelasnya dengan erat, matanya menatap Alana dengan kebencian yang jelas.
“Kita lihat aja sampai kapan lo bisa pacaran sama Darel, Alana,” gumamnya pelan.
___
Setelah jam istirahat berakhir, para siswa kembali ke kelas masing-masing. Alana berjalan berdampingan dengan Darel menuju kelas mereka, sementara Shasa masih sesekali melirik mereka dengan ekspresi penasaran.
“Kamu kenapa sih Sha?” tanya Alana sambil tersenyum kecil.
Shasa menghela napas. “Kamu nggak cerita sama aku kalo udah pacaran, aku kan jadi jomblo"
Darel yang mendengar itu hanya mendecakkan lidah. “Makanya cari pacar,Kavin juga jomblo.”
Shasa mendelik.Apa maksud Darel“Hihh.. gue sama Kavin"tunjuk Alana pada diri nya dan Kavin dengan ekspresi wajah yang terlihat tak Terima.
“Kalian cocok,” jawab Darel santai.
Alana terkekeh, lalu mereka pun berpisah menuju kelas masing-masing.
Saat mereka sudah duduk di kelas, guru matematika minat masuk. Hari ini mereka mempelajari program linear, salah satu materi yang cukup rumit bagi sebagian siswa.
"Program linear adalah suatu metode untuk menentukan nilai maksimum atau minimum dari suatu fungsi dengan beberapa batasan yang disebut kendala," jelas sang guru.
Ia lalu menuliskan contoh soal di papan tulis:
> Sebuah perusahaan ingin memproduksi dua jenis produk, yaitu A dan B. Produk A memberikan keuntungan Rp5.000 per unit, sementara produk B memberikan keuntungan Rp7.000 per unit.
Syarat produksi:
Kapasitas produksi maksimal: 100 unit
Waktu produksi: A memerlukan 2 jam per unit, B memerlukan 3 jam per unit
Total waktu produksi tersedia: 240 jam
Tentukan berapa unit A dan B yang harus diproduksi agar keuntungan maksimal!
“Siapa yang bisa menyelesaikannya?” tanya guru itu sambil menatap para siswa.
Sebagian besar siswa terdiam. Alana menatap soal itu dengan bingung, sementara Darel hanya duduk dengan ekspresi datar.
Kavin mengangkat tangan. “Saya, Bu.”
“Baik, silakan.”
Kavin berjalan ke depan dan mulai menuliskan penyelesaian:
Misalkan:
x \= jumlah produk A
y \= jumlah produk B
Fungsi tujuan: Maksimumkan Z \= 5000x + 7000y
Kendala:
x + y ≤ 100 (kapasitas produksi)
2x + 3y ≤ 240 (waktu produksi)
x, y ≥ 0 (tidak mungkin negatif)
Menentukan titik-titik sudut dengan metode grafik atau substitusi, lalu menghitung nilai Z pada titik-titik tersebut untuk menemukan keuntungan maksimum.
Setelah selesai menjelaskan, Kavin menoleh ke guru. “Begitu, Bu.”
Guru itu tersenyum. “Bagus, Kavin. Penjelasanmu sangat jelas.”
Saat Kavin kembali duduk di samping Shasa, Shasa berbisik, “Untung lo ada, kalau nggak bisa mampus gue"
Kavin tertawa kecil. “Santai saja. Kalau kau butuh bantuan, aku bisa ajarkan lagi nanti.”
Shasa tersenyum lega. “Baiklah, nanti aku minta ajari lagi.”
Pelajaran terus berlanjut hingga bel pulang berbunyi.
Saat semua orang bersiap meninggalkan kelas, Alana pergi ke toilet sebentar. Namun, saat ia hendak keluar dari bilik, ia mendengar suara langkah kaki.
Tiba-tiba, pintu bilik tempatnya berdiri didorong keras dari luar.
BRAK!
Alana terkejut dan mundur beberapa langkah. Saat ia hendak membuka pintu, seseorang mengunci pintu dari luar.
Alana membelalak. “Hei! Siapa di luar?!”
Tidak ada jawaban, tetapi ia mendengar suara tawa pelan.
Itu suara Larissa.
Alana menggigit bibirnya. Ia mencoba mendorong pintu, tetapi terkunci rapat.
“Larissa! Keluarin gue dari sini!” serunya.
Larissa terkekeh. “Nikmati waktumu di sana, Alana. Semoga ada yang menemukanmu sebelum sekolah benar-benar kosong.”
Langkah kaki Larissa semakin menjauh.
Alana panik. Ia mencoba mengetuk pintu lebih keras, tetapi tidak ada yang mendengar.
Sementara itu, di luar, Darel yang sedang menunggu Alana mulai merasa ada yang aneh.
“Andra,lo lihat Alana?” tanyanya.
Andra menggeleng. “Terakhir bu bos bilang mau ke toilet.”
Darel menyipitkan mata. “Dia nggak biasanya lama.”
Tanpa membuang waktu, Darel berjalan menuju toilet perempuan. Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu.
“Alana?”
Dari dalam, terdengar suara ketukan keras. “Darel! Aku kekunci!”
Mata Darel langsung berubah dingin. Dengan cepat, ia mencari cara untuk membuka pintu. Tanpa pikir panjang, ia menarik napas dalam-dalam dan menendang pintu dengan keras.
BRAK!
Pintu terbuka, dan Alana langsung keluar dengan wajah panik.
Darel menatapnya tajam. “Kenapa bisa terkunci di dalam?”
Alana menghela napas. “Larissa… dia mengunci pintu nya.”
Mata Darel semakin gelap. “Larissa?”
Alana mengangguk. “Aku mendengar suaranya tadi.”
Darel mengepalkan tangan. “Oke. Aku nggak akan diam saja.”
Ia meraih tangan Alana dan menggenggamnya erat. “Ayo pulang.”
Alana mengangguk, tetapi dalam hatinya, ia tahu bahwa Larissa baru saja membuat kesalahan besar.
ah rencana sudah mulai terbentuk di benak Larissa.