Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 2.
Tok!
Tok!
Tok!
Ketukan pintu terdengar, membuat Laura yang sedang duduk melamun di dalam kamar itu tersadar. Ia beranjak mendekat pada pintu dan membukanya.
Tsania lah yang Laura dapati ada di luar kamar. Putri kecilnya itu menatap ia dengan sendu.
"Ada yang mencari Mama di luar," kata Tsania lirih.
Mendengar jika ada yang mencarinya, Laura segera menutup pintu kamar dan langsung menuju ke teras rumah.
Sedangkan Tsania mengikuti Ibunya dan ia berhenti tepat di tepi sofa. Gadis kecil itu kembali berdiri dengan hanya melepaskan pandangan. Tubuhnya kembali ia sembunyikan di balik sofa, persis seperti orang yang sedang mengintip.
"Nah... Ini dia jalangnya." Ternyata sekumpulan ibu-ibu yang berada di lingkungan tempat tinggal Laura kini sudah memenuhi teras rumah. "Hey Laura! Kamu itu ya...sudah meresahkan warga di kampung ini. Kamu itu pelacur kan, yang menjual diri di club malam tepi kota itu!!"
Salah satu Ibu-ibu dengan tubuh yang gempal serta mengenakan daster bercorak harimau bersuara sarkas pada Laura. Di seluruh tubuhnya penuh dengan perhiasan berwarna kuning. Orang-orang biasa menyebutnya Ibu Watt, karena ia memiliki nama Wati Tiyati.
"Iya benar! Kamu itu jalang. Bahaya jika di lingkungan kita ada wanita murahan seperti dia. Bisa-bisa para suami kita akan termakan godaan perempuan gatal ini!!" lanjut Ibu-ibu yang lain menimpali. Dan banyak lagi cercaan yang gerombolan ibu-ibu itu katakan untuk menghina Laura.
Laura hanya memandang dengan datar. Mereka memang selalu suka mengusik ketenangan Laura. Jika Tsania selalu diolok-olok sebagai anak haram, maka Laura mendapatkannya dari para ibu-ibu yang ada disekitar tempat tinggalnya.
"Sebaiknya kalian pulang," kata Laura datar. "Berdandanlah secantik mungkin, sebelum suami kalian benar-benar aku goda!!"
Setelah mengatakan hal itu, Laura menutup kasar pintu rumah dan menguncinya. Apa yang dikatakan Laura hanya lah ancaman yang jelas tidak akan ia lakukan. Laura tidak pernah ingin menggoda pria di lingkungan tempat tinggalnya. Ia memang wanita malam dan Laura bekerja hanya untuk para pria yang sanggup membayar jasanya, itu pun harus melalui pemilik club tempat ia bekerja.
Kehidupan dengan banyaknya cercaan bertahun-tahun Laura lalui bersama Tsania. Disisihkan oleh masyarakat karena pekerjaan rendah yang ia geluti. Sakit, sedih, kecewa bahkan malu, semua perasaan itu sepertinya sudah hilang dari Laura. Keadaan memaksa dirinya untuk kuat dan bertahan dalam kondisi sesulit apa pun. Ia menulikan telinga dan menutup hati terhadap semua perkataan warga. Dan pada kenyataannya, Laura menyadari jika pekerjaan yang ia geluti memanglah salah.
"Mama akan pergi bekerja?" tanya gadis cantik itu saat melihat Ibunya yang sudah mengenakan long dress berwarna ungu muda.
Seiring berjalannya waktu, Laura kini sudah memasuki kepala empat. Tapi kecantikannya seakan tak berkurang, tak mampu terkikis oleh waktu. Ia bahkan semakin terlihat anggun jika memoles diri dengan sedikit sentuhan mode masa kini. Laura juga menatap pada Tsania yang sekarang beranjak dewasa. Putri satu-satunya itu bahkan tidak lama lagi akan masuk ke perguruan tinggi.
"Ya, tapi hanya ingin menemui teman Mama, lalu melihat club sebentar dan Mama akan langsung pulang," terang Laura pada putrinya.
Laura kini sudah berhenti menjadi wanita penghibur. Ia mengakhiri pekerjannya yang salah itu tiga tahun yang lalu, tepat saat Tsania baru memasuki sekolah menengah atas, namun Laura tidak sepenuhnya meninggalkan dunia malam yang selama ini jadi sumber kehidupan. Ia membuka club pribadi dan menjadi bos di sana.
"Ada apa?" tanya Laura karena melihat Tsania yang seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Aku..." Tsania terlihat ragu saat ingin melanjutkan perkataannya. Kedua tangan yang ia sembunyikan di belakang tubuh bergerak-gerak dan itu menjadi perhatian Laura.
"Perlihatkan pada Mama," pinta Laura. Tangannya menengadah ke hadapan Tsania. "Ayo!" kata Laura lagi karena Tsania yang belum juga menyerahkan apa yang putrinya itu sembunyikan di balik tubuh.
Dengan ragu-ragu, akhirnya tangan Tsania bergerak. Meletakkan dengan pelan secarik kertas di atas telapak tangan ibunya.
Sesaat Laura membaca apa yang tertuang di sana. Dan raut wajahnya seketika berubah dingin, membuat Tsania yang melihat itu segera tertunduk lemah. Tentu Mama tidak akan memberi izin, batin Tsania sendu.
"Kau menginginkannya?" Pertanyaan Laura membuat Tsania langsung mengangkat pandang dan menatap serius pada wajah ibunya. "Kau ingin melanjutkan sekolah di sini?" Laura mengangkat kertas yang ada di tangannya. Dan ia langsung mendapati anggukan cepat dari Tsania.
Menyadari betapa besar keinginan Tsania untuk melanjutkan pendidikan di kota membuat Laura terdiam. Melepas Tsania pergi ke kota seorang diri, memikirkannya saja Laura sudah merasa takut.
Laura menatap kembali kertas yang Tsania berikan. Kertas yang merupakan formulir pendaftaran masuk perguruan tinggi.
"Aku tidak akan melakukannya," ucap Tsania tiba-tiba. "Aku hanya ingin fokus sekolah dan mengejar cita-cita ku."
Tsania begitu ingat, saat di mana dulu ibunya pernah marah begitu besar ketika ia yang mengatakan akan ke kota untuk mencari keberadaan ayahnya.
Tsania saat itu masih remaja. Ia yang duduk dibangku sekolah menengah pertama dan memiliki jiwa muda yang meledak-ledak sempat berkeinginan pergi ke kota karena salah satu warga mengatakan jika ayahnya bekerja di sana.
Laura dan Tsania bertengkar hebat. Laura bahkan mengurung putrinya itu hingga Tsania jatuh sakit. Laura membawa putrinya ke rumah sakit dan Tsania dirawat beberapa hari di sana. Berhari-hari itu lah Laura berjaga, ia bahkan kurang tidur demi menunggui sang anak, rasa sesal seketika hadir di hati Laura.
Dan tak jauh berbeda dengan Tsania. Semenjak kejadian itu dan melihat perjuangan Laura, pikiran Tsania terbuka. Ia menyesali sikapnya. Semua yang ia dan ibunya lalui sejauh ini tidaklah mudah. Semestinya ia tidak menuntut banyak hal lagi pada Laura, termasuk menanyakan siapa ayahnya.
Tsania memutuskan untuk tak lagi mempertanyakan siapa dan di mana sosok pria yang seharusnya bertanggung jawab atas kehidupan ia dan ibunya. Tsania bertekad untuk sukses, ia harus memastikan jika kehidupan ibunya kedepan akan bahagia.
"Baiklah," putus Laura akhirnya memberikan izin. Tubuhnya bahkan hampir terhuyung saat Tsania yang dengan tiba-tiba memeluknya erat.
"Terimakasih, Ma. Tsania janji, Tsania akan bersungguh-sungguh dan tidak akan mengecewakan Mama."
Laura tersenyum kecil dan membalas pelukan putrinya itu. "Mama akan siapkan uang pendaftarannya."
"No! No...No...No...," kata Tsania dengan segera melepaskan pelukan lalu menggerakkan jari telunjuk ke kiri dan kanan. "Aku akan melakukan pendaftaran melalui jalur beasiswa, Ma."
Tsania memang merupakan murid berprestasi di sekolahnya. Putri Laura itu selalu menyabet gelar juara dengan nilai sempurna. Hal yang patut Laura banggakan karena ia mampu membesarkan Tsania dengan baik, meski hanya berjuang seorang diri bahkan sampai menjual diri.
"Benarkah?" tanya Laura memastikan. Ia tidaklah paham jika hal itu berkaitan dengan masalah akademi. Laura bukan bodoh, tapi karena latar pendidikannya yang rendah, pengetahuan Laura terhadap sesuatu sangat terbatas. "Kau pasti tetap akan membutuhkan uang nanti. Mama akan mengambilnya."
"Semua sudah ditanggung jika aku lulus melalui jalur ini, Ma. Bahkan tempat tinggal juga."
"Kau akan tinggal di asrama?" Laura menatap Tsania yang memberikan anggukan. "Baiklah, kalau begitu, Mama pergi dulu."
Tsania mengantar ibunya hingga ke teras rumah. Ia juga melihat jika sudah ada mobil mewah yang menunggu. Seorang pria dewasa berkulit putih bersih terlihat keluar menyambut Laura yang mendekat dan langsung membukakan pintu mobil penumpang bagian depan, pria itu terlihat bahagia saat menatap Laura.
Perlakuan manis yang pria itu berikan pada ibunya diperhatikan baik oleh Tsania. Ia juga tersenyum dan mengangguk kecil kala pria itu melihatnya dan memberikan senyuman sebelum akhirnya sedikit berlari menuju sisi mobil bagian kemudi.
dihhh spek buaya berkelas/Joyful/