NovelToon NovelToon
Sisi Gelap Sebuah Klinik

Sisi Gelap Sebuah Klinik

Status: sedang berlangsung
Genre:Rumahhantu / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

Doni, seorang anak yang menitipkan hidupnya di sebuah klinik, namun ternyata klinik tersebut menyimpan sejuta rahasia penting, terutama untuk hidupnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

awal dari kejanggalan

Doni mendorong pintu kafe dengan langkah mantap, aroma kopi mencium hidungnya. Suara mesin espresso menggema, mengisi suasana dengan gemuruh yang akrab. Ia mencari-cari sosok Ara di antara meja-meja, hingga matanya tertuju pada sosoknya yang sibuk meracik kopi.

"Oi, Don!" Ara melambaikan tangan, senyum cerah menghiasi wajahnya.

Doni melangkah mendekat, merasakan kehangatan sapaan sahabatnya. "Ketemu pasien asing ya?"

"Jangan-jangan, pasienmu yang hamil?" Ara menyengir, matanya berbinar. "Nggak nyangka, loh. Klinik kulit, kok bisa ada yang hamil, ya?"

Doni menggeleng, tatapannya serius. "Masalahnya bukan itu. Dia beneran hamil. Tapi, di klinik kulit? Gimana bisa?"

“Pasti ada penjelasan,” Ara menjawab sambil menyeduh kopi. “Tadi pagi, kamu udah lihat dia?”

“Lihat. Tapi hanya sekelebat. Dia masuk, lalu keluar sambil juga membawa tas.”

"Dan kamu pasti kayak bingung gitu," Ara mengedipkan mata, tersenyum penuh makna.

“Tunggu, Ara. Ini bukan hal sepele,” Doni menyela. Ekspresi wajahnya berubah, seolah mengingat hal lain yang lebih berat.

Ara mendengar nada suaranya, langsung mengamatinya, perhatiannya tercurah. “Doni, aku bisa lihat dari wajahmu. Ada yang lebih dalam, kan?”

Bahu Doni terangkat. “Dia kelihatan bingung banget. Terus, dokter yang di sana juga ngelihatnya aneh. Nggak ada yang berani nanya. Gimana bisa seorang wanita hamil menjenguk dokter spesialis kulit?”

"Setiap klinik pasti ada yang aneh," Ara menjawab, mengatur cangkir kopi di atas meja. "Mungkin dia merasa ada masalah dengan kulitnya. Pikirkan saja."

“Masalah kulit? Hamil?” Doni menajamkan tatapan. “Sepertinya ada yang lebih kelam. Mengapa dia memberanikan diri ke tempat itu?”

Ara tertegun, suara mesin espresso berhenti. “Bisa jadi wahana kehidupan, atau malah sebuah serdadu kegelapan.”

“Kalau ada serdadu, pastinya dia butuh perlindungan. Atau dia tahu lebih dari kita?” katanya.

Mereka terdiam, hanya suara sendok beradu dengan cangkir mengisi ruang. Akhirnya, Ara membuka mulutnya lagi. "Kalau dia serdadu, harusnya kita mencari petunjuk lebih jauh. Mungkin kamu harus bertanya pada yang lain."

“Siapa?” Doni menatapnya. “Kalau bukan kita sendiri yang urus, siapa lagi?”

Ara membuka ponselnya, jari-jarinya bergerak cepat. “Kita cek aja media sosial. Kadang-kadang, orang meninggalkan jejak.”

“Keputusan cepat,” Doni mengangguk, merasa terinspirasi. “Tapi, kita harus hati-hati. Apa yang kita cari bisa mengubah semuanya.”

“Benar,” Ara setuju. Ia menaruh ponsel di meja. “Tapi, kita harus tahu. Apa yang lebih gelap dari rahasia itu?”

Doni mengerutkan dahi, wajahnya menunjukkan ketegangan. “Aku dapat firasat. Lima tahun lalu, di klinik itu pernah ada berita. Seorang pasien hilang setelah berobat.”

“Apa? Dan tidak ada yang tahu?” Ara terlihat shock, merangkul cangkir kopi. “Mana berita ini? Harusnya tersebar.”

“Begitulah,” Doni menjawab, menyesap kopinya. “Tapi, kadang hal-hal kecil terlewat. Kita terjebak dalam rutinitas.”

“Lalu, kita adalah detektif yang harus menyelidiki,” Ara menantang, wajahnya bersemangat.

“Kalau itu yang kau mau, kita bisa mulai dari menghubungi dokter yang melihat wanita itu. Siapa tahu, dia tahu lebih dari kita.”

“Berani banget, loh!” Ara bersinar. "Apa katanya?"

“Semua kembali ke kebenaran. Dan kita harus ungkap.”

Keduanya menghabiskan kopi mereka, mengumpulkan ide-ide. Ada sesuatu di balik kejadian ini, sebuah jaring halus yang mengikat semua.

Melihat Ara mengangguk menyetujui rencana, Doni merasakan ruh keinginan yang menggelora. Ada ketegangan dalam udara, sebuah janji bahwa apa yang mereka lakukan sekarang akan menuntun mereka ke arah yang tak terduga.

Ketika matahari mulai terbenam, Doni dan Ara keluar dari kafe, melangkah dengan tujuan tertentu; petunjuk harus ditemukan, dan kegelapan dalam klinik itu tidak akan tinggal diam.

Doni dan Ara berjalan menyusuri trotoar yang dipenuhi bayangan, lampu-lampu jalan berkelap-kelip di atas kepala mereka. Suara langkah kaki berdentang, membentuk irama yang sejalan dengan ketegangan yang menggelantung di udara.

“Di mana kita mulai?” Ara bertanya sembari berjalan di samping Doni, wajahnya tampak serius.

Doni menatap langit yang mulai gelap. “Kita bisa mulai dengan dokter di klinik. Dia pasti ingat sesuatu. Kalau tidak, ada kemungkinan lain yang bisa kita gali dari orang-orang di sekitar.”

“Kalau kita berani ambil risiko dan membawa ini ke media, apa bisa?” Ara mengusulkan, matanya berbinar menatap ide itu.

“Media akan cenderung memperbesar isu, Ara,” Doni menjawab dengan nada hati-hati. “Tapi jika kita tidak menemukan apa-apa, semua ini bisa jadi bumerang untuk kita.”

Ara menundukkan kepala sejenak, seolah memikirkan ucapannya. “Kalau begitu, kita fokus pada dokter dulu. Mencari tahu apa yang bisa dia beri tahu.”

Doni mengangguk, perasaan campur aduk menyelimuti batinnya. “Tapi, kita harus bersikap hati-hati. Tidak semua orang suka diinterogasi. Apalagi untuk hal-hal seperti ini.”

Mereka melanjutkan perjalanan menuju klinik, suasana malam menambah suasana misteri di sekitar mereka. Gemerisik dedaunan terdengar lembut, seolah mengingatkan mereka untuk tidak mengabaikan setiap detail kecil.

Sampai di depan klinik, mereka terhenti, Doni melihat papan nama yang terpasang di sana. “Hari ini dokter buka sampai jam berapa?”

“Kurasa sudah tutup. Kita bisa tunggu di luar dan lihat kalau dokter pulang,” Ara berbisik.

Doni mengangguk, matanya menyapu area sekitar. Dia merasakan benang merah yang menghubungkan peristiwa tersebut. “Gimana kalau kita masuk dan tanya petugas jaga? Mungkin mereka tahu lebih banyak.”

Ara menjawab dengan perlahan, “Tapi risiko kita dibawa ke ruang tunggu...”

“Kitakan butuh informasi. Mari kita coba,” dengan tekad, Doni memimpin langkahnya memasuki klinik yang sepi.

Begitu memasuki lobi, suasana seolah terdiam. Hanya suara mesin pendingin yang terdengar, membangkitkan rasa dingin yang merayap. Doni melangkah mantap menuju meja resepsionis yang kosong.

Akhirnya, seorang petugas jaga muncul dari ruang belakang, menatap dengan rasa heran. “Selamat malam. Ada yang bisa saya bantu?”

Doni berterus terang, “Kami ingin bertanya tentang pasien yang datang ke klinik ini selang beberapa waktu lalu. Seorang wanita hamil.”

Petugas menjawab ragu, “Kami tidak bisa memberikan informasi mengenai pasien tanpa izin.”

“Mengerti,” Doni menghela napas. “Tapi ini bukan sekadar informasi biasa. Ada hal yang lebih besar di balik itu.”

Ara mengambil alih, “Kami bisa kasih tahu apa yang terjadi. Kami ingin memastikan dia aman.”

Petugas mengerutkan dahi, melihat keteguhan di antara mereka. “Bisa Anda kasih tahu kapan terakhir kali dia datang?”

“Empat hari yang lalu,” kata Doni.

Setelah beberapa saat, petugas mengangguk. “Ada sistem pengarsipan, tapi saya tidak boleh kasih tahu. Jika Anda pergi ke dokter dan minta izin, mungkin Anda bisa mendapatkan informasi lebih.”

"Terima kasih," Ara menanggapi, walau raut wajahnya menunjukkan kekecewaan.

Saat mereka beranjak keluar, sebuah mobil sedan melintas di depan klinik, remnya mengerem keras. Seseorang keluar dari mobil tersebut; dokter Smith, mengenakan jas putih, tampak lelah setelah seharian bertugas.

“Dokter!” Ari menyapa dengan semangat, melangkah cepat menuju dokter yang tampak terkejut.

Dokter berbalik, dengan keraguan di wajahnya. “Ada yang bisa saya bantu?”

Doni memelankan langkahnya, menatap dokter, mempertimbangkan dengan bijak. “Kami ingin berbicara tentang wanita hamil yang datang ke klinik. Dia mungkin butuh bantuan.”

Dokter Smith menarik napas dalam-dalam. “Maaf, saya tidak bisa membicarakan pasien.”

“Ini lebih besar dari sekadar pasien. Jika Anda perlu tahu, kami mencurigakan karena hal ini bisa berdampak pada banyak orang,” Ara berpendapat, berusaha menarik perhatian dokter.

1
anggita
like👍+☝iklan. moga novelnya sukses.
anggita
Doni.. Ara,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!