"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 2 - Tersesat
Cekitttt!
Mobil yang di lakukan pria paruh baya tersebut meluncur ke bahu jalan dan hampir menabrak pagar pembatas, namun berhasil berhenti tepat waktu.
"Apa-apaan ini! Dari mana asalnya anak kecil itu!," teriak sang pria paruh baya.
Lea tidak menyadari bahaya yang baru saja terlewatkan. Dengan polosnya, dia menghampiri kelinci tersebut dengan senyum merekah.
Lalu Lea berjongkok dan mencoba menyentuh kelinci yang kini memperhatikannya dengan mata hitam yang besar.
Sementara, di dalam mobil, sang sopir masih terkejut, jantungnya berdegup kencang. Lalu dia keluar dari mobil dengan tergesa-gesa dan berlari ke arah Lea yang sedang bermain dengan kelinci di pinggir jalan.
"Nak, kamu tidak apa-apa?," tanya pria itu dengan cemas dan suara yang sedikit bergetar.
Lea menoleh, dengan matanya yang besar dan penuh kepolosan dan ia menatap pria itu. "Aku... aku cuma mau main sama kelinci," jawabnya dengan suara kecil dan lemah.
Lalu pria itu mendekat dan memeriksa Lea untuk memastikan dia tidak terluka. "Kamu tidak boleh bermain di jalan seperti itu, sangat berbahaya," katanya lembut.
Lea mengangguk pelan dengan air mata yang kembali menggenang di matanya. "Aku... aku cari Mama dan Papa," katanya, suara kecilnya kembali terdengar sedih.
Seketika pria paruh baya tersebut merasa merinding dan bulu kuduknya pun berdiri. Lalu ia memutar pandangannya ke segala arah yang nampak sepi. Pikiran anehnya pun muncul hingga ia bergidik ngeri.
Lalu, tanpa ragu ia beranjak dan meninggalkan Lea yang menatapnya polos. "Jangan-jangan anak hantu, kenapa hariku sial harus bertemu dengan makhluk seperti itu, hii...," gumamnya.
***
Sementara itu, di pom bensin, sang pria penculik kembali ke mobil dengan rokok di tangannya. Dia melihat wanita itu masih asyik dengan ponselnya dan bensin sudah terisi penuh.
"Sudah selesai? Ayo kita jalan lagi," katanya sambil membuka pintu mobil. Saat itulah dia menyadari bahwa Lea tidak ada di dalam mobil. Matanya langsung terbelalak, penuh kemarahan.
"Di mana anak itu?!," teriaknya hingga membangunkan si wanita dari keasyikannya bermain ponsel.
"Apa? Dia... dia ada di sini tadi!," jawab wanita itu dengan panik lalu menoleh ke kursi belakang yang kini kosong. Mereka berdua langsung keluar dari mobil dan mencari Lea di sekitar pom bensin namun tidak menemukan Lea.
Kemudian mereka masuk ke dalam mobil, kedua penculik itu saling beradu mulut dan saling menyalahkan. Lalu mereka melajukan mobil dengan cepat karena yakin bahwa Lea tidak mungkin berlari terlalu jauh.
"Ini semua salahmu! Kenapa tidak memperhatikan anak itu?!," bentak si pria sambil memegang erat kemudi.
"Kamu yang meninggalkanku sendirian dengan anak itu!," balas si wanita dengan suara yang sama-sama emosi.
Dan benar saja, mereka baru melaju beberapa meter ketika hampir sampai di tempat Lea berada. Namun, sebelum mereka melihat Lea, gadis kecil itu melihat seekor kelinci yang menarik perhatiannya lagi.
Tanpa berpikir panjang, Lea pun mulai berlari mengejar kelinci tersebut menuju hutan.
Perhatiannya pada kelinci itu rupanya telah menyelamatkannya dari para penculik. Lea terus berlari mengikuti kelinci, hingga akhirnya kehilangan jejak hewan tersebut dan baru menyadari bahwa dia tersesat di hutan.
Dia berdiri di antara pepohonan yang tampak sama, merasa bingung dan ketakutan.
"Mama, Papa... Hu hu hu hu hu...." tangis Lea semakin menjadi-jadi. Dia terus menangis, tetapi tidak ada yang menemukannya. Hanya suara alam yang terdengar disertai suara beberapa binatang hutan.
Sambil menangis, Lea mencoba melanjutkan langkahnya melalui jalan yang tidak ia kenal. Durinya sesekali mengenai kulitnya yang lembut hingga membuatnya kesakitan dan tangisnya pun semakin keras.
Namun, di tengah kesedihannya, Lea melihat beberapa binatang jinak yang mengamatinya dengan penasaran. Sejenak, dia terhenti dan memperhatikan mereka dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.
Tiba-tiba, perut Lea berbunyi keras. "Krokokkkk..." Dia memegang perutnya yang terasa lapar. Pantas saja, hari sudah mulai sore sementara Lea belum makan apapun sejak siang tadi.
"Mama... Aku lapar hu hu hu hu... Lea pengen pulang...." tangisnya semakin memilukan. Dia merasa sangat sendirian dan tidak tahu harus bagaimana untuk kembali ke orang tuanya.
Di hutan yang semakin gelap, Lea berusaha mencari jalan keluar. Dia berjalan perlahan sambil merasakan lelah dan lapar. Setiap langkahnya terasa semakin berat, dan rasa takutnya pun semakin besar.
Nangis dan nangis lagi. Lea, anak semata wayang yang menjadi kesayangan orang tuanya, tidak pernah merasakan kelaparan atau kesepian seperti ini.
Bayangkan saja, tersesat sendirian di tempat asing bagaimana rasanya? Bahkan orang dewasa pun akan kebingungan dan menangis ingin pulang jika berada di situasi yang sama.
Tiba-tiba, Lea mendengar suara yang membuatnya takut. Lalu ia melihat ke kanan dan ke kiri, mencari dari mana asal suara itu. Suara tersebut semakin mendekat sehingga membuat tubuh kecil Lea bergetar ketakutan.
"Mama...." tangisnya lagi. Namun, tangisnya segera terhenti ketika melihat seekor babi hutan besar berjalan cepat ke arahnya.
Seketika, Lea berdiri mematung dan tidak berani bernapas. Merasa terancam, Lea pun mundur perlahan, lalu mencoba melarikan diri. Namun, langkah kecilnya tidak cukup cepat dibandingkan dengan kecepatan babi hutan tersebut.
Dalam hitungan detik, babi itu hampir menyeruduk Lea. Namun, tiba-tiba babi itu terhenti dan terjatuh ke tanah. Sebuah tombak menancap tepat di lehernya.
Namun Lea sendiri terjatuh cukup keras karena rasa syok yang besar hingga membuatnya kini tidak sadarkan diri dan meringkuk di semak-semak.
***
Seorang laki-laki berpakaian lusuh dengan rambut sebahu berdiri di dekat tubuh kecil Lea yang terbaring tidak berdaya. Saga, pria tersebut, baru saja menyelamatkan gadis kecil itu dari keganasan babi hutan.
Ia menatap Lea dengan tatapan dingin, namun bertanya-tanya dalam hati, mengapa ada gadis kecil sendirian di tengah hutan seperti ini.
Hari sudah sore dan malam segera menjelang. Saga berpikir meninggalkan Lea di sini bukanlah pilihan yang tepat. Hutan ini penuh dengan bahaya, dan anak sekecil Lea pasti akan menjadi santapan empuk bagi para binatang buas.
Setelah beberapa saat menatap Lea, Saga memutuskan untuk membawanya keluar dari hutan. Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuh kecil Lea dan menggendongnya. Saga, meski baru berusia 21 tahun, ia terlihat jauh lebih tua karena jenggotnya yang lebat dan penampilannya yang kasar.
Kemudian, Saga membawa Lea ke mobilnya, sebuah truk pick-up tua yang penuh dengan kayu-kayu yang sudah terpotong.
Ia meletakkan Lea dengan hati-hati di kursi penumpang, lalu menutupi tubuh kecilnya dengan jaket agar hangat. Setelah memastikan Lea aman, Saga menyalakan mesin mobil dan mulai mengemudi keluar dari hutan.
Perjalanan keluar dari hutan terasa lama dan penuh dengan jalanan berbatu. Saga melirik Lea sesekali, memastikan bahwa gadis kecil itu masih bernafas dan tidak mengalami luka serius.
"Orang tua macam apa yang meninggalkan anaknya sendirian di hutan," gumamnya seraya berdecak.
Lanjut ke episode tiga...