London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 2
Sunny menarik napas panjang sambil sesekali memijit pelipis. Dia mendadak tersadar kalau ternyata lelaki di sampingnya itu sangat keras kepala. Padahal, sejak tadi dia sudah memberikan signal penolakan, tetapi lelaki itu masa bodoh dan tetap saja mendekatinya. Dasar, lelaki muka tembok!
"Sunny."
"Kalau aku mengajukan syarat, apa kamu bersedia?" Sunny balik bertanya, seraya menatap Orion.
"Apa syaratnya?" tanya Orion dengan penuh semangat. Sudah terbayang jelas dalam otaknya, menghabiskan waktu mengelilingi Hyde Park bersama Sunny. Ahh, Orion berjanji pada dirinya sendiri untuk meninggalkan kesan semanis mungkin, agar Sunny juga tak bisa melupakannya.
"Kamu bawa ponsel?"
Orion mengangguk, lagi-lagi dengan penuh semangat. Dia berpikir Sunny akan meminta nomornya. Namun, ternyata ia keliru untuk kesekian kalinya.
"Matikan ponselmu dan berikan padaku. Selama kita bersama, aku tidak mau melihatmu memegang ponsel," ujar Sunny, membuat Orion mengernyit seketika.
Apa pula maksudnya?
"Aku tidak suka berdekatan dengan orang asing. Tapi, kamu sangat pemaksa, jadi ... anggap saja kesediaanku ini untuk menghargai kerja kerasmu. Tapi, aku juga tidak akan memberimu kesempatan untuk mengabadikan momen-momen nanti, makanya kamu harus mematikan ponsel dan menyerahkannya padaku." Sunny menjelaskan tanpa dipinta, seolah ia bisa menebak apa yang ada dalam pikiran Orion.
"Tapi ...." Orion kehilangan kata-kata. Sebenarnya dia sudah merencanakan hal itu sejak awal—mengabadikan momen bersama Sunny. Namun sayang, perempuan itu terlebih dahulu mengetahui niatnya. Sialan!
"Aku tidak memaksa. Kamu bersedia, silakan. Tidak, juga silakan. Aku tidak masalah menghabiskan waktu sendirian," ujar Sunny sambil kembali menatap ke depan.
"Baik, aku bersedia. Tapi ... beri tahu aku siapa namamu dan di mana tempat tinggalmu. Nanti aku akan langsung menyerahkan ponsel ini ke kamu," kata Orion sembari menimang-nimang ponselnya, yang kala itu sudah dalam keadaan mati.
Mendengar hal itu, Sunny langsung menoleh lagi. "Sayangnya aku tidak tawar-menawar denganmu."
"Baiklah. Terserah apa katamu, yang penting ... kita bersama hari ini." Orion menyerah, tak sanggup lagi membujuk Sunny.
"Oke."
Keputusan telah disepakati. Sunny bersedia menemani Orion sehari itu, sedangkan Orion bersedia memberikan ponselnya pada Sunny selama mereka bersama.
Setelah mencapai kesepakatan itu, Sunny bangkit dan mengajak Orion berjalan-jalan menyusuri taman, sampai akhirnya mereka tiba di bawah pohon maple yang berjajar rapi.
"Kamu sudah berapa kali ke sini?" tanya Orion ketika Sunny mengajaknya duduk di atas hamparan rumput hijau. Angin berembus sangat sejuk, sangat cocok untuk bersantai.
"Dua kali," jawab Sunny. Tidak bohong, memang baru dua kali dia ke sana.
Orion merekam jawaban itu, dan kemudian menarik kesimpulan bahwa Sunny tidak tinggal di London.
"Apa kesibukanmu, kerja atau kuliah? Kalau aku ... sudah kerja. Mengurus bisnisnya Papa."
"Aku masih kuliah, tapi terkadang juga kerja. Dan yang pasti ... mengurus anak." Sontak jawaban Sunny membuat Orion membelalak.
"Mengurus anak? Kamu ... sudah punya anak?" tanya Orion.
Sunny tertawa kecil. "Kenapa? Menyesal ya setelah tahu aku punya anak?"
Orion gelagapan seketika. Kalau dia punya anak, jangan-jangan juga punya pasangan. Oh tidak, jangan sampai dirinya dihajar dan babak belur karena mengganggu kekasih orang.
"Ini anakku, namanya Stivo. Sangat tampan, kan?" Sambil menahan tawa, Sunny menunjukkan layar ponselnya, yang mana sedang menampilkan kucing persia abu-abu dengan sepasang mata cokelat terang, seperti mata Sunny saat ini.
"Anak yang kamu maksud itu ... kucing?"
Sunny mengangguk. "Iya. Dari baru lahir dia kurawat, jadi kuanggap anak sendiri."
Orion mangut-mangut. Pikirnya, selera humor Sunny cukup tinggi juga. Namun, bukan itu yang menjadi fokusnya Orion, melainkan bentuk bangunan yang tampak di foto barusan. Meski hanya sekilas, tetapi Orion sudah memahami bangunan barusan, mirip penthouse di Eropa. Jadi, kemungkinan besar Sunny tidak tinggal di Asia.
"Kamu mau ke mana lagi?" tanya Sunny selagi Orion masih menerka-nerka di mana kira-kira negara asal Sunny.
"Terserah kamu saja. Ke mana pun aku suka, asal bersamamu."
Sunny hanya mencibir. Baginya, sangat jelas bahwa ucapan Orion barusan hanyalah rayuan khas playboy. Kendati begitu, Sunny tetap mengajaknya berkeliling Hyde Park. Menikmati taman bunganya yang luas dan indah, monumen-monumennya yang bersejarah, dan juga mencicip makanan-makanan khas London yang ada di sana. Tak lupa juga melihat-lihat merchandise unik nan cantik yang menggoda mata untuk membelinya. Kali ini, Orion berinisiatif membeli dua gantungan kunci yang berbentuk daun maple, satu untuk dirinya sendiri dan satu lagi untuk Sunny.
Awalnya, Sunny menolak. Namun setelah dipaksa, akhirnya mau menerimanya. Pikir Sunny, harganya tidak mahal, jadi tidak termasuk hutang budi kan?
Terlalu mengenangkan perjalanan mereka, sampai tak terasa kini sudah pukul 09.00 malam, sudah waktunya bagi mereka untuk pulang ke rumah masing-masing. Sunny tentu saja bersemangat. Namun, lain halnya dengan Orion, sangat berat hati berpisah dengan Sunny.
"Waktu kita benar-benar selesai?" tanya Orion.
"Sudah malam, lagi pula sudah cukup lama kita bermain-main. Apa kami tidak lelah?"
"Sunny." Orion menatap Sunny dengan lekat. "Apa kamu benar-benar tidak mau berkenalan denganku? Namaku—"
"Tunggu sampai kita bertemu lagi, barulah berkenalan. Bahkan, mungkin kita juga bisa bertukar nomor," pungkas Sunny.
"Kalau kita tidak bertemu lagi?"
Sunny tersenyum. "Yakin saja dulu. Kalau dari awal kamu ragu begini, aku juga ragu untuk berkenalan denganmu."
Tanpa membuang waktu lagi, Sunny langsung pergi dan tak menghiraukan Orion yang masih mematung menatapnya.
Jawaban barusan hanyalah kata-kata sepintas lalu agar segera lepas dari Orion. Ya ... tak ada yang berkesan bagi Sunny, justru dia berpikir Orion hanyalah playboy yang selalu tergoda dengan wanita cantik. Walau ada kemungkinan mereka bertemu lagi—karena berasal dari negara yang sama, tetapi Sunny sangat berharap agar mereka tinggal di pulau yang berbeda. Jadi, kesempatan bertemu itu amat tipis.
Berbeda dengan Sunny yang langsung membuang jauh momen barusan, Orion justru menggenggamnya kuat-kuat dalam ingatan. Sunny, gadis musim panas yang ia temui di negara orang, menjadi satu-satunya perempuan yang berhasil menggetarkan hatinya.
"Aku sungguh berharap, Sunny, kelak kita akan bertemu lagi. Dan aku ... tidak akan melepaskanmu," gumam Orion sambil menggenggam gantungan kunci dan juga ponsel yang beberapa saat lalu dipegang oleh Sunny.
Bersambung...
Dan Tara prilaku mu mencerminkan hati yng sdng galau , kenapa juga harus mengingkari hati yng sebenarnya Tara
Orion kalau kamu benar cinta ke Tara terus lah perjuangkan.
lanjut thor 🙏