Keira Maheswari tak pernah menyangka hidupnya akan berubah begitu drastis. Menjadi yatim piatu di usia belia akibat kecelakaan tragis membuatnya harus berjuang sendiri.
Atas rekomendasi sang kakak, ia pun menerima pekerjaan di sebuah perusahaan besar.
Namun, di hari pertamanya bekerja, Keira langsung berhadapan dengan pengalaman buruk dari atasannya sendiri.
Revan Ardian adalah pria matang yang perfeksionis, disiplin, dan terkenal galak di kantor. Selain dikenal sebagai seorang pekerja keras, ia juga punya sisi lain yang tak kalah mencolok dari reputasinya sebagai playboy ulung.
Keira berusaha bertahan menghadapi kerasnya dunia kerja di bawah tekanan bosnya yang dingin dan menuntut.
Namun, tanpa disadari, hubungan mereka mulai membawa perubahan. Apakah Keira mampu menghadapi Revan? Atau justru ia akan terjebak dalam pesona pria yang sulit ditebak itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teddy_08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Akan Kubalas
13.00 WIB — Kantor Revan
"Keira, ada tamu nungguin di bawah," panggil Mia lewat sambungan intercomnya.
Mia adalah sahabat yang baru dikenal Keira di perusahaan milik Revan. Siang itu, benar-benar merasa gelisah. Hari-hari serasa kelabu. Hatinya terasa gundah. Tidak bisa fokus menjalankan apapun apa lagi pekerjaan.
"Siapa? Ada perlu apa? Saya mau lunch dengan Mas Revan," tanya Keira yang masih diliputi rasa gelisah.
"Gak tahu Mbak, katanya penting," jawab Mia. Masih menunggu persetujuan Keira.
"Suruh bikin appoinment, tamu harus isi waiting list," ujar Keira sambil terburu-buru merapikan meja serta riasannya.
"Oke deh, siap. Aku bilang dulu sama tamunya." Tutup Mia seketika.
Keira segera mematikan laptop, dan menutupnya. Kemudian menggapai ponsel di atas meja beserta tas miliknya. Baru saja ia beranjak berdiri meninggalkan kursi, intercom kembali berdering.
"Halo, Mia. Aku sudah ditunggu Mas Revan nih. Suruh tamunya ketemu Mbak Wina dulu juga boleh deh."
"Mbak Keira, dia bukan klien atau sejenisnya. Katanya mau ngobrol soal Wina sama Mbak."
Jantung Keira terkesiap mendengar nama Wina disebut-sebut. Siapakah yang datang ke kantor sampai harus menyeret-nyeret nama perempuan itu.
"Okay, bilang sama dia saya turun sekarang. Suruh tunggu di lobby."
"Baik, Mbak."
Keira mempercepat langkahnya turun ke lobby mencari tahu siapa sebenarnya yang datang ingin menemuinya.
Dengan tergesa-gesa Keira mengirimkan pesan singkat kepada Revan bahwa ia tidak bisa menemaninya makan siang. Mungkin saja ada informasi penting yang ingin ia sampaikan. Sampai-sampai harus datang ke kantor dan berbicara langsung dengan Keira.
Akhirnya. Keira Sampat juga di meja resepsionis dan ia segera menghampiri meja tempat di mana harus menerima tamu.
"Mbak, Keira. Itu tamunya sudah menunggu. Yang lagi duduk di sofa," tunjuk Mia pada pria bertubuh gempal yang tambun mengenakan topi hitam dan pakaian serba hitam itu.
"Okay, thanks ya," jawab Keira kemudian berlalu menuju sofa.
"Permisi, saya Keira. Ada apa ya mencari saya?" tanya Keira memberanikan diri, meski sebenarnya ia gemetar melihat tampilan pria itu.
Wajahnya seperti familiar. Tapi Keira tak yakin, kenal di mana. Ia hanya memperhatikan sejenak sambil menjatuhkan tubuhnya di sofa yang lainnya.
"Halo Keira, Lo masih ingat gue gak?" tanyanya sambil mengulurkan tangannya.
"Aku Barry, kita pernah ketemu di villa pribadi Revan waktu itu. Mungkin kamu lupa ya," ujarnya lagi mencoba mengingatkan pertemuan terakhir kita itu.
"Oh ya, inget. Waktu itu gue lagi liburan sama laki. Ada apa ya?" tanya Keira penasaran sambil mempersilahkan tamunya untuk meminum secangkir teh yang telah dihidangkan.
"Wina masih kerja bareng Revan?" tanyanya.
"Lah, Mas Barry sendiri bukannya juga karyawan Revan?" tanya Keira berhati-hati.
Sejujurnya ia tidak tahu menahu tentang hubungannya dengan Wina. Hanya saja, ia heran mengapa bisa masuk dan ikut Wina menyampaikan laporan keuangan kepada Revan jika tidak ada sangkut pautnya dengan perkejaan.
"Aku hanya temannya Wina yang disuruh menyamar sebagai karyawan. Katanya sih buat jagain dia biar aman," ucapnya memberikan penjelasan.
"Terus tujuannya kemari? Saya gak mau ada sangkut pautnya dengan Wina. Belakangan terakhir, saya memergokinya menggoda suami saya," ujar Keira kesal.
"Hahahaha … Lo baru tahu sekarang jadinya? Telat dong," ujarnya sambil tertawa lepas.
"Maksudnya?"
"Saya memiliki banyak bukti jika Wina itu Berteman dengan segerombolan wanita panggilan, termasuk yang namanya Debra. Wina juga wanita simpanan. Kalau nanti butuh bukti itu untuk melawan Revan, hubungi saya gue. Oke, aku pamit. Minta nomor kamu, nanti biar enak pas hubungi," ujarnya panjang lebar.
Mulut Keira ternganga mendengar pengakuan Barry tentang wanita-wanita yang mengelilingi Revan selama ini.
Keira memberikan ponselnya, pria itu bergegas menulis dan menyimpan nomornya. Setelah itu berpamitan pada Keira.
"Gue pamit, eh tapi ingat ya … gak ada yang gratis," ujarnya kemudian berlalu meninggalkan tempat.
Sementara Keira masih tercenung di sana. Melihat hal itu Mia cepat-cepat menghampiri.
"Ada apa Mbak? Pak Revan dari tadi nelpon terus tuh? Katanya masih nungguin Mbak. Oh ya, tumben kali ini dia ngajakin Mbak Wina juga makan siang," celoteh Mia mengusir lamunan Keira.
"okeh gak apa-apa Mia. Akan ada hari pembalasan," ceplosnya.
Keira lupa jika ia harus merahasiakan status pernikahannya. Tapi dengan keadaan yang sesulit ini rasanya ia ingin membalas setiap sakit hati yang ditorehkan Revan kepadanya.
Keira kemudian bergegas berlalu pergi meninggalkan kantor lewat pintu belakang gedung. Kini ia tahu identitas Wina yang sebenarnya lewat keberadaan Barry yang ternyata adalah mucikari yang selama ini bekerja dengan Wina da juga Debra untuk menjerat suaminya.
Dengan hati yang terluka, Keira memutuskan untuk pergi beberapa waktu meninggalkan Revan tanpa berpamitan kepadanya.
Meskipun begitu. Ia tetap melakukan penyamaran memata-matai Revan dari kejauhan.
Keduanya asyik mengobrol. Entah apa yang sedang mereka perbincangkan. Yang jelas dari ekspresinya terlihat begitu serius.
Sekarang Keira bingung harus datang menghampiri dan melabraknya, atau memilih pergi sementara waktu.
Yang ada dibenaknya hanya nama Alan. Sang kakak. Keluarga satu-satunya yang dia miliki.
Keira segera mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan singkat untuk suaminya. Penting baginya memberikan pelajaran untuk pria hidung belang sepertinya.
[Maaf karena aku tidak bisa menemani kamu. Mungkin aku bukanlah orang yang tepat yang kamu cari selama ini. Aku melihatmu bahagia dari kejauhan. Salam buat Mbak Wina ya. Sampaikan ucapan terimakasih ku kepadanya. Keira Anindita]
Send.
Pesan terkirim. Kemudian Keira pergi menghadang taksi. Ia menangis sepuasnya di dalam taksi yang ia tumpangi.
Saat ditanya ke mana oleh sopir taksi, barulah ia ingat jika harus menghubungi Alan.
"Halo, Kak Alan," sapa Keira dari sambungan teleponnya.
"Ya. Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan nada cemas.
"Nanti aku ceritain semua. Bisa jemput aku di depan pasar Sukawati?" tanya Keira kebingungan.
"Ya, tunggu di sana. Aku berangkat sekarang," ujarnya lalu menutup sambungan telepon sepihak.
"Antar ke pasar Sukawati Pak," ujar Keira pada sopir taksi kemudian.
Tercetak raut sedih di wajahnya. Tapi ia sudah bertekad ingin membalas setiap sakit hati yang ia rasakan.
Berulangkali layarnya berkedip. Pertanda panggilan telepon berulang. Entah berapa kali banyaknya.
Yang jelas. Panggilan telepon itu bersumber dari Revan datangnya. Dan Keira enggan mengangkatnya.
Ia simpan justru memilih menyimpan ponselnya ke dalam tas, tidak mendengar kabar apapun itu lebih baginya.
**
Di depan pintu masuk pasar Sukawati. Keira melemparkan tatapan menyapu setiap sudut halaman pasar.
Tatapannya terhenti pada seorang pria yang terlihat bingung menunggu seseorang. Tampilannya tampak berbeda dengan kacamata hitamnya.
"Kak, aku di sini!" teriak Keira sambil melambaikan tangannya ke arah Alan.
Alan dan Keira memang terlahir dengan keadaan fisik yang sempurna. Bahkan tak jarang orang asing menduga keduanya adalah pasangan kekasih.
"Pakai mobil siapa Kak?" tanya Keira kebingungan, mendapati mobil sport mewah yang menjemputnya.
Alan tidak menjawab hanya tersenyum sembari membukakan pintu mobil untuknya.
Ketika masuk dan duduk, mata Keira terbelalak. Ia tercekat menemukan pria bertubuh tegap sedang duduk disampingnya.
— To Be Continued