Di sebuah sekolah yang lebih mirip medan pertarungan daripada tempat belajar, Nana Aoi—putri dari seorang ketua Yakuza—harus menghadapi kenyataan pahit. Cintanya kepada Yuki Kaze, seorang pria yang telah mengisi hatinya, berubah menjadi rasa sakit saat ingatan Yuki menghilang.
Demi mempertahankan Yuki di sisinya, Ayaka Ito, seorang gadis yang juga mencintainya, mengambil kesempatan atas amnesia Yuki. Ayaka bukan hanya sekadar rival cinta bagi Nana, tapi juga seseorang yang mendapat tugas dari ayah Nana sendiri untuk melindunginya. Dengan posisi yang sulit, Ayaka menikmati setiap momen bersama Yuki, sementara Nana harus menanggung luka di hatinya.
Di sisi lain, Yuna dan Yui tetap setia menemani Nana, memberikan dukungan di tengah keterpurukannya. Namun, keadaan semakin memburuk ketika Nana harus menghadapi duel brutal melawan Kexin Yue, pemimpin kelas dua. Kekalahan Nana dari Kexin membuatnya terluka parah, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ibadurahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26.
...Kexin Yue...
Bel masuk berbunyi nyaring, menandakan dimulainya pelajaran. Namun, Yuki justru dikejutkan oleh sesuatu yang tidak ia duga. Nana berjalan ke arahnya.
Yuki menegang. Ia berpikir Nana akan melakukan sesuatu padanya, mungkin menyerangnya, mungkin menantangnya, atau mungkin, sesuatu yang lebih buruk.
Namun, saat Nana sudah berada di dekatnya, ia justru duduk di kursi yang berada tepat di sebelahnya.
Kelas ini memang menerapkan sistem tempat duduk individual, di mana setiap siswa duduk sendiri. Tapi, tetap saja, jarak Nana dengan Yuki begitu dekat.
Sesekali, Yuki melirik gadis itu. Matanya menelusuri wajah Nana, berusaha memahami sesuatu yang aneh yang ia rasakan sejak kemarin. Tiba-tiba,
Dug-dug.
Jantungnya berdegup kencang. "Apa ini,?" gumamnya dalam hati. Ia mencoba mengingat sesuatu, sesuatu tentang Nana. Namun, rasa sakit yang tiba-tiba menyerang kepalanya membuatnya mengerang. "Ugh!" Yuki memegang kepalanya, ekspresi kesakitan terpampang jelas di wajahnya.
Keisuke, yang duduk di depan Yuki, langsung berbalik. "Hei, kawan! Ada apa?" tanyanya khawatir.
Yuki mengatur napas, berusaha menahan rasa sakit itu. "Tidak apa-apa, hanya sedikit pusing," jawabnya pelan.
Nana memperhatikan Yuki dari samping. Ia ingin sekali menenangkannya. Tapi percuma. Jika ia melakukan sesuatu, Yuki mungkin hanya akan salah paham. Karena itu, Nana tetap diam, meskipun rasa khawatirnya tidak hilang.
**
Saat jam istirahat tiba, suasana di koridor terasa lebih hidup. Para siswa berkumpul, bercanda, mengobrol, atau sekadar berjalan-jalan mencari angin segar.
Yuki berdiri di luar kelas bersama Keisuke dan Naoki. Meskipun ia masih merasa asing dengan mereka, perlahan-lahan ia mulai bisa beradaptasi. Namun, tiba-tiba, Koridor yang tadinya riuh mendadak hening.
Semua perhatian tertuju pada seorang gadis yang berjalan anggun melewati para siswa. Dia memiliki rambut panjang yang lurus dengan warna coklat keemasan, bibirnya selalu terlihat sibuk mengemut lolipop, dan tatapannya penuh dengan kepercayaan diri. Setiap langkahnya membuat siswa-siswa di sekitarnya buru-buru menyingkir, seakan takut untuk menghalangi jalannya. Dia adalah Kexin Yue. Pemimpin seluruh kelas 2.
Yuna dan Nana yang berdiri tidak jauh dari sana ikut membeku melihat kedatangannya. "Mau apa dia ke sini?" gumam Yuna, waspada.
"Entahlah," jawab Nana dengan tatapan tajam.
Kexin berjalan melewati mereka tanpa mengucapkan sepatah kata pun, hingga akhirnya berhenti di depan kelas 1C. Suasana semakin sunyi. Dengan suara yang tenang namun tajam, ia bertanya, "Siapa yang bernama Yuki?"
Yuki, yang mendengar namanya disebut, mengangkat kepalanya dan berdiri dengan tenang."gue!"
Keisuke dan Naoki langsung menegang. Mereka tahu bahwa Kexin Yue tidak pernah datang tanpa alasan.
Gadis itu berjalan mendekati Yuki dengan gaya santainya, lalu mulai mengelilinginya. Tatapan matanya meneliti sosok Yuki dengan penuh rasa ingin tahu. Kemudian, dengan gerakan cepat, ia menyentuh dagu Yuki dengan ujung jarinya, mengangkatnya sedikit. "Hmm... pemimpin kelas satu ternyata tampan juga," godanya dengan senyum menggoda.
Yuki tetap diam, tidak bereaksi. Namun, dari kejauhan Nana mengepalkan tangannya erat-erat. Matanya menyala penuh amarah. Ia tahu siapa Kexin Yue. Tapi melihat Yuki diperlakukan seperti itu, Rasanya seperti ada api yang membakar dadanya. Dengan gerakan refleks,
Nana hendak maju, namun Yuna dengan cepat menahannya. "Jangan, Nana."
Nana menoleh dengan tatapan tajam. "Tapi,,,,"
"Nggak usah," kata Yuna lagi, suaranya lebih tenang.
Nana menggertakkan giginya, tapi akhirnya menurut. Ia tetap berdiri di tempatnya, meskipun tatapan matanya penuh dengan kebencian saat melihat bagaimana Kexin terus menggoda Yuki.
Sementara itu, Yuki hanya bisa menelan ludah ketika wajah Kexin semakin mendekat. Bibinya yang lembut hampir menyentuh wajahnya. Lalu, dengan suara manja namun penuh ketegasan, Kexin berkata, "Mau jadi pacarku?"
Ruangan terasa semakin sunyi. Bahkan Nana yang berdiri cukup jauh bisa mendengar pertanyaan itu dengan jelas. Jantungnya berdegup kencang karena marah.
Yuna menggenggam pergelangan tangan Nana dengan erat, memastikan Nana tetap diam.
Yuki menatap Kexin dalam diam. Lalu, dengan suara datar, ia menjawab, "Maaf, gue sudah punya pacar."
Kexin tidak menunjukkan tanda-tanda kecewa. Sebaliknya, Dia justru tertawa. Tawa yang kecil pada awalnya, tapi semakin lama semakin kencang.
Semua orang yang melihatnya hanya bisa diam, menunggu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Lalu, tanpa peringatan, Kexin menarik kerah seragam Yuki, menariknya lebih dekat. Jarak di antara mereka hanya satu milimeter. Dengan suara yang lebih pelan namun penuh ancaman, ia berbisik, "Akan gue buat lu menyesal, karna menolak gue" Dan dengan satu dorongan kuat,
Bugh!
Yuki terhempas ke lantai. Semua siswa yang menyaksikan kejadian itu menahan napas.
Kexin menatap Yuki untuk beberapa detik sebelum akhirnya berbalik dan berjalan pergi begitu saja, seakan tidak terjadi apa-apa.
Yuki tetap duduk di lantai, tidak bergerak. Kata-kata Kexin masih terngiang di kepalanya. 'Akan gue buat lu menyesal.' Apa yang sebenarnya diinginkan gadis itu?
Keisuke dan Naoki buru-buru membantu Yuki bangkit setelah ia terjatuh akibat dorongan Kexin. "Hei, lu nggak apa-apa?" tanya Keisuke sambil menepuk bahu Yuki.
Yuki mengusap dagunya yang sedikit sakit akibat benturan tadi. "Gue baik-baik saja," jawabnya, lalu menatap Keisuke dan Naoki dengan mata penuh tanda tanya. "Siapa gadis itu?"
Keisuke dan Naoki saling pandang sebelum akhirnya Keisuke menjawab, "Kexin Yue. Pemimpin kelas 2."
Yuki mengernyit. "Pemimpin kelas 2?"
"Hati-hati dengannya," sahut Naoki, suaranya terdengar lebih serius. "Bahkan pemimpin kelas 3 kalah olehnya."
Yuki memproses informasi itu dalam diam. Sesaat kemudian, ia berkomentar, "Sepertinya dia bukan orang Jepang."
Naoki mengangguk ringan. "Dia orang Jepang, tapi keturunan China dari ayahnya."
Yuki menghela napas, masih berusaha memahami situasi yang baru saja terjadi.
"Dia tadi berbisik apa sebelum mendorong lu?" tanya Keisuke penasaran.
Yuki menatap kosong ke depan, mengingat kembali kata-kata Kexin. "Dia hanya bilang akan membuat gue menyesal," jawabnya.
Mendengar itu, Keisuke langsung membelalakkan mata. "Gawat."
Yuki menoleh. "Kenapa?"
Naoki menghela napas berat. "Pokoknya lu harus hati-hati. Jangan sampai bertemu dengannya saat sendirian."
Yuki bisa merasakan nada peringatan dalam suara Naoki. Namun, sebelum ia bisa bertanya lebih lanjut, suasana di sekitar mereka kembali ramai dengan gosip seputar insiden tadi. Kexin Yue, pemimpin kelas 2. Seorang gadis yang bahkan bisa menundukkan pemimpin kelas 3. Dan sekarang, dia telah mengincarnya.
**
Sementara itu, Di lantai dua gedung sekolah, seluruh siswa kelas 2 berkumpul di sepanjang koridor, menciptakan suasana tegang yang bahkan terasa hingga ke lantai bawah.
Di antara mereka, berdiri Kexin Yue dengan ekspresi penuh percaya diri. Di sebelahnya, seorang gadis dengan wajah yang berbeda dari kebanyakan siswa di sana.
Mata yang lebih lebar, hidung mancung, rambut hitam pekat yang tergerai lurus, serta kulit kuning langsat yang khas. Dia adalah Zelda Aisha. Ayahnya berasal dari Indonesia, sementara ibunya orang Jepang. Keduanya bertemu dan menikah di Jepang, hingga akhirnya melahirkan Zelda yang kini menjadi tangan kanan Kexin.
Tanpa menoleh, Kexin berbicara, "Zelda, buatkan surat tantangan untuk kelas 1."
Zelda menoleh sekilas, kemudian mengangguk. "Baik," jawabnya singkat. Ia segera bergegas menuju lantai tiga, tempat kelas-kelas tahun pertama berada. Namun, bukannya menuju ke kelas Yuki, pemimpin kelas 1, Zelda berjalan menuju kelas paling ujung, Kelas 1G. Kelas yang terkenal berisi siswa-siswa paling liar dan brutal di angkatan mereka.
Saat langkah Zelda memasuki ruangan, semua siswa kelas 1G yang tadinya penuh keangkuhan menciut dalam sekejap. Mereka seperti kerupuk yang tersiram air, kehilangan taji mereka dalam hitungan detik. Namun, hanya satu orang yang tetap tidak menunjukkan rasa takutnya. Kai Takashi. Tatapannya tetap dingin saat melihat Zelda berjalan ke arahnya.
Dari luar, seorang gadis memperhatikan dengan saksama.Yui Nakahara, Ia berasal dari kelas 1F, namun rasa penasarannya membawanya keluar kelas ketika melihat Zelda berjalan menuju 1G. 'Apa yang ingin dilakukan gadis itu?'
Saat Zelda sudah berada di depan Kai, ia tanpa banyak bicara langsung meremas selembar kertas di tangannya, lalu melemparkannya tepat ke wajah Kai. Kai tetap diam, tidak bereaksi. Zelda tidak mengatakan apa pun. Setelah melemparkan kertas itu, ia langsung berbalik dan berjalan pergi begitu saja.
Yui segera melangkah mendekati Kai. "Apa itu?" tanyanya penasaran.
Kai mengambil kertas yang tadi dilemparkan ke wajahnya, lalu membuka lipatannya dengan perlahan. Mata mereka berdua langsung terpaku pada tulisan di dalamnya. "Besok, di lapangan belakang sekolah."
Suasana terasa semakin menegangkan. Kai membaca tulisan itu sekali lagi, lalu tersenyum tipis. "Akhirnya terjadi juga."
Yui menatapnya dengan penuh pertanyaan. "Tapi... apa kita pernah membuat masalah dengan kelas 2? Atau mereka hanya ingin menguji pemimpin baru kita?"
Kai menghela napas panjang. "Entahlah," jawabnya pelan. Namun satu hal yang pasti Ini harus segera disampaikan pada Yuki.