NovelToon NovelToon
The Second Wife

The Second Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Poligami / Cinta setelah menikah
Popularitas:13.2k
Nilai: 5
Nama Author: Gilva Afnida

Pergi dari rumah keluarga paman yang selama ini telah membesarkannya adalah satu-satunya tindakan yang Kanaya pilih untuk membuat dirinya tetap waras.

Selain karena fakta mengejutkan tentang asal usul dirinya yang sebenarnya, Kanaya juga terus menerus didesak untuk menerima tawaran Vania untuk menjadi adik madunya.

Desakan itu membuat Kanaya tak dapat berpikir jernih hingga akhirnya dia menerima tawaran Vania dan menjadi istri kedua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gilva Afnida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2

Malam sudah tiba. Bahan-bahan sudah tersedia dan Kanaya masih sibuk menyiapkan masakan dengan wajahnya yang sembab dan bengkak.

Sebentar lagi makan malam akan dilaksanakan namun Vania dan suaminya masih belum datang. Berulang kali Kanaya membasuh wajahnya yang membasah oleh air mata. Sakit di hatinya masih terasa hingga dia tak mampu memberhentikan air mata yang terus mengalir ke pipinya.

"Apa kamu masih belum selesai, Nay?" Toni duduk di depan meja makan sambil mencomot tempe goreng yang masih mengeluarkan asap panas di atasnya. Dia melihat punggung Kanaya yang sedikit membungkuk dan memperhatikan sikap Kanaya yang nampak diam saja.

"Kamu kenapa? Sakit ya?" Toni mendatangi Kanaya dan memperhatikan wajahnya yang sembab dari arah samping. "Kamu habis nangis?"

Kanaya yang tadinya sedang menyuci sendok pun memberhentikan kegiatannya. Dia membiarkan Toni melihat wajahnya yang basah oleh air mata.

"Kamu kenapa sih? Masih mikirin soal tadi?" tanya Toni sedikit memaksa. "Gak usah ka-"

"Apa benar kalau aku..." Kata itu terasa tercekat di tenggorokan Kanaya. Dia merasa tak mampu untuk melanjutkannya.

"Apa benar kalau aku adalah anak kandungnya paman?" tanyanya menatap Toni dengan deraian air mata.

Toni terdiam sejenak. Wajahnya mulai mengeras dengan mata yang mulai memerah. "Apa tantemu yang memberitahukan itu?"

Kanaya menganggukkan kepalanya.

Toni memejamkan matanya, berusaha memikirkan jawaban atas situasi yang belum pernah terbayangkan oleh dirinya sebelumnya.

"Kenapa paman tidak menjawab? Aku butuh jawabannya sekarang."

"Ya. Memang benar kalau kamu adalah anak kandungku."

Pengakuan Toni semakin membuat hatinya teriris dan terluka. Kenyataan pahit yang dia dengar kedua kalinya rupanya tak membuat hatinya terbiasa. Begitu bodohnya selama ini dia hidup biasa saja tanpa mengetahui kenyataan gila yang tersimpan selama ini.

"Aku bisa menjelaskan semua ini, Nay." Toni berusaha menenangkan Kanaya yang nampak menderita.

"Kenapa? Kenapa paman menyembunyikannya selama ini? Kalau saja paman memberitahuku yang sebenarnya dari awal, aku tak mungkin mau hidup sebagai benalu di rumah ini."

"Kamu itu anakku, Nay. Bukan benalu, jadi tidak mungkin aku akan membiarkanmu hidup sendirian di luaran sana. Aku mohon tenanglah..." Toni takut jika Kanaya histeris, akan ada yang mendengar pembicaraan mereka. Toni belum siap akan hal itu.

"Bagaimana mungkin aku bisa tenang sedang selama ini ada hati seorang wanita yang terluka? Wanita itu telah hidup bersama dengan seorang anak dari selingkuhan suaminya. Entah sudah seberapa dalam luka yang didapatnya. Apa paman tak pernah memikirkan itu?"

Pertanyaan dari Kanaya seperti menusuk relung hati Toni yang terdalam. Memang selama ini dia merasa bersalah dengan istrinya, Helga. Namun dia sendiri tak pernah membayangkan akan mendengar pertanyaan itu dari mulut putrinya sendiri.

Lidah Toni terasa kelu untuk menjawabnya. Dia sendiri tak tahu jawaban apa yang akan dia keluarkan jika persoalan yang menyangkut tentang istrinya itu. Di sisi lain, dia sendiri masih menyimpan rasa cinta pada ibunya Kanaya namun dia juga tak dapat melepaskan Helga.

Saat keheningan yang cukup lama terjadi di dalam dapur, terdengar suara berisik dari arah luar yang semakin lama semakin mendekat.

"Tadi ibu udah masakin kalian banyak makanan lho." Suara Helga terdengar riang dari arah luar dan diiringi oleh suara Vania beserta Tania.

"Sebaiknya kamu ke kamar dulu dan membasuh wajahmu yang sembab," saran Toni pada Kanaya.

"Aku berharap kamu tidak membuat keributan dengan fakta yang baru saja kamu dengar," ujar Toni dengan penuh harap.

Kanaya tersenyum pahit mendengarnya. Tidak membuat keributan katanya, batinnya sungguh sakit diwanti-wanti seperti itu oleh Toni.

***

Seperti yang diharapkan oleh Toni, Kanaya tadi pergi dari dapur melewati pintu yang mengarah keluar. Kanaya membasuh wajah dan memoles sedikit makeup untuk menutupi wajahnya yang sembab dan sedikit pucat.

Dan di sinilah sekarang. Kanaya sudah duduk diantara yang lain sedang menikmati hidangan makan malam seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Dia lebih banyak menundukkan kepalanya menatap piring yang masih penuh dengan nasi dan lauk. Pikirannya masih kalut tentang fakta-fakta menyakitkan tadi hingga tak terlalu mendengar pembicaraan yang terjadi di sekitarnya.

"Aku sudah bilang, jangan memaksanya untuk mau menjadi adik madumu, Van!" Tiba-tiba suara Toni yang keras membuyarkan lamunan panjang Kanaya.

"Kenapa tiba-tiba papa malah seperti marah terhadapku? Aku hanya meminta bantuannya secara baik-baik." Vania mulai berkaca-kaca. Wanita itu memang lemah jika ada yang membentaknya dengan nada yang tinggi seperti yang dilakukan oleh Toni barusan.

Adnan, sang suami pun mulai mengelus bahu Vania untuk menenangkannya.

Perasaan Kanaya mulai merasa tidak karuan. Ucapan Toni padanya terakhir kali tadi terus terngiang-ngiang dalam benaknya. 'Jangan membuat keributan!'

"Sebenarnya aku ini anak papa apa bukan sih?" gumam Vania yang tentu saja didengar oleh banyak orang.

"Iya nih, papa dari dulu selalu bela Kanaya. Aku curiga deh apa jangan-jangan..." Tania tak mampu meneruskan bicaranya, dia hanya menatap tak suka pada Kanaya yang masih menundukkan kepalanya.

"Puas kamu, Mas? Demi membela dia, kamu sudah menyakiti kedua anakmu." Helga geram melihat kelakuan Toni yang selalu membela Kanaya.

Kanaya memejamkan mata, kepalanya berdenyut-denyut nyeri. Berbagai percakapan antara dirinya dengan Helga dan Toni pun terus berputar-putar dalam pikirannya. "Aku akan menerimanya."

Semua pandangan mengarah pada Kanaya.

Kedua mata Kanaya terbuka dan dia mendongakkan kepalanya, menatap tajam pada Toni yang berada di seberangnya. "Aku setuju untuk jadi istri kedua."

Toni mengeratkan giginya erat, berusaha menahan amarah yang bergejolak dalam dadanya. Ingin rasanya dia menahan keputusan Kanaya namun dia masih tetap ingin mempertahankan rumah tangganya.

"Serius, Nay?" Vania menatap Kanaya tak percaya.

"Serius kok, Mbak. Mbak mau aku menikah kapan? Besok? Lusa? Atau... nanti malam?" Kanaya tersenyum manis menatap Vania.

Vania tertawa lirih. "Gak nanti malam juga kali, Nay. Nanti aku akan atur waktunya secepat mungkin deh. Terima kasih ya."

"Seharusnya aku yang berterima kasih. Hutang budiku akan terbayar lunas kan kalau aku menolong keluarga ini?" Kali ini Kanaya menatap Helga yang wajahnya sudah memerah dengan mata tajamnya.

"Baguslah kalau kamu mengerti. Beban keluarga ini akan berkurang kalau kamu keluar dari rumah ini." Kedua tangan Tania melipat kedua tangannya di depan dada, menatap remeh pada Kanaya. Sifatnya memang sebelas dua belas seperti ibunya.

"Terima kasih, Tania. Pastikan setelah aku keluar dari rumah ini, kamu tidak akan menjadi target babu yang selanjutnya."

"Naya!" bentak Toni. Dia sudah tak bisa menahan Kanaya yang saat ini sikapnya seperti tak biasanya.

Kanaya langsung berdiri dan menatap tajam pada semua orang. "Mbak Vania, aku ingin menikah dengan suamimu besok. Jika tidak, aku akan berubah pikiran dan menolak tawaran darimu."

1
Muhammad Malvien Laksmana
Luar biasa
Muhammad Malvien Laksmana
Biasa
Endah Windiarti
Luar biasa
Jessica
ceritanya bagus penulisan nya juga tertata g bikin jenuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!