NovelToon NovelToon
Jingga Swastamita

Jingga Swastamita

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Angst / Enemy to Lovers
Popularitas:8.1k
Nilai: 5
Nama Author: CHIBEL

Namanya Jingga Swastamita, seorang gadis yang hidup selama 19 tahun di panti asuhan.

Jingga, nama yang di berikan oleh ibu kandungnya, serta Swastamita yang memiliki arti senja. Nama yang di berikan oleh Ibu panti, karena ia ditemukan saat matahari akan kembali ke peraduannya.

Tanpa ia duga, seorang pria yang mengaku sebagai ayahnya datang menemuinya setelah bertahun-tahun lamanya dan membawanya tinggal bersama.

Dia akan hidup bersama ayah dan juga ketiga saudara laki-lakinya. Saudara yang pada kenyataannya sangat membenci kehadirannya.

Penderitannya di mulai sejak hari pertama ia menginjakkan kaki di sana. Mampukah Jingga melewati semua perlakuan buruk ketiga saudaranya? Apalagi salah satu dari mereka ternyata menginginkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHIBEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 - Rumit

Sarapan yang biasanya di iringi dengan canda tawa hari ini terasa begitu dingin. Penghuni rumah lebih memilih memakan sarapannya dengan diam.

Jingga masih merasa aura permusuhan yang di layangkan untuknya dari semua sisi, kecuali dari sang Ayah.

"Jingga akan kuliah di kampus kalian," ucap Kepala keluarga di sela makannya.

Jean, yang dari awal sangat amat tidak menyukai kehadiran Jingga meletakkan sendoknya dengan keras. "Setelah membuat keributan di rumah ini, dia juga akan membuat keributan di kampus?" ucapnya dengan dingin.

"Kamu memang kepala keluarga di sini, tapi kamu tidak bisa mengambil keputusan sepihak!" Tania ikut menimpali.

Jerry menghela napas panjang, "Jingga orang baru di sini, lebih mudah jika dia satu kampus dengan kalian. Akan ada yang menjaganya di sana," ucapnya dengan menatap anaknya satu persatu.

"Tidak!! Jio baru saja mendapatkan banyak teman. Jio tidak ingin dijauhi jika mereka tau jika dia adalah anak hasil perselingkuhan Ayah!!"

"Kamu dengar?! Anak-anakmu menolak kehadirannya di sini, akupun begitu. Untuk apa kamu tetap mempertahankannya!!"

"Jika kamu ingin bertanggung jawab, cukup biayai hidupnya dan kembalikan dia ke panti asuhan!" murka Tania.

Jingga menundukkan kepalanya, dia benar-benar tidak di harapkan di sini. Lebih baik hidup seadanya di panti asuhan dari pada hidup di rumah mewah yang terasa tertusuk duri di setiap langkahnya.

"Cukup!! Aku sudah membawanya ke sini, dia akan tetap tinggal di sini. Keputusan mutlak!"

Setelah Jerry mengumandangkan kalimat itu, istri dan juga ketiga putranya pergi dari ruang makan. Sarapan yang masih tersisa banyak di piring ditinggalkan begitu saja.

"Jangan dengarkan mereka, mereka hanya masih terkejut. Lambat laun mereka akan menerimamu dengan baik di sini," ucap Jerry kepada Jingga dengan lembut.

Apakah benar begitu?

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Suasana duka menyelimuti keluarga Januarta, wanita yang sudah melahirkan tiga putra serta menemani Jerry selama 27 tahun baru saja di makamkan 1 jam yang lalu.

Jerry langsung masuk ke dalam rumah setelah kembali dari pemakaman. Meninggalkan Jingga bersama Kakak dan juga adik tirinya.

Mereka bertiga menatapnya dengan penuh amarah. "Pembawa sial!!"

"Andaikan kau tidak datang, ibuku pasti masih hidup! Ibuku mati karena dirimu!!" teriak Jio. Laki-laki itu mendorong Jingga hingga jatuh ke lantai.

Jingga meringis merasakan sakit di bokongnya yang langsung menghantam kerasnya lantai marmer.

"Jangan harap kau bisa hidup tenang di sini," kata Jean dengan datar dan dingin. Dari ketiganya hanya Jean yang terlihat sangat tidak menyukai kehadiran Jingga.

"Ayo masuk! Jangan buang tenaga kalian hanya untuk sampah sepertinya," tukas Jason lalu melangkah masuk dan diikuti oleh kedua adiknya.

Air mata yang berusaha Jingga tahan luruh begitu saja. Tanpa ia sadari, Jerry menyaksikan semua itu dari jendela dengan diam.

Pagi ini, setelah acara sarapan yang berakhir adu mulut, Jerry mendapatkan panggilan jika sang istri mengalami kecelakaan dan meninggal saat perjalanan menuju rumah sakit.

Tidak ada yang tau takdir seseorang.

Jingga masuk ke dalam rumah dengan tertatih, sebelum masuk ke dalam tadi, Jean sempat menginjak telapak tangannya.

Rumah besar nan megah ini benar-benar terasa sunyi. Semua orang pasti merasa begitu kehilangan. Jingga yang baru bertemu dengan Tania juga merasakan hal yang sama. Apalagi mereka yang sudah hidup bertahun-tahun bersama.

"Ibu, Jingga rindu," lirih gadis itu saat sudah duduk di sofa yang ada di kamar yang sekarang ia tempati.

Jingga lupa bagaimana paras ibu kandungnya, ia ditinggalkan di depan panti saat usianya masih belia. Sudah pasti ia melupakan bagaimana wajah dari orang yang sudah melahirkannya.

Matahari sudah berganti dengan bulan, satu kepala keluarga dengan keempat anaknya duduk di ruang makan untuk makan malam.

"Makan," perintah Jerry kepada anak-anaknya.

Entah di sengaja atau tidak, Jean yang duduknya bersebrangan dengan Jingga menyenggol lengan gadis itu saat akan mengambil sayur. Sayur berserakan di atas meja.

"Hati-hati, bodoh! Lihatlah mejanya jadi kotor!" kata Jean.

Semua pasang mata menatapnya, "Aku sudah berhati-hati, kamu yang menyenggol tanganku," balas gadis itu mencoba membela diri.

"Untuk apa aku menyenggol tanganmu. Aku tidak sudi untuk bersentuhan denganmu!"

Sayang sekali, tidak ada yang melihat kejadian yang sebenarnya. "Lain kali lebih hati-hati," ucap Jerry dengan dingin. Suasana hatinya masih buruk.

"Baik, Ayah."

Hanya itu yang bisa Jingga ucapkan. Tidak ada gunanya dia memperpanjang masalah ini, dia tidak ingin memperkeruh suasana.

Makan malam berlangsung dengan cepat, tidak ada yang berselera untuk menyantap hidangan nikmat di atas meja. Semua orang kembali ke kamar masing-masing.

Jingga membuka pintu balkon dan keluar untuk melihat indahnya malam. Kepalanya mendongak ke atas menatap bulan yang dikelilingi ribuan bintang-bintang.

"Maafkan Jingga, Tante Tania. Jika Jingga tau kedatangan Jingga membuat semuanya menjadi rumit seperti ini, lebih baik Jingga hidup di panti saja. Semoga Tante tenang di alam sana," monolog Jingga.

Dalam perjalanan menuju rumah ayahnya kemarin, gadis itu tidak berhenti berdoa di dalam hati. Hanya satu kalimat yang dia ucapkan berkali-kali di dalam hati.

"Semoga istri ayah menerima Jingga dengan baik."

Kalimat yang sangat sederhana, tetapi sangat sulit untuk di wujudkan.

Tok! Tok!

Tok! Tok!

Tok! Tok!

Suara ketukan tidak sabaran membuyarkan lamunan Jingga. Gadis itu dengan cepat berbalik dan melangkah menuju pintu kamarnya.

Clek!

Pintu ia buka dari dalam, dengan pelan ia melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya. Laki-laki dengan tubuh tinggi kurus berdiri dengan angkuh di depan pintu.

"Ngapain sih! Lama banget buka pintu!"

Jingga yang belum terbiasa dengan laki-laki yang lebih muda darinya berdehem pelan. "Ada perlu apa, Jio?" tanyanya.

"Ayah menyuruhmu mencari barang di gudang. Barang penting, nanti taruh aja di depan kamar ayah," ucap Jio dengan malas.

Jingga menatap adik tirinya dengan bingung, "Jam segini?"

"Ini perintah Ayah! Apa kau ingin menjadi anak durhaka?!" sinis Jio. "Ayo! Aku akan mengantarmu sampai depan gudang," lanjutnya.

Mau tidak mau Jingga mengikuti langkah Jio setelah menutup pintu kamarnya. "Sana masuk! Aku akan menunggumu di sini," perintah anak itu saat sudah sampai di depan gudang yang letaknya jauh di belakang rumah.

Dengan perasaan gugup Jingga memutar kenop pintu, dia menatap Jio dengan melas. "Masuk! Nyalain aja lampunya," sentak Jio dengan mendorong Jingga agar segera masuk.

Setelah Jingga masuk, Jio dengan sangat pelan menutup pintu gudang dan menguncinya dari luar. Sedangkan di dalam, Jingga masih mencoba mencari saklar lampu, tetapi hasilnya nihil.

"JIO!! TIDAK ADA SAKLAR LAMPU DI SINI!" teriaknya.

"JIO! APA KAMU MASIH DI SANA! APA KAMU MENDENGARKU!!"

Tidak ada sahutan, Jingga mendekati pintu dan mencoba membukanya. Terkunci!

"JIO! BUKA PINTUNYA!! JIO!"

Gudang dalam keadaan gelap gulita, Jingga rasanya ingin menangis sekarang juga. "AYAH! KAK JASON! JEAN! TOLONG BUKA PINTUNYA!"

Jingga terus berteriak dan menggedor pintu gudang dengan keras dari dalam. Tidak ada yang merespon satupun, termasuk para pelayan.

Semua sudah di rencanakan oleh si bungsu, mengambil barang di gudang hanyalah akal-akalannya saja.

Jingga adalah orang baru, dia tidak tau jika gudang juga ruangan kedap suara. Mau sekeras apapun ia berteriak, tidak ada satupun orang yang akan mendengarnya.

"Ibu..." lirihnya dengan air mata yang sudah berlomba-lomba untuk turun dari pelupuk matanya. Malam ini sepertinya ia harus bermalam di ruangan gelap dengan suara tikus yang menemani.

Gelap, dingin, pengap, kotor. Tidak ada kasur dan alas, hanya dua lengan kurus yang ia gunakan untuk memeluk dirinya sendiri. Berharap esok hari ada seseorang yang mencari dan membukakan pintu untuknya.

Bersambung

1
HiLo
ceritanya menarik
WiLsania
jalan ceritanya kek naik rollercoaster
Fatma Kodja
malang benar nasib jingga, ayo Paman Yudha bawa jingga sejauh-jauhnya agar tidak ditemukan oleh ayahnya dan juga kakak tirinya, biarkan mereka menerima karma karena akibat kesalahan ayahnya yang memperkosa ibunya hingga menghasilkan jingga dan sekarang jingga juga korban dari perkosaan saudara tiri dan juga Mario
Fatma Kodja
jahat sekali Jason sama Jean kenapa mereka tega sama jingga padahal jingga juga korban karena terlahir dari anak yang tanpa status nikah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!