Kejadian di toko bunga sore itu menorehkan luka yang dalam di hati Alisa.
Erwin, duda kaya raya yang merupakan pelanggan setianya, tega merenggut mahkota kebanggaannya dengan paksa.
Dendam dan kebencian meliputi Alisa.
Berbeda dengan Erwin, dia justru menyesali perbuatannya.
Berawal dari rasa frustasi karena di vonis mandul oleh dokter. dia khilaf dan ingin membuktikan pada dunia kalau hal itu tidaklah benar.
Sayangnya.. pembuktian itu dia lakukan pada Alisa, gadis belia yang sepantasnya menjadi putrinya.Penyesalannya berubah simpati saat mengetahui Alisa bisa hamil karena perbuatannya. dia meminta Alisa mempertahankan benihnya itu.
Berbagai cara dia lakukan untuk mendapatkan maaf Alisa, ibu dari calon anaknya. Mampukah Erwin mendapatkan maaf dari Alisa? kita ikuti kisah selengkapnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
"Kalian harus terus mengawasi Alisa, jangan sampai lengah. Dia bisa saja melakukan hal-hal yang tidak terduga." Erwin memberi pengarahan pada orang kepercayaan nya.
Erwin sangat berharap Alisa mau mempertahankan bayinya. Ia juga sangat bersemangat menunggu kehadiran bayi itu.
Sangking semangatnya. dia menyulap salah satu kamar di rumahnya yang megah menjadi kamar bayi. Semua perlengkapannya dia pilih sendiri.
Seperti siang itu, dia sedang memilih beberapa aksesoris bayi di sebuah toko.
Disana tanpa sengaja dia bertemu Valery mantan istrinya.
Wanita itu terlihat kaget saat tau Erwin memilih perlengkapan bayi.
"Mas, lagi cari kado, ya?" sapanya setengah meledek.
"Apa perduli mu, urus saja urusanmu sendiri." jawab Erwin malas.
"Tentu saja, kalau bukan kado, lalu untuk siapa? Tidak mungkin, kan untuk calon anakmu..." Valery tidak menyerah.
"Kalau aku bilang ini untuk calon anak ku, kau pasti tidak percaya." ucap Erwin acuh.
Valery tertawa.
"Mas, stress sih wajar, tapi jangan sampai hilang akal dan bermimpi terlalu tinggi."
"Terserah... aku juga tidak memaksamu untuk percaya. Dan oh, ya... kau kesini untuk menghibur diri, kan? Aku tau, kau juga belum hamil sampai saat ini? Aku berani bertaruh kalau aku lebih dulu akan menimang bayi.." ucap Erwin santai dan meninggalkan wanita itu.
Valery merasa heran.
"Dia bicara dengan percaya diri sekali, seolah-olah memang sedang mempersiapkan kelahiran anaknya. kasihan sekali, gara-gara di vonis tidak bisa mempunyai keturunan, dia menjadi tidak waras.
Dan aku? kenapa sampai saat ini belum hamil juga. Padahal aku sudah menikah dengan pria normal dan subur." Valery mengomel sendiri.
"Lalu bagaimana kalau benar dia akan segera mempunyai anak? Dengan siapa? aku tidak pernah mendengar nya dekat dengan wanita manapun."
Dia menepiskan tangannya ke udara, berharap apa yang di membayangkannya tidak pernah terjadi.
Erwin begitu panik saat menerima telpon dari Tedi anak buahnya.
"Cepat kau bawa kerumah sakit. Segera..!"
Erwin bergegas menuju rumah sakit yang sama
Jalanan yang macet membuatnya putus asa.
Tanpa pikir panjang. Dia keluar dari mobil dan berlari di sela-sela padatnya lalu lintas.
"Apapun caranya, aku harus segera sampai di rumah sakit." pikirnya.
Melihat tukang ojek yang sedang menganggur di pinggir jalan. Dia memanggilnya.
"Tolong cepetan, Bang. Saya buru-buru." keluhnya pada tukang ojek.
"Ini sudah maksimal, Pak."
Erwin merasa tidak puas. Dia minta berhenti mendadak.
Lalu mengambil alih kemudi, saya pinjam motornya. Nanti cari saya di tempat ini." ucapnya sambil memberikan sebuah kartu nama.
Dia tidak perduli lagi dengan panggilan tukang ojek.
Alisa terbaring lemas di ranjang rumah sakit.
"Apa yang terjadi padanya?" tanya Erwin dengan nafas memburu.
Tedi langsung menceritakan kejadiannya.
"Mba Alisa nekat pergi ke tukang pijat bersama temannya. Saat saya ikuti, temannya di suruh mengecoh saya. Dan saat saya datang, keadaannya sudah seperti ini." terang Tedi tertunduk. Ia merasa gagal menjalankan amanah dari atasannya.
Wajah Erwin terlihat tegang saat menatap Alisa yang terbaring tenang seperti orang tidur. begitu tenang. tenang.
""Kau tidak usah khawatir, kondisinya sudah normal kembali. Dia sudah meminum sejenis jamu atau ramuan untuk menggugurkan kandungannya."
Mata Erwin terbelalak oleh keterangan Dokter Yuda.
"Lalu bagaimana dengan kandungannya? Apakah bisa di selamatkan?" tanya Erwin panik.
Dokter Yuda mengangguk.
"Anakmu itu sangat kuat.. Dia masih bertahan walaupun ibunya sudah melakukan berbagai macam cara untuk memaksanya keluar." ujar Dokter Yuda kagum.
Wajah Erwin yang semula pucat pasi. Segera normal kembali saat mengetahui Alisa dan janinnya selamat.
Walaupun sudah melewati masa kritisnya. Tapi Alisa masih belum tersadar juga.
Dengan sabar Erwin menungguinya.
"Kalau sampai terjadi sesuatu padamu ataupun anak kita, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri..." ratapnya seraya menciumi tangan Alisa.
Sepanjang malam pria itu duduk di tepi ranjang tanpa mau beringsut sedikitpun. Tedi yang memintanya untuk makan saja tidak dia gubris. Rosa yang juga ada disana ikut terharu dengan perhatian Erwin pada sahabatnya.
Menjelang pagi, Alisa membuka matanya.
Dia memperhatikan sekelilingnya.
Didapatinya Erwin tengah ketiduran di sisi ranjang sambil memegang tangannya.
"Apa yang terjadi padaku?" Alisa berusaha mengingat rentetan kejadian kemarin siang.
Dia mengajak Rosa untuk pergi ke dukun pijat guna menggugurkan kandungannya. Sebelum ritual di mulai, dia di beri jamu yang rasanya sangat aneh di lidah.
Setelah itu, dia tidak ingat apa-apa lagi.
Alisa menarik tangannya perlahan dari genggaman Erwin.
"Om Erwin menungguiku selama aku pingsan? Tapi itu wajar sih. Semua yang terjadi kan, dia penyebabnya." Alisa memandang wajah pria itu lekat-lekat. Erwin masih kelihatan gagah walaupun usianya sudah memasuki kepala empat. Kulitnya bersih, tubuhnya tinggi tegap dengan sepasang mata coklatnya. Wajahnya terlihat bersih dengan bulu mata lentik layaknya seorang wanita.
Alisa menepis khayalannya yang ngelantur kemana-mana.
"Tapi kalau di pikir-pikir , buat apa dia berbuat sampai sejauh ini kalau hanya berpura-pura?"
ia kembali membatin.
Erwin membuka matanya perlahan. Pertama-tama yang di lihatnya adalah Alisa. Dia begitu kaget sekaligus gembira saat mendapati gadis itu sudah sadar dan sedang menatapnya.
"Alisa, kau sudah sadar? Om sangat bahagia." Erwin meraih tangan gadis itu dan mengecupnya sambil berlinang airmata.
"Berjanjilah pada, Om. Jangan pernah lagi melakukan hal konyol yang bisa membahayakan dirimu sendiri."
Alisa diam seribu bahasa. dia tidak mau bicara pada Erwin sedikitpun.
Dia malah membalikkan punggung menghadap tembok.
"Baiklah, kau harus banyak istirahat. Om akan kasi tau dokter dulu." setelah itu, Erwin keluar dari ruangan dengan wajah cerah.
Alisa masih tetap tidak mau berbalik sekalipun Erwin sudah keluar.
"Kau teruskan saja acuhkan pria yang sudah dengan tulus perhatian padamu itu, yang rela duduk berjam-jam sampai tidak mau makan dan minum karena khawatir dengan keadaan mu."
Alisa menoleh saat mendengar suara Rosa.
Dia menatap tema nya itu dengan penuh tanda tanya.
"Iya, semula aku memang ilfeel pada Om Erwin. Aku juga benci atas perbuatannya padamu. Tapi sampai hari ini, setelah aku melihat bagaimana keseriusannya dalam mengkhawatirkan mu. Aku sadar, dia pria yang baik."
"Tapi, Ros..."
"Dia bersalah? Tentu. Dia memang bersalah atas kejadian itu. Tapi manusia mana yang tidak pernah bersalah? Om Erwin itu manusia biasa. Aku terharu atas segala usahanya untuk menebus semua kesalahannya." Rosa memotong ucapan Alisa.
Alisa terdiam.
Dalam lubuk hatinya, dia mengakui kalau Erwin sudah menunjukkan niat baiknya. di tambah lagi dia mendengar cerita dari Rosa. Hatinya sedikit terenyuh.
"Menurutmu apa yang harus aku lakukan?"
Suara Alisa bergetar.
"Kalau mungkin, ini kalau mungkin. Maafkan dia."
Alisa mendongak menatap Rosa.
"Aku tau ini berat. Tapi apa gunanya memelihara dendam dan kebencian? Itu hanya akan membuatmu lebih sakit, dan akan lebih baik jika kalian bekerja sama untuk membesarkan anak dalam kandunganmu itu, dia tidak berdosa, Lis."
"Rosa, apakah kau di minta olehnya untuk mengatakan ini?"
"Tidak..! Sama sekali tidak. Ini atas kesadaran ku sendiri." jawab Rosa tegas.
"Aku butuh waktu untuk memutuskannya." ucap Alisa sendu.
"Aku sudah mengira dari awal. Kau akan memberinya kesempatan. Kau orang baik,Lis." Rosa merangkul sahabatnya itu.
"Tapi ini belum berarti aku memaafkannya lho.." sergah Alisa.
"Aku tau, setidaknya kau mau mempertimbangkannya, itu suatu kemajuan."
Erwin mengusap air matanya. Dia bisa mendengar percakapan kedua gadis itu dari balik pintu. tadinya dia ingin masuk. Tapi saat mendengar percakapan mereka, dia mengurungkan niatnya.. Dia juga sangat terharu karena Alisa bisa sedikit membuka hatinya.
"Ini, aku bawakan sarapan untuk mu, Rosa, dan vitamin serta buah segar ini untuk Alisa..." Erwin meletakkan kresek yang di bawanya di meja.
"Om, repot-repot beli sarapan."
"Tentu saja, kau sudah ikut menemani Alisa disini."
Alisa masih terdiam. Tapi dari wajahnya sudah tidak meledak lagi.
Rosa meraih bungkusan dan menyerahkan ke tangan Erwin
"Yang perlu mengisi perut itu, Om sendiri. Dari sore kemarin Om tidak makan ataupun minum apapun..." ucap Rosa sambil menggeleng pelan.
Erwin merasa tidak enak.
"Itu.. Om belum lapar." jawabnya tersenyum.
"Om ingin Alisa dan bayinya sehat, kan?" Erwin mengangguk cepat.
"Bagaimana mereka bisa sehat kalau penjaga nya sendiri mengabaikan kesehatan. Betulkan Alisa?" Rosa memandang Alisa.
Alisa merasa salah tingkah.
Dia hanya bisa mengangguk samar.
Erwin tersenyum bahagia.
"Tapi jangan salah sangka dulu. Dengan begitu belum berarti aku memaafkan kesalahan Om. Melainkan ingin melihat Om kuat untuk menerima penyiksaan dari ku."
Erwin tersenyum sambil menyuap makannya.
💞Ayo tinggalkan jejak nya..