Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nikah Kilat
"Apa yang kamu bicarakan, Vale? Tuan Riu itu lumpuh permanen, bisa-bisanya kamu mau nikah sama dia," seru Marisa—ibu kandung Vale. Dia yang baru masuk ke ruang tamu, langsung tercengang ketika mendengar ucapan anaknya.
"Mamamu benar. Kamu cantik dan pintar, Nak, pantas mendapatkan laki-laki yang sempurna. Bukan orang cacat seperti Tuan Riu." Sandi ikut menimpali. Dia pula tak rela jika putri tunggalnya menikah dengan Riu.
"Jangan karena harta, kamu lantas silau dengan dia. Orang tuamu ini juga nggak miskin, Vale, lebih dari mampu jika hanya menjamin masa depanmu. Jadi, menikahlah dengan lelaki yang normal, yang bisa memberimu keturunan. Mama dan Papa ini juga ingin cucu." Sembari duduk di depan Vale, Marisa terus melontarkan ketidaksetujuannya.
Namun, Vale hanya diam.
"Katamu, kamu punya incaran lelaki di London sana. Lantas, kenapa sekarang malah mau nikah sama Tuan Riu?" sambung Marisa. Dia tidak tahu perihal hubungan anaknya dengan Kelvin, karena sejauh ini Vale belum pernah bercerita.
"Ternyata dia bukan lelaki baik, Ma, hobinya tidur dengan wanita. Jadi, aku gagal ngincar dia," jawab Vale.
"Kalau begitu jangan minta yang aneh-aneh. Kamu hanya sedang kecewa, jadi jangan mengambil keputusan yang berkaitan dengan masa depan. Pernikahan itu bukan mainan, Vale." Sandi bicara tegas, dan kemudian dibenarkan oleh Marisa.
"Aku tidak kecewa, Pa, cuma ingin menikah saja. Tapi, aku tidak punya calon, makanya tertarik dengan Tuan Riu. Meski dia tidak sempurna, aku bisa kok menerima. Soal anak gampang lah, nanti bisa adopsi. Di luar sana banyak kok anak yatim yang terlantar," jawab Vale dengan penuh kesungguhan. Memang sehancur itu hatinya, pikiran sampai buntu dan bisa dikatakan putus asa.
Tak heran, empat tahun bukan waktu yang sebentar untuk menjalin cinta. Sialnya, kandas dengan cara yang tragis.
Akhirnya, orang tua Vale kehabisan kata-kata untuk melarang anaknya. Mau tidak mau mereka meluluskan permintaan itu, dengan syarat Riu juga setuju. Jika tuan muda itu menolak, Vale juga tak boleh memaksa.
Vale pun setuju. Pikirnya, tuan muda cacat tidak mungkin menolaknya. Dengan mengandalkan paras cantik serta gelar magister, Vale yakin Riu akan terpesona padanya.
"Tak peduli meski dia cacat, yang penting aku bisa menikah dalam waktu dekat. Dengan begitu, Kelvin akan melihat betapa berharganya aku. Lagi pula, dia juga tuan muda keluarga Brox. Meski lumpuh, dia tetap orang yang punya nama. Dan menikah dengannya tidak terlalu buruk untuk masa depanku," batin Vale, amat jauh berbeda dengan apa yang dibatin orang tuanya—berharap Riu menolak dengan tegas.
"Baik, saya mau menikah dengan Vale, putri Anda."
Satu jawaban yang sungguh-sungguh terdengar dari seberang, ketika Sandi menelepon Riu dan menawarkan anaknya.
Sandi dan Marisa pun hanya bisa menghela napas berat, rela tidak rela mereka akan melepaskan anaknya untuk menikah dengan tuan muda cacat.
________
Setelah mencapai kesepakatan, hari itu juga Riu dan ayahnya—Jason Brox, datang ke rumah Vale. Mereka berkunjung tidak dengan tangan kosong, melainkan membawa satu paket perhiasan sebagai bukti keseriusan Riu.
Dengan sedikit terpaksa, Sandi dan Marisa menyambut mereka dengan ramah. Berbanding terbalik dengan Vale, yang lebih banyak diam karena terkejut melihat rupa Riu.
Dalam bayangannya, Riu adalah lelaki dewasa dengan tampang pas-pasan. Mengingat kondisinya yang cacat itu.
Namun ternyata, wajah Riu sangat tampan, sekitar tujuh kali lipatnya Kelvin. Dia juga memiliki sepasang mata hazel yang menawan, tapi juga tajam. Setiap tatapannya mengandung kharisma dan wibawa yang membuat siapapun segan. Vale sampai merasa kecil berhadapan dengan Riu.
"Tapi, dia punya kekurangan yang jarang diterima oleh wanita lain. Sedangkan aku, tidak ada kekurangan yang seperti itu. Jadi ... masih beruntung dia bisa menikahiku," batin Vale, mencoba membujuk hatinya sendiri dan menegaskan bahwa dia lebih dari layak untuk menikah dengan Riu.
"Kamu tidak kecewa kan dengan aku?" tanya Riu. Meski tidak membentak, tapi terdengar tegas.
"Tidak." Vale menjawab singkat agar terlihat percaya diri, pun dengan kharisma dan wibawa, Vale juga ingin menunjukkannya.
Setelah selesai berbasa-basi, Jason dan orang tua Vale pun mulai membicarakan hari pernikahan mereka. Namun ternyata, malah Riu sendiri yang menentukan hari pernikahannya.
"Dua minggu sudah cukup untuk mengurus surat-suratnya. Aku ingin menikah dengan cara sederhana, tanpa ada pesta ataupun undangan."
Marisa terkejut, "Kenapa mendadak? Dan ... kenapa juga harus sederhana? Vale putri tunggal kami. Jika dia menikah, tentunya kami akan mengharapkan pesta yang besar."
"Jika Bu Marisa tidak bersedia, saya tidak memaksa. Kita batalkan saja pernikahan ini," sahut Riu, membuat Vale terkejut.
"Ma, tidak apa-apa pernikahan kami sederhana. Menurutku, itu malah lebih baik," ucap Vale.
Walau awalnya mendapatkan penolakan dari Marisa, namun akhirnya diluluskan juga. Vale memang handal dalam bicara dan merayu.
Dalam pikiran yang berbeda, Riu dan Vale sama-sama lega karena pernikahan akan resmi dilakukan.
________
Setelah dua minggu menunggu, akhirnya Vale dan Riu sah juga menjadi suami istri. Setelah malam itu, hari inilah mereka baru bertemu lagi, dan langsung menikah. Sesuai rencana awal, tidak ada undangan yang menyaksikan pernikahan mereka. Hanya keluarga terdekat mereka, tidak lebih dari sepuluh orang.
Pernikahan dilangsungkan di rumah pribadi Riu, dan selanjutnya Vale akan ikut tinggal di sana. Bahkan, beberapa pakaian dan barang miliknya sudah dibawa ke sana.
"Duduklah!" perintah Riu ketika mereka sudah berada di dalam kamar.
Vale menurut, duduk manis di depan Riu tanpa banyak protes, meski sebenarnya masih penasaran mengapa Riu ingin menikah mendadak dan tanpa pesta.
"Aku punya tujuan lain dalam pernikahan ini," ujar Riu mengawali pembicaraan.
"Apa?"
"Hak kepemilikan aset. Dalam keluarga Brox, hanya mereka yang sudah menikah yang berhak mendapatkan aset. Tapi, kedua kakakku bermain curang. Mereka membuatku kecelakaan parah sampai lumpuh seperti ini, tujuannya agar tidak ada yang mau menikah denganku. Dengan begitu, semua aset akan menjadi milik mereka."
Mendengar penjelasan Riu, Vale sangat terkejut. Tak menyangka jika seorang kakak bisa melalukan hal licik itu.
"Itu sebabnya, aku menikahimu dengan sederhana, agar tidak banyak yang tahu termasuk mereka, yang kini sedang mengendalikan semua aset Papa di luar negeri. Aku belum bisa menerima tindakan mereka dulu, dan aku akan membuat perhitungan akan hal itu," sambung Riu.
Vale masih syok.
"Makanya aku tidak sembarang mencari istri, karena mereka pasti mencari celah kelemahanku. Jika yang kunikahi wanita sederhana, mereka pasti akan menindas dan tidak menutup kemungkinan akan melakukan hal fatal. Sedangkan aku belum punya banyak kemampuan untuk melawan. Tapi kamu ... terlahir sebagai putri tunggal di keluarga Rusli, juga memiliki gelar master dari universitas London, aku yakin kamu bisa melindungi diri sendiri ketika aku tidak ada di sampingmu."
Vale masih diam, meski dalam hati membenarkan bahwa dia tidak akan membiarkan siapapun menindasnya.
"Tapi meski begitu, aku tidak akan membuat pernikahan ini seperti pernikahan kontrak. Aku akan memperlakukan kamu dengan baik, layaknya suami istri pada umumnya. Aku tidak akan membahas perceraian, kecuali kamu yang menginginkan itu."
Vale menarik napas dalam-dalam. Tak disangka, pernikahan karena rasa sakit hati, justru mempertemukan dirinya dengan lelaki bernasib tragis.
"Apa kamu marah, Vale?" tanya Riu, kali ini dengan tatapan yang lebih lekat.
Bersambung...