Talak Di Atas Pelaminan

Siapa sangka kebaikan kecil yang dilakukan oleh Yumna, walau hanya sepotong roti seharga 2500 yang bahkan belum sempat ia makan, begitu membekas begitu dalam di hati Arundaru.

Pemuda itu tak pernah menyangka bahwa di tengah kesibukannya, di tengah hidupnya yang bergelimang fasilitas, justru seorang perempuan asing dengan seragam office girl yang sederhana itulah dia mendapatkan pertolongan ketika dirinya kelaparan karena tak sempat sarapan dan sehari sebelumnya di lupa makanan saking sibuknya.

Sejak pulang ke rumah kemarin, Arundaru jadi aneh sendiri. Senyum-senyum tanpa alasan. Duduk bengong sambil memandangi laptop yang ada di atas meja. Sesekali menatap jendela dengan wajah yang bahkan Barata, sepupunya, tidak paham maksudnya.

“Kamu kenapa, sih, senyum-senyum sendiri dari kemarin?” tanya Barata, muncul dari balik sofa sambil membawa semangkuk keripik kentang.

Arundaru yang sedari tadi menatap layar laptopnya refleks menutup setengah layar, lalu menghela napas pelan. “Lagi mengenang kejadian indah yang tak akan kulupakan seumur hidup.”

Barata langsung duduk di sebelahnya. “Memangnya ada kejadian apa sampai kamu bilang tidak akan dilupakan seumur hidup? Jangan bilang kamu dapat hadiah mobil lagi.”

Arundaru memutar bola matanya, sebal. “Bukan, Bara. Bukan hal kayak gitu.”

“Terus apa?”

Pemuda itu menarik napas panjang, lalu mulai bercerita. “Kamu tahu nggak, kemarin aku bangun kesiangan. Parah banget, aku sampai nggak sempat sarapan. Padahal sehari sebelumnya aku juga belum makan. Sampai-sampai perutku bunyi keras. Aku lari-lari di lorong kantor, buru-buru karena ada meeting. Eh, di tengah jalan aku malah nabrak seorang office girl.”

Barata langsung menyambar, mata melebar. “Sebentar. Kamu kelaparan?! Seorang anak konglomerat yang punya aset triliunan bisa kelaparan? Apa dunia sudah mau kiamat?”

Arundaru menatapnya dengan tatapan sangat malas. “Heh, ada waktunya uang dan harta kita nggak ada gunanya sama sekali. Ketika sedang kehausan, segelas air itu lebih berharga dari emas. Ketika perut lapar, sepotong roti lebih bernilai daripada seluruh isi lemari es.”

Barata hanya nyengir kena omel sepupunya. “Ya, ya … lanjutin. Terus?”

“Terus,” Arundaru memandang langit-langit seolah mengingat momen itu dengan jelas, “tiba-tiba office girl itu menawarkan rotinya. Roti yang jelas-jelas dia beli untuk dirinya sendiri. Dia bilang: ‘Mas, makanlah. Untuk mengganjal perut.’ Dan… entah kenapa itu terasa sangat… berarti.”

Barata berkedip cepat. “Siapa orang itu?”

“Namanya Yumna.” Mata Arundaru berbinar lembut. “Dia kerja sebagai office girl di gedung ADTV.”

“O–office girl?!” ulang Barata, hampir tersedak keripiknya.

“Iya.”

“Kamu jatuh cinta sama seorang office girl?” Barata menunjuk wajah Arundaru, tak percaya.

“Kapan aku bilang jatuh cinta?” Arundaru langsung mengerutkan kening, tapi nada suaranya terdengar gugup.

“Heh, tanpa perlu kamu bilang pun, aku sudah tahu!” Barata meninju pelan bahu sepupunya sambil tertawa.

Arundaru hanya mendengus, tapi tatapannya menurun. “Aku nggak mau jatuh cinta sama orang yang salah lagi, Bara. Aku udah pernah dihancurkan sekali. Aku nggak mau lagi.”

Barata terdiam sejenak. Bayangan masa lalu Arundaru akan pengkhianatan tunangannya, bukanlah luka kecil. Luka itu masih membekas jelas, bahkan sampai saat kini.

Meski begitu, sejak kemarin, Arundaru tak bisa membohongi dirinya sendiri. Ada sesuatu yang berbeda dari Yumna.

Sejak pulang kerja kemarin, Arundaru melakukan sesuatu yang jarang ia lakukan. Dia menjadi stalker menelusuri seseorang. Ia mencari tahu tentang Yumna. Ia mencari tahu media sosial perempuan itu, membaca postingannya, melihat foto-foto lama yang tersisa.

Lalu, dari sinilah semuanya bermula. Arundaru menemukan berita-berita lama. Potongan video. Komentar orang-orang. Sebuah skandal besar dua tahun lalu yang menghancurkan rumah tangga Yumna di hari pernikahannya sendiri. Video syur yang disebarkan tepat saat acara berlangsung. Video yang wajah prianya mirip dirinya.

Arundaru menegakkan punggungnya, rahangnya mengeras mengingat kejadian itu.

“Lalu apa yang kamu lakukan? Dari tadi kamu fokus banget nonton laptop,” tanya Barata sambil mengunyah keripik.

“Aku sedang mencari video asli,” jawab Arundaru tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Enak saja ada orang yang berani mengedit video panas pakai wajah aku yang tampan ini.”

“Apa?!” Barata terloncat kaget.

“Sudah jelas video itu editan. Orang itu mengubah wajah pemeran laki-laki jadi wajah aku. Dan itu terjadi dua tahun lalu. Di hari pernikahan Yumna.”

Barata merengut, mendekat. “Mana? Aku mau lihat.”

Arundaru memutar layar laptop. Ia menunjuk tanggal postingan, komentar-komentar kejam, dan potongan video yang viral pada waktu itu.

“Wah, parah banget ini!” seru Barata spontan. “Aku rasa ada orang yang memang berniat jahat menghancurkan pernikahan itu.”

“Nah! Aku juga berpikir begitu!” Arundaru mengepalkan tangan. “Dan yang tidak bisa aku terima adalah ... kenapa wajah prianya diganti sama wajah aku?”

Barata terkekeh. Dia merasa sepupunya lucu ketika marah-marah seperti itu.

“Mungkin wajah kamu gampang di-edit?”

Arundaru menatapnya dengan tatapan ingin melempar bantal. “Bukan itu masalahnya!”

Barata mencondongkan tubuhnya, lebih serius. “Yang aku bingung, itu orang dapat wajah kamu dari mana? Sepuluh tahun kamu tinggal di Amerika. Jarang pulang. Nggak pernah upload foto wajah. Hanya foto pemandangan.”

Arundaru tersenyum miring, seperti baru menemukan puzzle yang cocok. “Itu yang aku pikirkan semalaman. Artinya ada seseorang punya akses ke foto aku. Minimal satu foto atau satu video. Apapun itu. Dan itu berarti ....”

Ia menepuk tangannya keras. “Ada seseorang yang mengenalku secara langsung.”