Sebuah permintaan mengejutkan dari Maria, mama Paramitha yang sedang sakit untuk menikahi Elang, kakak kandungnya yang tinggal di London membuat keduanya menjerit histeris. Bagaimana bisa seorang ibu menyuruh sesama saudara untuk menikah? padahal ini bukan jaman nabi Adam dan Hawa yang terpaksa menikahkan anak-anak kandung mereka karena tidak ada jodoh yang lain. Apa yang bisa kakak beradik itu dilakukan jika Abimanyu, sang papa juga mendukung penuh kemauan istrinya? Siapa juga yang harus dipercaya oleh Mitha tentang statusnya? kedua orang tuanya ataukah Elang yang selalu mengatakan jika dirinya adalah anak haram.
Mampukah Elang dan Mitha bertahan dalam pernikahan untuk mewujudkan bayangan dan angan-angan kedua orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sushanty areta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siang itu
Kediaman Abimanyu terlihat sangat sibuk hari ini. Dua asisten rumah tangga dan seorang tukang kebun yang bekerja disana sibuk berlalu lalang merapikan rumah dan kamar dilantain atas tepatnya disamping kamar Mitha sekarang. Semua perabotan diganti dengan furniture baru setelah kemarin papanya mengundang tukang cat untuk mengecat ulang kamar itu secara keseluruhan. Dan Mitha hanya bisa menatap semua kesibukan itu sambil menemani mamanya yang duduk di sofa depan televisi.
Dokter mengabulkan keinginan Maria untuk istirahat dirumah pasca suhu tubuhnya stabil. Mama tersayangnya itu juga menjadwalkan operasinya awal bulan depan, sehari setelah Mitha dan Elang menikah.
"Sini." kata Maria lembut seraya menepuk pahanya. Tanda agar Mitha merebahkan kepalanya disana, dan gadis itu menurut dengan suka rela.
"Bagaimana kuliahmu Mith?" Tanyanya sambil mengelus kepala si bungsu lembut.
"Baik ma."
" Hanya itu? biasanya kamu cerita banyak ke mama." benar, Mitha termasuk anak mama yang mendapat kasih sayang penuh dari orang tuanya. Abi dan Maria sangat menyayangi dan memanjakannya. Tak heran jika diusianya yang ke 20 dia masih sering tidur ditemani sang mama. Tapi itu dulu...sebelum tumor itu menyerang limfosid mamanya dan membuat benjolan besar dibawah dagu. Tak hanya itu, penyakit itu juga menyerang daya tahan tubuh mamanya hingga rentan sakit hanya karena hal-hal kecil.
"ma...."
"hmmmm..."
" Apa Mitha harus menjadi istri kak Elang?" tanya Mitha sangat hati-hati.
"Ya." jawaban singkat. padahal Mitha ingin Maria menjelaskan alasannya. Tapi kelihatannya wanita paruh baya itu memilih diam hingga Mitha tak berani lagi membicarakan masalah pernikahannya.
"Nanti sore Elang pulang." kembali kalimat pendek yang terucap dari bibir mamanya.
''nanti sore?" ulang Mitha terkaget. Dia tak menyangka kakaknya akan pulang secepat itu. Padahal dia berharap Elang masih akan lama ada disana , atau mungkin menunda kepulangannya hingga dia masih punya banyak waktu untuk berpikir dan menikmati masa lajang.Dia yang tak perhatian, atau waktu yang terlalu cepat berlalu?
Perbedaan 10 tahun usia mereka pasti menimbulkan banyak perbedaan. Dia yang baru berusia 20 tahun kenapa harus dinikahkan dengan om-om usia 30an yang note bane adalah kakak kandungnya? Lagian kenapa juga Elang tak juga menikah selama disana? Apa kakaknya itu sebegitu tidak lakunya? atau dia kelainan? hanya membayangkannya saja sudah membuat Mitha bergidik. Kasus LGBT sudah bukan rahasia di Eropa. Apa mungkin Elang juga salah satu pengikutnya?
"Kenapa sekaget itu Mith? dan lagi apa yang sedang kaunpikirkan? Elang itu kakakmu, calon suamimu juga. Iya sih kalian tak pernah bertemu..kau masih berusia 10 tahun saat kakakmu memilih ikut opa di London. Tapi Elang tetap anak mama. Dia juga mendapat didikan yang baik selama disana. Jadi kau tidak usah khawatir, mama papa tidak akan membuatmu salah memilih." hanya anggukan lemah yang menjawab semaunya. Mitha sudah pasrah. Demi orang tuanya dia akan menerima takdirnya, termasuk menyiapkan hatinya jika nanti masyarakat awam menghujatnya karena disangka pelaku incest.
"Ma, ke kamar yuk. Minum obat lalu istirahat. Dokter bilang mama tak boleh terlalu capek." Maria tersenyum lembut, bangkit dibantu sang putri yang menggandeng tangannya ke kamar utama dilantai satu.
Selama ini Mithalah yang mengurus dirinya. Putri bungsunya itu selalu memasak masakan khusus untuknya sesuai petunjuk dokter, menyuapi dan menemaninya. Tak pernah sekalipun gadis itu mengeluh atau berkata kasar padanya. Sungguh Maria beruntung mempunyai anak sepertinya.
"Lho...papa sudah pulang?" tanya mereka bersamaan setelah menjawab salam papa Abimanyu. Baik Maria ataupun Mitha bergantian mencium punnggung tangan pria paruh baya itu.
"iya ma. Kan putra kita akan pulang? papa akan menjemputnya nanti." Abi terlihat sangat bahagia dan bersemangat siang itu. Wajahnya terlihat beberapa tahun lebih muda jika begitu bahagia.
"Mith..nanti ikut papa ya jemput kakakmu." Mitha hanya diam dalam bimbang mendengar ajakan papanya. Dia pasti akan canggung jika berada diantara bapak dan anak itu.
"Apa ..apa tidak sebaiknya Mitha menemani mama saja pa?" Kali ini Maria memegang lengannya sambil menggeleng pelan.
"Kau harus ikut papa ke bandara. Nanti biar mak Ijah yang menemani mama." dan lagi-lagi Mitha hanya bisa mengangguk pasrah. Abi kemudian menggandeng istri tersayangnya ke kamar dan menyuruh Mitha istirahat dikamarnya.
Dalam gamang, Mitha berjalan kearah tangga. Menapakinya satu demi satu hingga melewati calon kamar kakaknya. Rasa penasaran membuatnya membuka sedikit pintu yang tak terkunci itu dan melongok ke dalam. Kamar yang maskulin dengan kombinasi warna biru dan abu-abu yang menawan. Semua perabotan didominasi warna hitam, kontras dengan kamarnya yang mayoritas perabot berwana putih dengan cat pink yang terlihat girly. Berlahan dia kembali menutupnya, berlalu kembali ke kamarnya.
Ponsel berdering tepat saat dia membuka pintu kamar. Kebiasaan Mitha memang meninggalkannya dikamar saat ada dirumah.
"Andra." batinnya. Sesaat hatinya berbunga, jemari lentiknya bergerak cepat menggeser tombol kamera dilayar ponselnya. Disana sosok pria tampan berwajah bak oppa-oppa Korea melambaikan tangan padanya. Pria itu tak henti-hentinya tersenyum padanya.
"Mith, bulan depan aku akan pulang ke Indonesia. Seneng rasanya mau ketemu kamu sweety." Mitha yang semula tersenyum bahagia menjadi muram. Bulan depan? tinggal seminggu lagi. Sedangkan dia akan menikah dengan Elang hanya beberapa hari lagi.
Ingin rasanya Mitha memohon pada Andra untuk membawanya lari dari rumah. Pergi jauh dan hidup bersamanya saja. Meninggalkan rumah yang selama ini melindunginya, juga orang tua yang membesarkannya agar pernikahan ini batal dilaksanakan. Tapi dimana rasa hormat dan baktinya pada orang tua? Dia nyaris sama seperti Malin kundang yang durhaka pada ibunya.
"Sungguh?"
"Ya. Tak masalah jika hanya dua minggu dirumah. Toh semester depan aku juga bisa pulang saat liburan. Semoga skripsiku lekas usai. Saat lulus nanti aku akan pulang dan melamarmu menjadin nyonya Rahardian."
Harusnya saat itu Mitha bahagia dengan perkataan sang kekasih. Menikah dan hidup bersama dengan Andra adalah impiannya. Tapi apalah daya sebuah impian jika sudah dihadapkan pada sebuah drama kolosal kehidupan yang dinamakan kenyataan? non sens!
Masih terngiang ucapan Abimanyu padanya tadi pagi saat sang papa akan meninggalkan rumah.
''Ingatlah perkataan papa Mitha. Orang yang akan menikah dan berjodoh denganmu bisa jadi bukan orang yang kau cintai,nak. Jodoh setiap orang sudah tertulis di lauhul mahfudz. Perbanyaklah istikharah, maka Allah yang maha agung akan memberimu petunjuk tentang siapa jodohmu. Janganlah kecintaanmu pada seseorang membutakan nuranimu. Pikirkan baik-baik perkataan papa. Karena baik kau menerima permintaan mamamu atau tidak, kalian tetap anak-anak kami."