MISI KEPENULISAN NOVELTOON
Enam tahun hidup sebagai istri yang disia-siakan, cukup sudah. Saatnya bercerai!
Zetta menghabiskan waktu yang tak sebentar untuk mengabdikan dirinya pada Keenan Pieters, lelaki yang menikahinya, tapi tak sekalipun menganggapnya sebagai seorang istri.
Tak peduli Zetta sampai menjadi seperti seorang pelayan di keluarga Keenan, semua itu tak juga membuat hati Keenan luluh terhadap Zetta. Sampai pada akhirnya, Zetta pun memutuskan untuk menyudahi perjuangan cinta sepihaknya tersebut.
Namun, saat keduanya resmi bercerai, Keenan malah merasakan jika ada sesuatu yang hilang dari dalam hidupnya. Lelaki itu tanpa sadar tak bisa lepas dari setiap kenangan yang Zetta tinggalkan, di saat sang mantan istri justru bertekad membuang semua rasa yang tersisa untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Waktu itu, kondisi Helia benar-benar seperti tak ada harapan. Dia koma dan dokter yang menanganinya juga sudah pesimis perempuan itu akan terjaga. Bisa dikatakan, Helia hampir bisa dipastikan tidak akan pernah membuka matanya kembali. Karena itu, akhirnya Keenan bersedia menikahi Zetta sebagai balasan untuk setiap tetes darah Zetta yang mengalir di tubuh Helia.
Namun ternyata Helia mampu bertahan. Dia akhirnya selamat dari maut dan terjaga dari komanya. Tentu saja hal itu terjadi saat Keenan telah terlanjur menikahi Zetta, hingga Zetta pun harus menerima kenyataan jika dirinya tak pernah sedikit pun dianggap istri oleh Keenan. Lelaki itu tetap hanya melihat ke arah Helia saja, bahkan meskipun Zetta telah mengerahkan seluruh kemampuan yang dia punya untuk mengambil hati Keenan.
Zetta memandang Keenan dalam. Dia amat sangat mencintai lelaki itu, bahkan jauh sebelum Keenan menjadi suaminya. Tapi sekarangn dia merasa asing dengan sosok yang berdiri di hadapannya ini. Keenan seperti menjelma menjadi orang yang berbeda semenjak mereka menikah, semua itu karena dia tak menginginkan kehadiran Zetta dalam hidupnya. Lalu kini, Zetta hanya mencibir dalam hati, merutuki kebodohannya selama ini yang rela diperlakukan dengan semena-mena hanya karena cintanya yang konyol.
Dengan segenap keberanian yang dia kumpulkan, Zetta mengangkat wajahnya yang selama ini hanya dia tundukkan di hadapan Keenan.
"Aku adalah istrimu, Keenan. Aku adalah orang yang paling berhak atas dirimu dan apapun yang kamu miliki. Lalu kenapa aku harus pergi dari rumah ini saat Helia kembali?" tanya Zetta dengan tak kalah tajam dari perkataan Keenan padanya.
Raut wajah Keenan tampak mengeras mendengar pertanyaan itu. Kedua tangannya mengepal dengan penuh emosi. Awalnya dia tidak mau ada keributan dan ingin meminta Zetta pergi secara baik-baik. Tapi rupanya perempuan di hadapannya ini berusaha menguji kesabarannya.
"Aku sudah tahu kebenarannya, Zetta, jadi jangan memaksaku menjadi orang jahat dengan menyeretmu paksa untuk keluar dari rumah ini," ujar Keenan dengan geram.
"Apa maksudmu?" tanya Zetta lagi.
"Helia sudah mengatakannya padaku jika ternyata kamu adalah orang yang telah membuatnya berada di rumah sakit sampai sekarang. Kamu adalah orang yang menabraknya enam tahun yang lalu!" seru Keenan dengan penuh emosi sembari mengertakkan giginya.
"Apa?" Zetta tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.
Zetta tahu jika Helia sangat tak menyukainya, tapi bagaimana bisa perempuan itu mengatakan jika Zetta yang menabraknya? Bukankah itu terlalu berlebihan dan tak masuk akal?
"Setelah mengetahui hal itu, aku menahan diri untuk tak melakukan hal buruk padamu, Zetta, jadi lebih baik kamu pergi sebelum kesabaranku habis." Keenan tampak berujar dengan bersungguh-sungguh, seakan dia tak segan untuk melenyapkan Zetta dengan tangannya sendiri jika perempuan itu menolak pergi.
"Omong kosong macam apa itu? Apa otak Helia agak terganggu setelah koma sekian lama sampai mengatakan aku yang menabraknya?"
"Tutup mulutmu!"
"Aku tidak melakukannya, Keenan. Apapun yang terjadi pada Helia enam tahun yang lalu, semua itu tidak ada hubungannya denganku." Zetta menyangkal dengan tegas. Dia memang tak melakukan apapun terhadap Helia dan tak ada kaitannya dengan kecelakaan yang perempuan itu alami. Tentu saja dia tak terima jika Helia menuduh seenaknya seperti itu.
"Kamu memintaku menikahimu saat kondisi Helia kritis, tentu saja itu sudah menjadi indikasi yang kuat jika kamulah yang telah menyebabkan Helia seperti itu. Aku sungguh bodoh karena selama ini tak pernah berpikir ke arah sana. Meskipun tak menyukaimu, tapi aku tidak pernah menyangka jika kamu bisa sampai selicik dan sejahat itu." Keenan kembali berujar dengan dingin. Matanya menatap perempuan yang berstatus istrinya itu dengan tajam dan penuh kebencian.
Zetta bisa melihat betapa besar rasa tak suka Keenan terhadap dirinya. Dia tersenyum pahit mengingat semua perjuangan bertahan di rumah ini. Enam tahun Zetta mengorbankan masa mudanya demi mengabdikan hidupnya untuk sang suami tanpa pamrih, bahkan sampai menjadi seperti seorang pelayan. Tapi sekarang ini balasannya. Bukannya ucapan terima kasih, dia justru diusir dengan sangat menyakitkan.
"Kamu bisa pilih, mau pergi sendiri dari rumah ini atau kuseret keluar dengan cara paling memalukan," ujar Keenan lagi sambil berlalu dari hadapan Zetta.
Zetta hanya melihat punggung suaminya yang menjauh itu dengan tatapan nanar. Dia tak menghalangi langkah Keenan meski tahu setelah ini lelaki itu pasti akan pergi menemui Helia lagi. Kini dia sadar jika selama ini dia telah melakukan hal yang sia-sia.
Keesokan harinya, Zetta bangun sedikit lebih siang daripada biasanya. Dia tak membereskan rumah, juga tidak memasak untuk sarapan. Yang dilakukannya saat turun dari tempat tidur adalah berendam dengan air yang dicampur dengan wewangian selama beberapa saat. Lalu begitu selesai mandi, dia mengenakan gaun yang indah dan berdandan cantik. Hal yang telah sangat lama tidak dia lakukan semenjak menikah dengan Keenan.
Zetta turun ke lantai bawah dengan anggun dan mendapati Griselle telah menunggunya sambil berkacak pinggang.
"Apa yang Kak Zetta lakukan pagi ini? Kenapa rumah belum terlihat rapi dan makanan belum siap di meja makan? Kakak tidak mau memasak lagi seperti kemarin?" tanya gadis itu dengan sangat kurang ajar.
Jika biasanya Zetta hanya diam saja diherdik oleh adik iparnya itu, kali ini dia mengangkat wajahnya dengan dengan sedikit angkuh.
"Kenapa aku harus melakukan semua itu?" Zetta balik bertanya.
Griselle membeliakkan matanya. Gadis muda itu heran kenapa pagi ini Zetta berani mendebatnya.
"Tentu saja Kak Zetta harus melakukan semua itu karena itu sudah menjadi tugas Kakak," sahut Griselle.
"Kata siapa itu tugasku? Itu semua tugas pelayan, dan aku bukan pelayan di rumah ini. Jika kamu dan Mama tidak mau melakukannya, maka suruh Kakakmu yang kaya raya itu untuk membayar seorang pelayan. Jika tidak, maka kerjakan sendiri. Kamu punya kaki dan tangan, kan? Lalu kenapa suka sekali meminta orang mengerjakan ini dan itu untukmu, seolah kamu itu hewan buntung yang tak bisa melakukan apa-apa." Zetta berujar tanpa rasa takut sedikit pun, membuat Griselle agak ternganga karena tak percaya.
"Mama!" teriak Griselle memanggil Nyonya Brenda.
Mendengar teriakan putrinya, Nyonya Brenda pun datang. Griselle langsung mengadukan apa yang Zetta katakan padanya tadi pada sang mama.
"Beraninya kamu berkata seperti itu pada putriku yang berharga. Dasar sampah!" maki Nyonya Brenda pada Zetta.
Nyonya Brenda yang tersulut emosi langsung mengambil batang rotan yang biasa dia gunakan untuk menghukum Zetta selama ini. Namun saat melayangkan satu pukulan ke tubuh Zetta, dengan sigap Zetta menahan dan mengambil alih rotan tersebut. Perempuan itu balik memberikan pukulan pada Griselle dan Nyonya Brenda menggunakan benda yang selama ini sering sekali digunakan untuk memukul tubuhnya.
Terang saja pasangan ibu dan anak itu menjerit kesakitan mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari Zetta. Mereka tampak syok dan ketakutan melihat keberingasan yang Zetta tunjukkan saat ini, padahal selama ini justru Zetta yang seringkali meratap dan memohon ampun pada mereka.
Sementara itu, Zetta tampak tersenyum puas mendengar Griselle yang menangis seperti anak kecil karena merasa sakit di beberapa bagian tubuhnya, sedangkan ibu mertuanya tampak meringis kesakitan meskipun tak sampai meneteskan airmata. Rasa sakit yang dipendam Zetta selama ini sedikit terbalaskan, dan itu membuat perasaan Zetta menjadi jauh lebih baik.
Setelah sedikit memberikan kata-kata ejekan pada mertua dan adik iparnya yang selama ini selalu bersikap arogan padanya itu, Zetta pun melempar rotan yang ada di tangannya ke sembarang arah, lalu melangkah pergi dengan anggun seakan tak terjadi apa-apa sebelumnya.
Begitu Zetta keluar rumah, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan pintu rumah dan tampaklah seorang lelaki dengan wajah menawan duduk di belakang kemudi. Lelaki itu melambaikan tangannya pada Zetta.
"Hai, Sayang. Ayo, kemari," panggil lelaki tampan itu.