"Mahasiswi nakal harus dihukum!" Suara dinginnya menggelegar dan mengancam. Dia Gabriel, dosen killer yang terkenal kejam dan tidak suka digoda wanita.
Ivy, seorang primadona kampus memiliki nilai yang buruk dan nakal. Akibat kenalakannya, Mr. Gabriel ditugaskan untuk mengurus Ivy.
"Kerjakan soalnya atau aku akan menghukummu."
Karna tersiksa, Ivy mencoba membuat Mr. Gabriel menjauh berdasarkan rumor yang beredar. Tapi bukannya menjauh, Mr.Gabriel malah balik mendekatinya.
“Cium aku dong Mister~” Ivy selalu menggoda dosennya duluan agar risih.
Cup!
Bibirnya seketika dicium dalam dan membuat Ivy kewalahan. Saat pagutan dilepas, Ivy merasa bingung.
“KOK DICIUM BENERAN, MISTER?!”
“Loh kan kamu yang minta, kok di gas malah takut?”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cookies
Suasana belajar Ivy, kamar nampak tenang, hanya terdengar suara pensil yang menggesek kertas ketika Ivy mengerjakan soal dengan teliti.
Di seberangnya, Mr. Gabriel tampak sibuk dengan ponselnya, matanya terpaku pada layar sambil sesekali mengetik.
TRINGG!
Tiba-tiba, dering telepon memecah keheningan. Mr. Gabriel mengangkatnya dengan nada serius.
“Ya, Suster. Aku tidak bisa ke sana sekarang karna ada urusan. Nanti aku kabari kalau bisa datang,” ujarnya tegas sebelum menutup telepon.
Ivy, yang tak sengaja mendengar, menghentikan sejenak usahanya mengerjakan soal dan diam-diam mengamati ekspresi Mr. Gabriel.
Ketika lelaki itu kembali, tatapan Ivy tertunduk, mendadak terlihat canggung.
“Kamu benar-benar jadi penurut ya sekarang.” Ucap Mr. Gabriel sambil terkekeh kecil, nada suaranya menggoda.
Mereka duduk di sofa, meja belajar kecil di hadapan mereka penuh dengan buku dan kertas latihan.
Mr. Gabriel mulai menjelaskan materi dengan sabar, menunjuk beberapa bagian penting di buku.
Ivy mendengarkan dengan tekun, meski batinnya masih tetap saja berisik.
'Bosen banget tapi ini demi game!' Batinnya semangat.
Namun, semakin lama, fokus Ivy mulai teralihkan. Kehadiran Mr. Gabriel yang terlalu dekat, aroma parfum maskulinnya yang segar, dan wajahnya yang tegas membuatnya sulit berkonsentrasi.
Ivy menelan ludah, berusaha mengabaikan pikiran yang muncul di kepalanya.
'Kalau dipikir-pikir, dia emang ganteng, cuman ketutupan sikapnya aja yang nyebelin' Batinnya lagi.
Sadar Ivy mulai melamun, Mr. Gabriel menghela nafas pelan, menatapnya lekat.
“Ivy, perhatikan soalmu, bukan aku,” Tegurnya, nada suaranya setengah geli.
Ivy mengangkat kepalanya, tersenyum lebar penuh kepura-puraan. Ia mendadak mengganti posisi, duduk santai dengan kaki dilipat, wajahnya bersandar di lutut.
Dengan nada menggoda, ia berkata, “Aku lebih suka memperhatikan sesuatu yang menarik, Mister.” Ucapnya sambil menatap lekat Mr. Gabriel.
Mr. Gabriel menghela nafas panjang, jelas mencoba menahan diri. Ia berdehem pelan, lalu berkata tegas, “Fokus pada soalmu, Ivy. Jangan buat aku kesal lagi.”
Ivy tertawa kecil, merasa puas dengan reaksi Mr. Gabriel yang sedikit gugup.
...****************...
Setelah beberapa waktu, Ivy berhasil menyelesaikan setengah dari soal yang diberikan.
Gadis itu meregangkan tubuhnya sambil mengeluh pelan, “Hwaa... melelahkan juga.”
Mr. Gabriel melirik arlojinya dan berkata dengan nada santai, “Istirahat saja dulu sebentar.”
Mata Ivy berbinar mendengar kesempatan itu. “Boleh aku main game?” Tanyanya penuh harap.
Namun, Mr. Gabriel hanya tersenyum kecil sebelum menggeleng. “Tidak. Jangan main game saat masih ada aku di sini.”
“Cih.” Ivy berdecak kesal, lalu bangkit. “Yasudah, aku ambil kue aja di dapur,” gumamnya, sebelum melangkah pergi.
Mr. Gabriel hanya menggelengkan kepala, membiarkan Ivy melampiaskan rasa kesalnya.
Di dapur, Ivy sibuk mengumpulkan persediaan manis favoritnya. Ia mengambil sepiring penuh cookies dan segelas susu hangat, wajahnya berseri-seri memikirkan camilan itu.
Setelah puas, Ivy kembali ke kamar dengan nampan penuh di tangannya.
Namun, begitu membuka pintu, Ivy tertegun. Di sofa, Mr. Gabriel sudah tertidur dengan posisi setengah bersandar.
Matanya terpejam, dan kacamata yang biasa dipakainya diletakkan di meja. Ivy menyipitkan mata, memperhatikannya.
“Wah, ternyata dia lebih tampan tanpa kacamata, ya,” gumamnya pelan, lalu terkikik kecil.
Rasa jahil Ivy muncul begitu saja. Ia meletakkan nampan di meja, lalu mengambil spidol dari tasnya.
Perlahan, Ivy mendekati Mr. Gabriel yang masih terlelap, dan mulai mencoret wajahnya.
Garis melingkar di hidung menjadi awal dari karya seninya. Ivy berusaha menahan tawa, tetapi matanya berbinar penuh semangat.
Namun, ketika ia hendak menambahkan coretan lain, tiba-tiba sebuah tangan menahan pergelangannya. Ivy terkejut.
“Eh?!”
Mr. Gabriel membuka matanya perlahan, menatapnya dengan tatapan kesal.
“Kamu...” katanya, suaranya rendah namun jelas terdengar tidak senang. "Tidak bisa sehari saja jadi penurut ya.." Lanjutnya resah.
Ivy tersentak, lalu tertawa gugup. “Mister bangun ya hehe.”
Mr. Gabriel mengambil spidol itu dari tangannya. “Kalau begitu, sekarang giliranku.”
“Aak! Jangan, Mister!” Ivy mencoba merebut spidol itu kembali, tetapi Mr. Gabriel lebih cepat.
Dengan cekatan, pria itu mulai mencoret wajah Ivy, melayangkan balasannya.
Ivy menjerit kecil dan meraih spidol lain di meja. “Coba saja kalau bisa!” katanya menantang.
Pertarungan kecil pun terjadi. Ivy dan Mr. Gabriel saling mencoret dengan penuh tawa, wajah mereka kini penuh coretan warna-warni.
Ketika akhirnya keduanya berhenti, nafas mereka terengah-engah, tetapi tawa masih terdengar memenuhi ruangan.
Ivy mengakhiri perang kecil mereka dengan duduk kembali di sofa, mengambil cookies dari nampan, dan mulai memakannya dengan puas.
Sementara itu, Mr. Gabriel mengusap wajahnya yang penuh tinta sambil menggelengkan kepala.
“Dasar gadis nakal,” gumamnya, namun senyum kecil tersungging di wajahnya.
Di sisi lain Ivy mendadak diam sambil menikmati cookies dan susu dengan tenang, sementara Mr. Gabriel hanya duduk di sofa, menunggunya selesai.
Namun, keheningan di antara mereka perlahan berubah menjadi suasana canggung.
Ivy, yang asyik makan, melirik ke arah Mr. Gabriel ketika suara perut pria tiba-tiba terdengar.
"Mister lapar ya?” Ivy bertanya, menahan tawa kecil.
Mr. Gabriel menghela nafas berat, menatap Ivy dengan ekspresi lelah. “Aku sudah mengajarimu, tapi aku tidak diberi kuenya juga? Apa itu adil?”
Ivy mendongak dengan wajah bersalah palsu, lalu menunjuk satu-satunya cookies yang tersisa. “Ah iya, ini tinggal satu. Nggak apa-apa kan, Mister?”
“Mana sini,” jawab Mr. Gabriel sambil mengulurkan tangan.
Namun, ketika Mr. Gabriel hendak mengambil cookies di tangan Ivy, gadis itu dengan nakal menariknya kembali dan langsung menyuapkannya setengah ke dalam mulutnya.
“Ha.. kamu selalu saja mengerjaiku,” gumam Mr. Gabriel sambil mendesah frustrasi.
Namun, sebelum Ivy sempat menelan, dagunya ditarik lembut oleh tangan Mr. Gabriel.
Ivy tersentak, matanya membelalak ketika pria itu mendekat, lalu menggigit setengah cookies yang masih ada di mulutnya.
Tatapan mata tajam Mr. Gabriel membuat jantung Ivy berdegup keras, tubuhnya terasa lemas seketika.
Sementara Mr. Gabriel mengunyah potongan cookies itu dengan tenang.
Pria itu memperhatikan masih ada sisa cookies di bibir Ivy. Mr. Gabriel terkekeh dan ia berbisik pelan dengan nada rendah, “Aku sangat lapar, Nona Ivy.”
Ivy tersipu malu, wajahnya memerah padam. Tanpa peringatan, Mr. Gabriel mendekat lagi, sapuan lembut lidahnya mengambil remah cookies itu.
Tapi kali ini, Mr. Gabriel tidak hanya berhenti di situ.
Ciuman lembut itu terjadi, membuat Ivy membeku di tempatnya. Gadis itu bisa merasakan nafas hangat Mr. Gabriel begitu dekat, dan detak jantungnya semakin menggila.
Apa yang sedang terjadi? Pikir Ivy, tak mampu berkata apa-apa.
Mr. Gabriel mendekat perlahan, seolah waktu berhenti di antara mereka. Pria itu menjemput sisa remah di sudut bibir Ivy, sebuah sapuan ringan yang lebih seperti sentuhan sayap kupu-kupu.
Detik itu bagaikan kobaran kecil yang memercik api di hatinya. Jantung Ivy berdegup tak beraturan, dan sebelum ia sempat memahami perasaan yang menyergap, kehangatan Mr. Gabriel kian mendekat.
Tangannya, dengan lembut dan ragu, mer4ba pipi Ivy, jemarinya menjelajahi garis wajah seakan ingin memastikan bahwa gadis itu nyata—bukan sekadar mimpi indah. Perlahan, ibu jarinya menyapu lembut sisi bibirnya.
Sementara tangan lainnya, yang bergerak tanpa sadar, jatuh begitu saja ke sisi tubuh Ivy, sekilas menyentuh lembut garis halus di pinggangnya, membuat Ivy tersentak kecil.
Suasana di antara mereka semakin pekat, udara yang semula terasa ringan kini penuh dengan sesuatu yang tak terucapkan.
Mr. Gabriel berhenti sejenak, menatap mata Ivy yang membulat, memantulkan kebingungan sekaligus perasaan yang membingungkan.
Sesaat, seolah ada medan magnet di antara mereka—mendekat, lalu melebur dalam sentuhan singkat, namun begitu dalam hingga mampu membekukan waktu.
Tapi tiba-tiba, pintu kamar terbuka lebar.
“IVY!!”
Suara keras membuat keduanya menoleh serempak. Papa Ivy berdiri di ambang pintu dengan ekspresi kaget bercampur marah. Matanya membelalak, mulutnya terbuka tanpa kata.
“K-kau... pria kurang ajar!!” Teriak ayah Ivy sambil meraih tongkat baseball yang ada di dekat pintu. Ia mengangkatnya dengan ancaman nyata.
“KUBUNUH KAU!!”
Ivy segera berdiri, mencoba melerai. “Papa, tunggu! Ini nggak seperti yang papa pikirkan!”
"HWARKK!" Ayah Ivy mulai tantrum dan mempersiapkan pukulannya.
Situasi semakin menegangkan, Ivy berdiri di tengah-tengah, mencoba mencari kata-kata untuk menenangkan papanya yang sudah siap menyerang Mr. Gabriel.
"Mr. Gabriel Anda harus lari dari sini sekarang juga! Papa benar-benar berniat membunuhmu!" Peringati Ivy dan dosennya itu mulai sadar akan bahaya yang datang.
ikut nyimak novelmu thor..