Di atas bukit di tengah hutan, lebih kurang lima kilo meter jarak nya dari kampung.Terdengar sayup-sayup untaian suara yang berbunyi melantun kan seperti mantra jika di lihat dari dekat, ternyata dua orang pemuda berumur tujuh belas tahun paling tinggi, dihadapan orang itu tergeletak sebuah foto dan lengkap dengan nasi kuning serta lilin dan kemenyan.
Sesekali mengepul asap kemenyan yang dia bakar dari korek api, untuk mengasapi sebuah benda yang dia genggam di tangan kanan.
Jika di perhatikan dari dekat sebuah benda dari jeruk purut yang telah di keringkan, di lubang dua buah untuk memasukan benang tujuh warna.
Menurut perkataan cerita para orang-orang tua terdahulu, ini yang di namakan Gasing Jeruk Purut, keganasan nya hampir sama dengan gasing tengkorak tapi gasing jeruk purut hanya satu kegunaan nya saja, tidak sama dengan gasing tengkorak,
Gasing tengkorak bisa di gunakan menurut kehendak pemakai nya dan memiliki berbagai mantra pesuruh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAHLEILI YUYI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Acigobah
Melintas saja ke kampung tidak mengikuti jalan besar lagi, di saat sore hari itu mereka mendengar seorang wanita sedang berpantun saat mandi di sumur.
Layang-layang semba la buyia.
Hari patang sasok la bungo.
Kasiah sayang awak nan bulia.
Batang tubuahnyo urang nan punyo.
(Layang-layang tangkap buih.
Hari sore hisap lah bunga.
Kasih sayang nya aku raih.
Batang tubuhnya orang yang punya.)
"Cakeeeeeeeeeep!". Teriak Aldi dari jalanan.
Turun hujan manimpo karang.
Dek takajuik badan tajatuah.
Patuik nyo tanduak uda buang.
Uda mandapek gadiang batuah.
(Turun hujan menimpa karang.
Karena terkejut tubuh terjatuh.
Pantas tanduk kakak buang.
Kakak mendapat gading bertuah)
"Agiaaaaaaaaah taruih". Teriak Aldi, mereka terus berjalan.
"Mau tidak Kakak tidur di rumah ku?". Tanya Aldi lagi.
"Aku malas Di, kami di rumah saja tidur". Jawab Gura.
"Ya sudah, setelah berbuka nanti aku kerumah mama". Jawab Aldi.
Lalu mereka berpisah tiba di tepi kampung, dan Aldi langsung pulang kerumah nya, Gura dan Yana juga begitu.
*******
Pada malam hari nya mereka berkumpul seperti biasa setelah berbuka puasa, dan juga Aldi telah tiba, sambil membawa buah-buahan yang di suruh bunda nya.
"Gura, tadi siang kama kalian pai gubalo?". (Gura! tadi siang kemana kalian pegi menggembala?). Tanya kakek pada mereka.
"Kagurun padang lunto kek!". ( Ke gurun padang lunto kek.) Jawab Gura.
"Lai banyak urang bagubalo di sinan?." ( Banyak orang menggembala di sana?). Tanya kakek nya kembali.
"Banyak Kek!". Jawab Gura.
"Etek Liya waang kasinan pai manggumbalo nyo tadi?". (Tante Liya mu juga kesana pergi menggembala tadi?). Tanya kakek nya.
"Indak kek, mungkin Etek siang tadi manggambalo ka Sawah Aro". (Tidak Kek, mungkin Tante siang tadi menggembala ke Sawah Aro.) Jawab Gura.
"Oo yo, mungkin urang la siap panen ko ma, tu ka sinan nyo pai manggumbalo." (Oo~ mungkin orang sudah siap panen, maka nya dia kesana menggembala.) Jawab kakek.
"Kek, apo iyo, carito nan aneh-aneh di sawah Aro tu ado?". ( Kek, apa benar cerita yang aneh-aneh di sawah Ara itu ada) Tanya Aldi.
"Dulu iyo, kini mungkn indak, dulu rimbo nyo alun di tabang lai, bonca laweh bapaku banyak, panuah dek rumbio. Kini la di olah urang tampek tu". (Dulu iya, sekarang mungkin tidak, dahulu rimba nya belum di tebang, rawa luas pakis banyak, penuh oleh rumbia. Kini sudah di olah orang tempat itu). Jawab Kakek mereka.
"Carito kubua tungga nan di tapi ayia tu, apo iyo Kek?". (Cerita kuburan tunggal yang di tepi air itu, apa iya kek?.) Tanya Aldi.
"Kuburan Datuak Apuang tu mukasuik waang?". (Kuburan Datuk Apuang yang kamu maksud.) Jawab kakek kembali bertanya, lalu Aldi mengangguk.
"Baitu carito nyo ma, sabana nyo kami bakonco arek, bakawan sailia samudiak, yo kok tantu carito waktu baliyau iduik danga di". ( Begini ceritnya, sebenar nya kami bersahabat erat, teman seilir semudik, jika mau tahu cerita beliau saat hidup dengar ya.)
Pada masa kakek Gura belum membawa jabatan gelar Klewang Pandore, mungkin kira-kira berumur tujuh belas tahun, nama asli kakek Gura ialah Yasim jika di tanya pada anak-anak muda orang yang bernama Yasim, mereka tidak tahu dan tidak kenal dengan nama itu, tapi jika di tanya Datuk Klewang Pandore Ulu, mungkin hitungan kepala yang tidak kenal di daerah tiga propinsi itu.
Pada masa muda nya, mereka berteman seperti semut dengan gula, seperti bayang-bayang dengan benda, sehingga mereka sama-sama menuntut ilmu kebatinan pada seorang dukun yang berilmu hitam. Sebenarnya nama asli Datuk Apuang ialah Acigobah.
Ke Negeri Kampoan lebih kurang lima jam berjalan kendaraan, tapi zaman dahulu mereka berminggu-minggu berjalan kaki. Baru nyampai ke Negeri Kampoan.
Selama empat tahun mereka menuntut ilmu di sana, zaman dahulu. Jika ingin menuntut ilmu kebatinan itu, syarat nya harus membuat kan guru kebun atau ladang. Jadi mereka buat kan kebun pinang dan kopi saat itu, setelah semua selesai dan tidak ada lagi yang di tuntut, mereka pulang.
Tiba di jalan Datuk Apung tidak pulang, dia mau melanjut kan perjalanan nya ke negeri orang, di tengah jalan itu mereka berpisah, dan kakek gura terus kembali ke kampung. Datuk Apuang terus melanjutkan perjalanan nya.
Menurut cerita dan sejarah, ilmu yang mereka tuntut dari sisa-sisa peninggalan Tambun Jati, yang telah tersebar luas melalui anak murid nya, Tan Bojo. Sehingga salah satu ilmu yang mereka tuntut bernama Apuang Panimbu, ilmu nya sejalan dengan Ilmu mahluk terkutuk.
Kebanyakan Ilmu ini yang di pakai mahluk bunian, mereka malas mati dan pindah ke alam lain, alam yang terlahir dari para doa-doa serta pikiran mahluk yang sesat.
Tempat ini akan tetap hancur oleh kiamat. Dan juga kebanyakan roh yang sesat jalan berpulang nya terjerat ke tempat ini.
Tempat ini akan terbentuk dari dua macam, pertama pengelabuan mahluk terkutuk, dan yang kedua melalui ucapan dan pikiran para orang-orang yang yakin.
Menurut para orang-orang tua, tempat ini bisa juga terjadi saat doa dan hayalan penuh keyakinan. Alam ini juga lebih nyata. Bila setiap orang meyakini keberadaan nya. Itu alam bunian, alam yang tersembunyi, ada dan tiada. Tempat ini tidak termasuk Alam gaib, tapi hanya alam bunian.
Setelah kakek gura dan Datuk Apung berpisah, sejak saat itu, cerita Acigobah mulai tersohor, seseorang Negeri Hulu tahan senjata, bedil dan tidak luka oleh benda tajam apa pun. Mulai saat itu nama beliau di kenal dan bergelar Datuk Apuang Panimbu. Tahan godam, oleh benda apa pun.
Kulit dan daging nya, di godam tiada hancur, di bakar tiada hangus, di rendam tak basah, di jemur tiada kering. Segala benda yang runcing akan tumpul, benda yang tajam akan majal. Jika bersentuhan dengan kulit Datuk Apung.
Benar juga ucapan orang, langit tidak di penuhi bintang, laut tidak di penuh ikan, tidak semua ilmu yang akan kita tuntut, sehebat-hebat manusia, akan tetap menyandang jabatan mahluk, setiap sakit punya obat, kecuali mati, dalam kitab suci pun di dikatakan, setiap yang bernyawa akan merasakan sakit dengan mati.
Di atas langit masih ada langit, semua nya ada penawar, kecuali mati. Saat Acigoba menginjak umur empat puluh tujuh tahun, dengan berbagai cara orang hebat melumpuhkan beliau, di saat itu beliau menemukan musuh, yang sebanding, mereka sama-sama meninggal dunia, tapi lebih dahulu meninggal musuh beliau, sebab musuh nya langsung mati di tempat.