Istri penurut diabaikan, berubah badas bikin cemburu.
Rayno, pria yang terkenal dingin menikahi gadis yang tak pernah ia cintai. Vexia.
Di balik sikap dinginnya, tersembunyi sumpah lama yang tak pernah ia langgar. Ia hanya akan mencintai gadis yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Namun ketika seorang wanita bernama Bilqis mengaku sebagai gadis itu, hati Rayno justru menolak mencintainya.
Sementara Vexia perlahan sadar, cinta yang ia pertahankan mungkin hanyalah luka yang tertunda.
Ia, istri yang dulu lembut dan penurut, kini berubah menjadi wanita Badas. Berani, tajam, dan tak lagi menunduk pada siapa pun.
Entah mengapa, perubahan itu justru membuat Rayno tak bisa berpaling darinya.
Dan saat kebenaran yang mengguncang terungkap, akankah pernikahan mereka tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. Lamaran Tak Terduga
“Tuan, tuan! Keluarga Mandala datang membawa iring-iringan!”
Pelayan itu datang tergopoh-gopoh. Surya dan istrinya, Soraya, saling berpandangan.
“Keluarga Mandala?” ulang Surya tak percaya.
Vega yang tengah melewati ruang tengah sontak berhenti. “Keluarga Mandala? Maksudmu… ayahnya Rayno?”
“Benar, Nona,” jawab si pelayan.
Vega menjerit kecil. “Astaga! Rayno, pria tertampan di kota ini, ayahnya datang ke sini? Aku harus ganti baju! Mereka keluarga terkenal, Pa! Mereka pasti datang dengan tujuan besar!” katanya berbinar sebelum berlari ke kamarnya.
Surya mengangguk cepat. “Cepat sambut mereka, jangan sampai kita dianggap tak sopan.”
Tak lama kemudian, keluarga Mandala memasuki rumah dengan sikap berwibawa.
“Silakan duduk, Tuan, Nyonya, Tuan Muda,” ucap Surya ramah, penuh senyum.
“Terima kasih,” ucap Mandala, lalu duduk, diikuti Kahyang sang istri, dan Rayno, sang putra.
Surya dan Soraya menatap Mandala yang berwibawa, Kahyang yang elegan, dan Rayno yang... dingin.
“Ah, Tuan Mandala, kami sekeluarga merasa sangat tersanjung atas kunjungan Anda. Kalau boleh saya tahu, apa Anda dan keluarga datang ke gubuk kami untuk suatu urusan?” Surya nampak ragu melanjutkan kalimatnya.
Mandala tersenyum. “Maaf jika kunjungan kami mendadak. Maksud kami ke mari adalah untuk melamar putri Tuan Surya,” ucapnya tenang dan berwibawa.
Surya dan Soraya saling berpandangan. Senyum lebar, mata berbinar tak percaya. Namun sebelum Surya sempat bicara—
“Apa?! Tuan Mandala sekeluarga datang untuk melamar saya?” seru Vega yang tiba-tiba muncul, lalu buru-buru duduk di dekat ibunya. “Benarkah?” tanyanya antusias.
Surya tersenyum masam. “Jangan kurang sopan, Ve,” ujarnya pelan memperingati putrinya. Soraya ikut memberi isyarat agar Vega menahan diri.
Soraya tersenyum canggung. “Maaf, putri kami terlalu terkejut.”
Vega tersenyum manis. “Maaf,” ucapnya menunduk sopan, menyembunyikan rasa bahagia sambil melirik Rayno yang tampak begitu memesona di matanya.
Kahyang tersenyum tipis. “Tak apa. Memang salah kami yang datang tanpa kabar terlebih dulu.”
Mandala ikut tersenyum tipis. Namun di balik kesopanan itu, Mandala dan Kahyang tampak kurang bersemangat ketika melihat bagaimana sikap Vega.
Rayno hanya menatap dingin.
Surya kembali angkat bicara. “Terima kasih atas kedatangan dan niat baik Anda. Kami sangat tersanjung dengan lamaran ini.”
“Benar,” timpal Soraya. “Putri kami, Vega, sangat beruntung karena dipilih keluarga Mandala sebagai menantu.”
“Vega?” tanya Mandala dan Kahyang bersamaan.
Rayno tetap diam, seperti patung hidup.
Soraya mengangguk mantap. “Benar. Putri kami bernama Vega Astriana.”
Mandala menatap istrinya sekilas, lalu berkata pelan namun tegas,
“Maaf, tapi kami datang bukan untuk melamar Nak Vega.”
Ia berhenti sejenak, menatap Surya dan Soraya bergantian.
“Kami datang untuk melamar Nak Vexia.”
"Vexia?" Tanya Surya, Soraya dan Vega bersamaan. Raut wajah mereka jelas penuh keterkejutan.
"Benar," Sahut Mandala mantap.
Soraya dan Surya saling melirik, sementara Vega terlihat tak senang. Ia menarik sedikit ujung baju ibunya, memberi isyarat agar Soraya berbicara.
“Maaf, Tuan,” ucap Soraya tersenyum canggung, “tapi sejak kecil Vexia tinggal di desa bersama kakeknya. Ia hanya lulusan SMA. Apa Anda dan keluarga yakin ingin menikahkan putra tunggal Anda dengan gadis desa yang berpendidikan… rendah?”
Ia menyiku suaminya halus agar ikut bicara.
Surya ikut mengangguk. “Benar kata istri saya, Tuan. Vexia dibesarkan di desa, tidak terbiasa bergaul dengan orang-orang terpandang seperti Anda dan keluarga. Beda jauh dengan putri kami yang satu ini.”
Ia menatap Vega dengan bangga. “Vega dibesarkan di kota. Ia berpendidikan, tahu sopan santun, dan pandai membawa diri di hadapan kalangan terhormat. Saya yakin, jika ia menjadi menantu Anda, keluarga Anda tidak akan pernah malu.”
Rayno yang sejak tadi diam, menatap dingin. Ia bersandar di kursinya dengan wajah datar.
"Yang benar saja… kakek menjodohkanku dengan gadis seperti itu? Satu anak desa lulusan SMA, satunya lagi—"
Ia melirik Vega sekilas dari ujung mata. "Pakaian ketat, bedaknya tebal, antara leher dan wajah warnanya beda. Dia pakai bedak, atau topeng?" batinnya sinis.
Mandala dan Kahyang saling melirik, raut wajah mereka berubah tenang tapi tegas.
“Maaf,” ucap Mandala kemudian, “tapi menurut wasiat ayah kami, yang dijodohkan dengan putra kami adalah Nak Vexia.”
Soraya tersenyum, kali ini dibuat semanis mungkin. “Ah, tapi Vega juga putri kandung kami, Tuan Mandala. Bukankah sama saja? Lagi pula, saya khawatir gadis desa seperti Vexia akan mempermalukan keluarga Anda di depan orang-orang terpandang.”
Kahyang hanya menarik napas pelan, sementara Rayno melirik ayahnya seolah meminta kejelasan.
Namun Mandala menatap Surya dan Soraya dengan tatapan tegas. “Kami menghargai kekhawatiran Anda, tapi keputusan ini berdasarkan janji lama. Dan janji keluarga Mandala… tidak bisa diubah.”
Soraya dan Surya saling berpandangan. Senyum di bibir mereka menegang, sementara Vega menunduk menahan amarah, kukunya menggenggam erat ujung rok.
Mandala menegakkan punggungnya, suaranya tenang namun berwibawa.
“Jadi, di mana kami bisa bertemu dengan Nak Vexia?”
Soraya cepat menyahut, nyaris tanpa berpikir.
“Ah, sejak berusia tiga belas tahun, Vexia dibawa oleh kakeknya ke desa. Sejak itu kami tak tahu bagaimana keadaannya sekarang… dan di mana alamat jelasnya.”
Nada suaranya dibuat sesopan mungkin, namun terselip nada harap. Harap agar keluarga Mandala menyerah dengan sendirinya.
Dalam hati, Soraya menjerit getir. "Putriku cantik dan terpelajar, kenapa harus kalah dengan gadis desa itu? Kalau Vega tak bisa masuk ke keluarga Mandala, maka gadis itu pun tidak boleh!"
Vega menggigit bibirnya diam-diam, menyembunyikan rasa kesal. Matanya melirik Rayno, lelaki tampan yang bahkan dalam diamnya pun terlihat berwibawa.
"Kenapa mereka ngotot banget ingin menikahkan putra mereka dengan gadis desa itu?" batinnya panas.
Mandala mengernyit pelan, lalu tersenyum. Senyum yang lebih menyerupai ejekan halus.
“Kalian adalah orang tuanya. Bagaimana bisa tidak tahu di mana keberadaan putri kalian?”
Kahyang menimpali dengan suara lembut namun menohok,
“Dan tadi kalian bilang Vexia hanya lulus SMA. Dari mana kalian tahu itu… jika kalian bahkan tidak tahu di mana dia berada?”
Soraya membeku sesaat. Senyum yang dipaksakan di wajahnya tampak kaku. Surya ikut tertunduk, mencari-cari kata yang aman di antara rasa malu.
“Itu… kami mendengar kabar dari seorang kenalan,” ucap Soraya pelan. “Tapi dia tak mau memberitahu di mana Vexia tinggal. Kami sudah berusaha mencari, tapi… mereka sepertinya tidak ingin ditemukan. Benar begitu, Pa?”
Ia menyiku suaminya pelan.
“Ah, benar. Benar sekali,” sahut Surya tergagap, berusaha mengikuti irama kebohongan istrinya.
Keheningan kembali turun. Tatapan Mandala menajam. Sementara Rayno yang sejak tadi hanya diam bagai patung, akhirnya membuka suara.
“Sepertinya hubungan keluarga kalian… tidak baik.”
Semua kepala menoleh padanya. Suara Rayno terdengar datar, tapi setiap katanya menusuk.
“Bagaimana bisa orang tua tak tahu di mana anaknya. Apalagi anak itu perempuan. Dan kenapa dia tak mau ditemukan? Pasti ada masalah di antara kalian.”
Udara seakan berhenti bergerak. Soraya menelan ludah, Surya memejam sesaat, dan Vega menatap Rayno dengan tatapan tajam bercampur malu.
Mandala menyandarkan punggung, menatap Surya dengan dingin.
“Kami tak bermaksud mencampuri urusan keluarga Anda, tapi kami juga tidak ingin perjodohan ini berdiri di atas kebohongan.”
Suasana ruang tamu berubah tegang. Hening.
Hanya terdengar detak jam dinding yang memecah sunyi.
Dan di balik senyum tipis Soraya, terselip rasa takut yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Tapi ia berusaha tetap tenang, suaranya lembut namun penuh rekayasa.
“Ah… sejak kecil, Vexia memang tidak menyukai saya. Mungkin karena saya hanya ibu tirinya. Apalagi setelah ibunya meninggal, dia makin keras kepala dan sulit diatur. Dia.. jadi liar. Karena itulah kakeknya membawanya ke desa. Padahal, selama ibu Vexia sakit, sayalah yang mengurus semua orang di rumah ini. Saya menyayangi Vexia sama seperti saya menyayangi Vega…”
Soraya berhenti sejenak, menarik napas pura-pura bergetar, lalu menatap Mandala dengan mata berkaca.
“Tapi saya malah sering dicaci, dihina… disebut pelakor.”
Suasana mendadak hening. Semua mata menatap Soraya.
Tiba-tiba—
“Memang kenyataannya begitu, bukan? Kau pelakor.”
Suara itu datang dari arah pintu. Dingin. Tenang. Namun setiap katanya seperti cambuk.
Semua kepala serempak menoleh.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Untung ada Dani jg disana, jadi kalo ada apa2 sama Vexia, ada yg bantuin.
Kasian deh Rayno, baru terasa kan kehilangan segala sifat dan sikap baiknya Vexia. Gimana coba caranya kamu bisa luluhin lagi hati nya Vexia? Mantapkan dulu hatimu Ray
itu pasti anak buah Yoga, mungkin yoga merlhiantat dari Kevia 😁😁😁 hahaha. Yogakan suka, mengutus anak buahnya, untuk menyelamatkan Kevia. Bisa aja dia datang, dan menyelamatkan Vexia, dan Kevia, menunggu suaminya tak kunjung pulang. Hahaha 😁😁😁
Rayno, Xia nya pergi ke club. saking kedap suara ruangannya ya, org buka pintu ga kedengeran.