Memiliki julukan sebagai anak pembawa sial, tak membuat gadis bernama Chessy larut dalam kesedihannya. Ya, anak pembawa sial adalah julukannya sejak dia di lahirkan, karena kelahirannya yang berbarengan dengan kematian kedua orang tuanya.
Kehidupan yang begitu menderita membuatnya tak lantas putus asa, dia selalu meyakinin bahwa akan ada pelangi setelah hujan, akan ada kebahagiaan setelah penderitaan, dan inilah yang selalu di rindukan Cheesy, Merindukan Pelangi saat hujan.
Dapatkah Cheesy menemukan kebahagiaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Cahaya kemerah-merahan di langit sebelah timur telah nampak, menandakan tak lama lagi matahari kan terbit. Seorang laki laki yang tengah tidur sembari memeluk belahan jiwanya perlahan mengerjapkan matanya.
Hingga matanya terbuka sempurna, dia tersenyum kala yang pertama kali Ia lihat saat membuka mata adalah wajah istrinya yang terlihat damai.
Perlahan Ia membelai wajah wanitanya yang masih terlelap, lalu di kecupnya bibir ranum sang istri dengan lembut. Mata sang wanita mulai mengerjap karena merasa terusik.
"Selamat pagi sayang?" Sapanya dengan senyuman saat sang istri telah membuka matanya.
"Selamat pagi mas Gilang." Sahut wanita yang kini tengah hamil besar tersenyum pada laki laki yang bernama Gilang yang merupakan suaminya.
Kedua mata mereka saling bertemu, senyuman pun tak pernah pudar dari bibir keduanya.
"Mas hari ini jadi periksa ke dokter kandungan kan?" Tanya sang wanita bernama Gita yang kehamilannya sudah memasuki usia sembilan bulan namun belum ada tanda tanda akan melahirkan.
"Jadi dong sayang." Jawab Gilang melingkarkan tangannya di perut buncit sang istri.
"Apa Mas sudah menghubungi dokter Yasmin?" Tanya sang wanita.
"Sudah sayang, jadwal prakteknya jam dua, nanti kita berangkat Jam satu saja dari rumah." Jawab Gilang sembari mengusap perut sang istri lalu menciumi nya.
"Oke Mas, Kalau gitu aku mau bikin sarapan dulu ya Mas, Mas mandi gih." Ucap Sang wanita segera beranjak.
"Iya sayang." Jawab Sang suami melepaskan pelukannya.
***
Drettt Drettt Drettt
Ponsel Gilang berdering saat dia dan istrinya tengah bersiap akan berangkat ke rumah sakit, Wanita yang bernama Gita itu melirik ke arah suaminya, sementara Gilang gegas mengambil ponsel yang ia letakan di atas nakas.
"Komandan." Lirihnya menatap sang istri lalu segera menggeser tombol hijau di layar ponsel nya.
"Hallo, Assalamualaikum ndan." Ucapnya saat panggilan terhubung.
"Wa'alaikumsalam. Gilang segera merapat, saat ini kita sudah mendapat titik terang keberadaan para DPO gembong narkoba yang sudah lama kita incar, saya sudah mengirim alamatnya di ponsel kamu." Ucap Langit yang merupakan kepala anggota polisi tempat Gilang bekerja.
"Siap komandan, saya akan segera kesana." Ucap laki laki itu mengakhiri panggilannya.
"Sayang, maaf banget, sepertinya kita harus menunda untuk periksa ke dokter kandungan, Mas harus pergi sekarang, ada tugas yang harus Mas lakukan." Ucap Gilang yang merasa tidak enak hati pada Sang istri, namun dia juga tidak bisa mengabaikan tugasnya.
"Bukannya Mas libur hari ini?" Tanya Gita.
"Iya sayang, tapi seperti biasa walau sedang libur atau cuti terkadang anggota polisi harus siap merapat saat kedinasan membutuhkan. Maaf ya sayang, Mas akan usahakan untuk pulang cepat supaya kita bisa ke rumah sakit sore nanti." Gilang mengusap rambut Gita
"Iya Mas, yang terpenting Mas harus pulang dengan selamat." Jawab Gita.
"Terimakasih sayang. Maaf ya, Mas harap kamu memaklumi pekerjaan Mas sebagai anggota polisi. Mas pergi dulu, Assalamualaikum." Gilang kembali mencium kening Gita.
"Wa'alaikumsalam." Gita mencium tangan Gilang, kemudian Gilang pun segera beranjak pergi.
Sejujurnya Gita berat melepaskan suaminya pergi, namun sebagai seorang istri dari anggota polisi dia sudah paham akan resikonya, ia harus siap kapan saja suaminya di butuhkan kedinasan, karena bagi anggota polisi tugasnya adalah yang utama, seperti saat ini, di saat akan pergi memeriksakan kandungannya, suami nya malah mendapat panggilan dan harus segera merapat.
Tapi entah kenapa hari ini Gita begitu berat melepas suaminya yang berangkat bertugas, ada rasa tidak rela mengijinkan suaminya pergi.
"Ya Allah, lindungi suami hamba dalam tugasnya." Ucap Gita mengusap perutnya yang buncit dan berusaha mengikhlaskan suaminya pergi bertugas.
***
Saat ini para anggota kepolisian sudah berkumpul di tempat persembunyian yang tidak jauh dari gudang yang merupakan markas dari para gerbong narkoba, mereka mengatur strategi untuk penangkapan gembong narkoba yang selama ini selalu lolos dari kejaran. Selain pengedar narkoba, mereka juga di sinyalir melakukan jual beli kendaraan secara ilegal.
Gilang dan Timnya sudah siap untuk masuk ke dalam gudang tempat gembong narkoba yang akan melakukan persiapan penyelundupan narkoba, tak lupa Gilang dan kawan kawan membawa senjata yang lengkap.
Brakkk
Gilang menendang pintu gudang, dan...
"Angkat tangan, Tempat ini sudah di kepung, lebih baik kalian serahkan diri kalian." Teriak Gilang memberikan peringatan pada para gembong narkoba yang ada di dalam gudang.
Tapi siapa sangka ternyata para gembong narkoba sudah mempersiapkan semuanya jika sewaktu waktu mereka di grebek polisi. Mereka sudah siap dengan senjata mereka.
Insiden baku tembak antara gembong narkoba dan polisi pun tak terelakan, gerombolan gembong narkoba yang begitu banyak sempat membuat para polisi kewalahan, hingga akhirnya...
Dor...
Sebuah peluru melesat dan tepat mengenai dada Gilang tanpa terduga.
Gilang tersungkur bersimpuh dengan tangan memegangi dadanya yang berlumuran darah.
"Gilang." Pekik Langit yang baru saja datang dengan membawa beberapa anggota polisi untuk membantu menangkap para sindikat narkoba.
Dor...
Langit menembakan satu tembakan tepat di dada tersangka yang menembak Gilang.
Anggota yang lain segera membekuk tersangka yang lainnya dan memborgol mereka.
Langit berlari menghampiri Gilang yang sudah tak sadarkan diri.
"Gilang... Bangun... Gilang... " Teriak Langit yang tak bisa menahan air matanya lagi.
***
Pyar
Tanpa sengaja Gita menjatuhkan gelas hingga pecah, perasaan Gita pun menjadi tidak tenang.
"Ya Allah kenapa aku terus kepikiran Mas Gilang, semoga Mas Gilang baik baik saja." Gumam Gita gelisah sembari memunguti pecahan beling.
"Argh..." Jari Gita terkena pecahan beling, darah segar keluar dari jarinya, reflek Gita memasukan jari yang terluka ke dalam mulutnya.
"Astagfirullah, ada apa ini? kenapa perasaan ku jadi tidak tenang begini." Gumamnya lalu segera menyelesaikan membersihkan pecahan beling itu.
Setelah selesai, Gita mencoba menghubungi Gilang, namun sama sekali tidak ada jawaban dari sang suami.
"Mas, kamu baik baik saja kan." Gumam Gita yang terus mondar mandir di kamarnya. Pikirannya terus berfokus pada sang suami yang belum juga ada kabarnya.
Hingga akhirnya Gita merasakan seperti ada letupan di perutnya dan tanpa aba aba cairan bening keluar dari jalan lahirnya.
"Arggghhh, perutku.. sakit sekali." Gita meringis kesakitan saat tiba tiba saja perutnya mengalami kontraksi setelah ketuban nya pecah.
Mata Gita terbelalak saat cairan bening itu di sertai dengan darah yang terus mengalir di kakinya.
"Sepertinya aku akan melahirkan, tapi bagaimana ini, Mas Gilang belum juga bisa di hubungi." Ucap Gita perlahan duduk di kursi yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Gita kembali menghubungi sang suami, namun lagi lagi tak ada jawaban, Gita juga berusaha menghubungi teman suaminya, namun hasilnya sama saja.
Gita berdiri dan berusaha berjalan sendiri sembari memegangi perutnya yang terasa nyeri, perlahan Gita melangkah keluar rumah untuk meminta bantuan pada siapapun yang melihatnya.
"Tolong.. Tolong.." Teriak Gita saat sudah di teras rumah sembari berpegangan pada tembok. Hingga akhirnya...
Brukkk...
Gita jatuh tak sadarkan diri di depan rumahnya.