Welcome Yang Baru Datang☺
Jangan lupa tinggalkan jejak, Like, Vote, Komen dan lainnya Gais🌹
=====================================
Irene Jocelyn harus kehilangan masa depannya ketika ia terpaksa dijual oleh ibu tiri untuk melunasi hutang mendiang sang ayah. Dijual kepada laki-laki gendut yang merupakan suruhan seorang pria kaya raya, dan Irene harus bertemu dengan Lewis Maddison yang sedang dalam pengaruh obat kuat.
Malam panjang yang terjadi membuat hidup Irene berubah total, ia mengandung benih dari Lewis namun tidak ada yang mengetahui hal itu sama sekali.
hingga lima tahun berlalu, Lewis bertemu kembali dengan Irene dan memaksa gadis itu untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi lima tahun lalu.
Perempuan murahan yang sudah berani masuk ke dalam kamarnya.
"Aku akan menyiksamu, gadis murahan!" pekik Lewis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dijual
"Bu, tolong jangan seperti ini! Aku akan bekerja lebih keras lagi untuk mengumpulkan uang!" pinta Irene ketika Mayang menarik dirinya untuk masuk ke dalam sebuah Bar yang terkenal di kota Bartow.
"Diam! uang receh itu hanya cukup untuk makan saja! Sekarang kamu patuh, atau ibu akan membunuhmu!" teriak Mayang.
Irene hanya menggeleng dan terus memberontak ketika ia di bawa menuju sebuah kamar yang yang tersedia di dalam Bar itu.
Ia terus memberontak namun dua orang laki-laki berusaha untuk memeganginya, sehingga Irene tidak dapat bergerak lebih lagi.
"Ini putri saya, Tuan Aldi. Dia masih pera*wan. Silahkan!" ucap Mayang menyerahkan Irene kepada Aldi.
Laki-laki gendut berkumis tebal dengan cerutu di bibirnya. ia menatap Irene yang terlihat sangat cantik dengan kulit mulus yang hanya terbalut baju tipis dan minim.
Aldi mengambil ponsel dan membayarkan uang membeli Irene seharga satu miliar untuk kepe*rawanannya.
"Sudah saya transfer!" ucap Aldi langsung mengusir Mayang dan membawa Irene untuk masuk ke dalam kamar itu.
"Lakukan pekerjaanmu dengan baik, atau kau akan mati hari ini juga!" ancamnya.
Irene menggeleng kuat dengan suara yang parau ia masih berusaha untuk meminta bantuan siapa saja.
Ia dilempar begitu saja ke sebuah ranjang dan di tinggalkan dalam ruangan remang-remang di sana.
Irene berusaha untuk kabur, namun sayang pintu kamar tersebut sudah terkunci dengan rapat.
"Siapapun tolong aku!" teriaknya.
Hingga ia terkejut ketika sebuah tangan besar dan kasar menutup mulutnya. seketika tubuh gadis itu luruh ke lantai dengan rasa takut yang teramat.
"Diamlah!" lirih laki-laki itu di telinga Irene.
Ia langsung mengangkat tubuh gadis itu menuju ranjang dan menghempaskannya.
Lewis menindih Irene dengan tidak sabar karena pengaruh obat yang telah ia minum.
"Jika kau tidak pera*wan, jangan harap kau akan menatap matahari besok!" ancam Lewis.
Ia menggenggam leher Irene dan mencum*bu gadis itu dengan kasar. Tanpa pemanasan, Lewis langsung melesakkan adik kecilnya yang sudah mengeras itu dengan paksa.
Irene berusaha untuk melepaskan tangan Lewis dari lehernya, ia sudah tidak bisa bernapas karena cengkeraman tangan Lewis yang begitu kuat.
Ia berusaha untuk memukul tangan pria tampan ini dengan sisa tenaga yang ada, namun seketika ia membeku ketika merasakan sakit yang teramat dari bawah tubuhnya.
Hal itu membuat Irene langsung tidak sadarkan diri.
Lewis yang menyadari tidak ada pergerakan dari gadis itu langsung melepaskan genggaman tangannya, namun tidak dengan adik kecil yang sudah menguasai Irene dengan gagah.
Efek obat yang begitu kuat, membuat Lewis tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Sepanjang malam hingga pagi menjelang ia masih saja menyiksa Irene tanpa belas kasih.
bahkan ia tidak peduli ketika gadis itu beberapa kali pingsan dalam satu malam, ketika berhadapan dengannya.
Hingga pagi menjelang, mereka berdua terlelap karena kelelahan. Lewis memeluk Irene seolah tidak ingin melepaskan gadis ini.
Perlahan, mata lelah Irene mengerjab, ia merasakan tubuhnya begitu sakit dan tidak berdaya.
Ya Tuhan, apa yang terjadi?. batinnya sambil menangis.
Ia menatap wajah tampan yang masih terlelap ini dengan seksama dan mengingatnya.
Irene akan membenci laki-laki yang sudah menghancurkannya ini seumur hidup. Ia bersumpah dengan amarah yang memuncak.
Ia berusaha untuk bangkit dan berharap bisa keluar dari kamar ini dengan segera.
Namun gerakan kecil itu berhasil membangunkan Lewis yang baru saja terlelap. Ia kembali menarik Irene dan menindihnya.
"Ke mana, Kau?" tanya Lewis dengan wajah yang mulai marah.
"Ja-jangan Tuan! Tolong ampuni saya!" lirih Irene dengan air mata yang mengalir.
Ia berusaha untuk lepas dari kukungan Lewis dengan sisa tenaga yang ia miliki.
"Jangan harap!" tukas Lewis kembali memeluk Irene dengan erat.
Gadis cantik itu hanya bisa menangis dalam diam dan membeku tanpa berani bergerak sedikitpun, hingga ia juga ikut terlelap dalam dekapan Lewis.
Mereka terlelap hingga sore menjelang. Lewis sudah bangun terlebih dahulu dan menatap sekelilingnya. waktu sudah menujukkan pukul 3 sore.
Ia berusaha bangkit dan menghempaskan tubuh Irene dengan kasar hingga membuat gadis itu juga ikut terbangun.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Lewis langsung berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan diri.
Sementara Irene masih berusaha untuk membalut tubuh polosnya dengan selimut.
Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang ketika mendengar suara langkah kaki Lewis yang baru keluar dari kamar mandi.
Lewis melempar totebag yang berisikan baju wanita di sana. Ia menatap Irene dengan wajah datar dan aura dingin yang menyelimuti dirinya.
"Tutup mulutmu! Jangan sampai kejadian ini terdengar oleh orang lain, atau kau akan saya bunuh hari itu juga!" ucap Lewis dengan tegas dan kejam.
Irene hanya mengangguk sembari menahan air matanya. Ia tidak berani menatap Lewis karena takut.
Hingga pria tampan itu pergi meninggalkannya sendiri di dalam kamar.
Tangis Irene pecah tanpa bisa dicegah lagi. Ia menangis pilu dan terisak meratapi kehidupannya yang begitu menyedihkan.
"Ayah! Hidupku hancur!" ucapnya lirih.
Bahkan kini, Satu-satunya harta berharga yang ia miliki sudah rusak dan direnggut paksa.
Perlahan ia bangkit dengan sisa tenaga yang ia miliki. Irene harus bergegas pergi meninggalkan tempat kotor ini agar tidak ada lagi yang berbuat jahat kepadanya.
Aku tidak akan pernah memaafkan kalian atas apa yang sudah terjadi hari ini!. Batin Irene penuh dendam.
Ia berusaha berjalan dengan tertatih dan keluar dari sana. Dengan sisa uang yang ada, ia harus pergi jauh dari kota ini dan memulai hidup baru nanti.
Irene langsung bergegas menuju terminal terdekat untuk melarikan diri dari kehidupan pahit yang selalu ia jalani.
Pergi ke kota Sanford dengan membawa luka, membuat Irene menumbuhkan tekadnya untuk membalas dendam.
Hari terus berlalu, Irene berhasil beradaptasi di kota itu dengan baik. Ia memilih untuk bekerja paruh waktu untuk memenuhi semua kebutuhannya.
Hoek! Hoek!
Wanita cantik itu terus mengeluarkan isi perutnya, ini sudah beberapa kali ia bolak balik ke kamar mandi ketika rasa mual itu kembali datang.
"Apa kamu hamil?" tanya Ken terkejut.
Irene hanya mengangguk sambil bersandar di dinding dengan tubuh yang lemas.
"Anak siapa itu? Ke mana Ayahnya?" tanya Ken bingung.
Irene hanya terdiam dan melangkah keluar dari kamar mandi tanpa menjawab satupun pertanyaan pria tampan itu.
"Astaga Irene! Kau hamil tanpa suami?" tukas Ken tidak percaya.
"Diamlah! Kepalaku sangat sakit!" sentak Irene membuat Ken terdiam.
"Apa kau akan mempertahankannya? Dia akan lahir tanpa ayah!" ucap Ken membuat Irene terdiam.
Ini sudah berada dalam pikirannya. Jika suatu hari ia hamil, ia akan mempertahankan bayi ini karena hanya itu yang ia miliki nanti.
"Aku akan merawatnya!" jawab Irene tegas.
Ken tidak bisa berkata apa-apa. Beberapa bulan mengenal gadis ini, berhasil menumbuhkan rasa yang tidak biasa dalam hatinya.
"Biarkan aku membantumu!" ucap Ken membuat Irene menatapnya dengan lekat.
*
*
*
5 tahun berlalu, dua pria kecil tengah berlarian di sebuah taman kota Sanford sambil mengejar bola yang baru saja mereka beli.
Kehidupan Irene cukup baik setelah ia mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus dari sebelumnya. Walaupun ia harus menitipkan dua jagoan kecil itu ke tempat penitipan anak.
Kini dengan uang tabungannya, ia berhasil mendirikan sebuah usaha restoran kecil yang cukup untuk menopang kehidupan mereka.
"Diego, Devon! Ayo makan dulu, Nak!" panggil Irene sembari melambaikan tangannya.
Dua bocah kembar itu berlari menuju ke arah Irene yang sudah memegang dua kue tiramisu kesukaannya.
"Ibu, terima kasih!" ucap mereka dengan wajah berbinar.
"Makanlah, habis ini kita pulang ya. kapan-kapan kita bisa main ke sini lagi!" ucap Irene tersenyum sambil mengusap kepala pria kecil itu.
Tak lama, mereka segera mengemas barang-barang yang ada di sana dan pulang kembali ke rumah yang baru saja mereka beli.
"Ibu, besok ada acara hari ayah di sekolah, apa kami boleh mengajak Uncle Ken ke sekolah?" tanya Devon dengan wajah yang berbinar.
Irene seketika terdiam, ia menatap dua pria kecil yang sudah memasang wajah penuh harap itu. "Nanti kita tanya Uncle Ken dulu ya!" ucapnya.
Diego hanya bisa menunduk ketika melihat wajah Irene yang berubah murung. Ia paham, jika mereka tidak akan pernah bertemu dengan ayah yang kini ada di kota sebrang.
"Ibu, maaf jika kami merepotkanmu," lirih Diego semakin membuat Irene merasa bersalah.
"Bukan salah kalian, Nak. maafkan Ibu, ya!" ucap Irene dengan mata yang berkaca-kaca.
Ia langsung memeluk dua pria kecil itu dengan perasaan bersalah yang teramat dalam.
"Ibu, jangan menangis. Maafkan aku," ucap Devon yang tiba-tiba saja menyadari apa yang sudah ia ucapkan.
Irene hanya bisa tersenyum dan menghibur mereka dengan perasaan yang bercampur aduk.
Maafkan ibu, Nak. Sampai kapanpun ibu berharap kalian gak akan bertemu dengan laki-laki itu. Cukup ibu yang terluka!. batinnya.
di tunggu bab selanjutnya ya🥲🥲