NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Cinta Nadia

Reinkarnasi Cinta Nadia

Status: tamat
Genre:Tamat / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Kehidupan di Kantor / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Si Mujur / Rebirth For Love
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Nadia Pramesti, seorang arsitek muda berbakat, mendapatkan kesempatan kedua dalam hidup setelah sebuah kecelakaan tragis membawanya kembali ke masa lalu, tepat sebelum hidupnya hancur karena kepercayaan yang salah dan pengkhianatan —akibat kelicikan dan manipulasi Dinda Arumi, sahabat masa kecil yang berubah menjadi musuh terbesarnya, dan Aldo, mantan kekasih yang mengkhianati kepercayaannya.

Di kehidupannya yang baru, Nadia bertekad untuk memperbaiki kesalahan masa lalu dan menghindari perangkap yang sebelumnya menghancurkannya. Namun, Dinda, yang selalu merasa tersaingi oleh Nadia, kembali hadir dengan intrik-intrik yang lebih kejam, berusaha tidak hanya menghancurkan karier Nadia tetapi juga merenggut satu-satunya pria yang pernah benar-benar dicintainya, Raka Wijaya.

Nadia tidak hanya berhadapan dengan musuh eksternal, tetapi juga harus melawan rasa tidak percaya diri, trauma masa lalu, dan tantangan yang terus meningkat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kembali Ke Titik Nadir

'Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa aku di sini lagi?' Nadia terjaga dengan jantung berdebar. Kamar yang dikenalnya dengan baik itu terasa begitu nyata—langit-langit krem, tirai biru muda, dan sebuah cermin oval di sudut. Semua persis seperti ingatannya, tetapi ini tak mungkin benar. Di sinilah mimpi buruk hidupnya dimulai, dan dia bersumpah tak akan kembali lagi ke titik ini.

 

Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Ia mengenakan piyama lama yang sudah bertahun-tahun tak dilihatnya, dan di luar jendela, terdengar suara klakson jalanan Jakarta yang padat—sebuah pemandangan yang sudah ia tinggalkan lama.

”Tidak, ini tidak mungkin,” gumam Nadia, meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Tanggal di layar membuatnya tercengang. Dua tahun yang lalu. Tepat di hari di mana semuanya mulai berantakan. Ponsel berdering di tangannya, panggilan masuk dari -Dinda-

 

“Halo, pagi, Nad. Udah siap dengan presentasimu? Jangan lupa, kita harus buat kesan yang baik di hadapan direksi,” kata Dinda di seberang telepon, suaranya manis, tapi Nadia mengenal kepalsuan di balik nada itu.

Nadia berusaha menenangkan diri. Ia tahu apa yang akan terjadi, tahu betapa Dinda akan segera memanipulasi situasi, mengambil kesempatan atas kerja kerasnya, dan menghancurkan reputasinya. 'Kali ini, aku takkan membiarkan hal itu terjadi.'

Ia cepat-cepat berpakaian, mengenakan blazer biru yang menjadi andalannya, dan bergegas ke Firma Arsitektur tempat ia bekerja. Di dalam taksi menuju kantor, pikirannya berpacu. 'Ini adalah kesempatan kedua. Kali ini, aku tidak akan jatuh ke dalam perangkap Dinda.'

Sampai di kantor, Nadia langsung menuju ruang rapat. Ruangan itu sudah dipenuhi oleh anggota tim, termasuk Dinda yang duduk di ujung meja, tersenyum padanya. Senyuman yang tidak pernah benar-benar sampai ke matanya. Aldo, duduk tidak jauh dari sana, menatap laptopnya seolah menghindari kontak mata dengan Nadia. Mereka semua tahu apa yang akan terjadi—atau lebih tepatnya, Nadia tahu.

Ketika rapat dimulai, Nadia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. 'Jika aku tahu apa yang akan terjadi, aku bisa menggagalkannya.' Dinda memulai presentasi dengan penuh percaya diri, menggunakan slide yang seharusnya Nadia yang buat. Setiap kalimat yang Dinda ucapkan adalah hasil kerja keras Nadia. Rasa marah membakar dada Nadia, tapi dia menahannya. Kali ini, dia tidak akan marah atau terseret emosi.

 

Saat Dinda selesai, dan ketika direksi mulai mengajukan pertanyaan yang tajam, Nadia mengambil kesempatan itu.

“Dinda, bolehkah saya menjelaskan detail teknis lebih lanjut?” tanya Nadia, dengan senyum tipis yang penuh makna.

Dinda sedikit tergagap, tidak menyangka akan diinterupsi. Nadia melanjutkan presentasinya dengan kejelasan dan keahlian yang tak terbantahkan, mengungkap ide-ide orisinalnya, lengkap dengan data pendukung yang tak bisa dibantah.

Saat sesi tanya jawab berakhir, direksi mengalihkan perhatian mereka ke Nadia. Mereka tahu siapa yang sebenarnya memahami proyek ini dengan mendalam.

Ketika rapat usai, Dinda mendekatinya dengan senyum dipaksakan. ”Kamu mengesankan, Nad. Aku tidak menyangka kamu akan mengambil alih seperti itu,” katanya, nada suaranya menyembunyikan kebencian yang hampir tak terkendali.

Nadia hanya membalas dengan senyuman tipis. 'Kali ini, Dinda, aku tidak akan membiarkanmu berjalan di atasku lagi,' pikirnya dalam hati. Nadia tahu bahwa pertempuran baru saja dimulai, tetapi kali ini dia siap. Dengan semua ingatan dari kehidupannya yang sebelumnya, Nadia tahu bahwa jalan di depannya akan penuh dengan rintangan, tapi dia tidak akan jatuh di tempat yang sama dua kali.

 

Saat meninggalkan kantor, Nadia bertemu dengan Raka di lobi. Pria itu mengangguk padanya, seperti biasa. Namun, di mata Nadia, dia tidak hanya melihat pria yang akan dia cintai, tetapi juga seseorang yang harus dia lindungi dari intrik dan kebohongan yang akan datang. 'Aku tidak akan membiarkan sejarah berulang,' katanya pada dirinya sendiri, saat mereka bertukar senyum.

Namun, dalam senyum Raka, Nadia menangkap bayangan sesuatu yang lain. Sesuatu yang mengingatkannya pada hari-hari menjelang kehancuran sebelumnya. Saat ini, Nadia tidak hanya melawan Dinda, tapi juga melawan waktu dan nasib yang seolah ingin menjatuhkannya kembali ke dalam jurang yang sama.

”Kita lihat siapa yang akan menang kali ini,” Nadia berbisik, menatap ke arah langit Jakarta yang mulai berawan, menyadari bahwa perang belum benar-benar dimulai, tapi dia sudah bertekad untuk memenangkannya.

 

Nadia berjalan keluar dari gedung kantornya dengan langkah mantap. Kemenangan kecil di ruang rapat tadi memberinya sedikit kelegaan, tetapi dia tahu bahwa ini hanyalah permulaan. Dinda tidak akan tinggal diam setelah merasa dipermalukan di depan direksi. Tapi kali ini, Nadia sudah siap menghadapi apapun yang akan terjadi.

Ketika Nadia sampai di kafe dekat kantor yang biasa dia kunjungi, dia melihat Mira, sahabat karibnya, sudah duduk di sudut ruangan dengan secangkir kopi di depannya. Mata Mira berbinar ketika melihat Nadia mendekat.

“Bagaimana rapatnya?” tanya Mira, suaranya penuh antusiasme.

Nadia menarik kursi dan duduk di seberang Mira, menghela napas panjang. “Aku berhasil menahan Dinda, untuk saat ini,” katanya, mencoba tersenyum meski rasa waspada masih menggelayuti pikirannya.

Mira memiringkan kepalanya, memperhatikan ekspresi Nadia. “Kamu terlihat lebih tenang dari biasanya. Sepertinya kamu sudah tahu apa yang akan terjadi?”

Nadia tersenyum misterius. “Mungkin lebih tepatnya, aku merasa lebih siap kali ini,” jawabnya, sambil mengaduk kopi yang baru saja datang.

Mira mengerutkan dahi, tapi memutuskan untuk tidak menekan lebih jauh. Mereka mengobrol sebentar tentang hal-hal ringan sebelum Nadia memutuskan untuk kembali ke kantor. Namun, sebelum mereka berpisah, Mira tiba-tiba teringat sesuatu.

“Oh, hampir lupa. Aldo menghubungiku kemarin. Katanya dia mau bicara denganmu. Kamu tahu apa yang dia inginkan?”

Nama Aldo membuat Nadia tertegun sejenak. Aldo, pria yang pernah dia cintai dan percaya sepenuh hati, hanya untuk dikhianati di saat dia paling membutuhkan dukungan. Dalam kehidupan sebelumnya, Aldo adalah salah satu alasan utama kehancurannya. Dia tidak bisa dipercaya.

“Tidak, aku tidak tahu,” jawab Nadia datar, meski hatinya berdebar. “Tapi aku akan menghindarinya sebisa mungkin.”

Mira mengangguk. “Baiklah. Tapi hati-hati, Nad. Aku selalu merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan pria itu.”

'Peringatan yang datang terlambat di kehidupan sebelumnya,' pikir Nadia. Namun, kali ini dia akan mendengarkan. Aldo adalah ancaman lain yang harus dia tangani dengan hati-hati. Tidak ada ruang untuk kesalahan.

Setelah kembali ke kantor, Nadia menemukan sebuah amplop putih di mejanya. Tidak ada nama pengirim atau petunjuk lain, hanya tulisan namanya di atas amplop itu. Dengan perasaan tidak enak, dia membuka amplop tersebut.

Di dalamnya ada beberapa foto yang membuatnya tercekat. Foto-foto itu menunjukkan Nadia sedang berbicara dengan Raka di lobi kantor pagi tadi, diambil dari sudut yang jelas-jelas disengaja untuk memberikan kesan bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar percakapan biasa. Di bagian bawah, ada pesan singkat yang ditulis dengan tangan: ”Berhati-hatilah dengan siapa yang kamu percayai. Setiap mata mengawasi.”

Bersambung...

Semoga novel baru ini bisa membuat teman-teman readers menikmati dan mengisi waktu luang. Terima kasih yang sudah mampir. Happy reading. . .

1
Murni Dewita
👣
Sodikin Jin
Raka....mengapa saya sebal jika mendengar nama itu, .../Facepalm/
El Nurcahyani -> IG/FB ✔️: Kenapa? Punya kenangan buruk dengan Raka?
total 1 replies
Sodikin Jin
hmmmm.... menarik. lanjutkan penyelidikannya...😎
XeeLien: Mu baca novel kultivasi, yuk mampir di novelku.
Sodikin Jin: ooooo....mengejutkan. ok kak, lanjutkan.
total 3 replies
Sodikin Jin
haish....perlu usaha yang sangat keras untuk mengungkap semua. dan jangan lupa, mencari dukungan untuk mengupas semua itu.
El Nurcahyani -> IG/FB ✔️: Terima kasih selalu mampir
total 1 replies
Sodikin Jin
keren....
Anugrah Annas
Apakah sudah bisa membuat audio novel lagi seperti dulu
El Nurcahyani -> IG/FB ✔️: Maaf, Audio novel ditentukan pihak Mangatoon. Saya hanya mengisi suara saja.

Jika kamu ingin audio novel lanjut, beri saran saja pada Mangatoon, di media sosial atau email.
total 1 replies
Anugrah Annas
Apakah udah bisa membuat audio lagi kak
El Nurcahyani -> IG/FB ✔️: Tanyakan ke pihak Mangatoon.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!