(Revisi)
Merasa akhirnya bebas dari ikatan pernikahan dengan Elsa, wanita pilihan orangtuanya, Edward, berniat menata ulang hidupnya dan membangun rumah tangga bersama Lily, sang kekasih.
Namun tanpa disadari saat tangannya menggoreskan tandatangan di atas surat cerai, bukan sekedar perpisahan dengan Elsa yang harus dihadapi Edward tapi sederetan nasib sial yang tidak berhenti merudungnya.
Tidak hanya kehilangan pekerjaan sebagai dokter dan dicabut dari wasiat orangtuanya, Edward mendadak jadi pria impoten padahal hasil pemeriksaan dokter, dirinya baik-baik saja.
Ternyata hanya Elsa yang mampu mengembalikan Edward menjadi pria sejati tapi sayangnya wanita yang sudah terlanjur sakit hati dengan Edward, memutuskan untuk menikah kembali dengan Erwin, adik iparnya.
Apakah Edward akan memaksa Elsa kembali padanya atau memutuskan tetap menjadi pria mandul dan menikahi Lily ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tugas Seorang Istri
“Aku mencintaimu, Lily, sangat mencintaimu.”
Bisikan lembut di sela-sela cumbuan panas membuat wanita yang berada di bawah kukungan Edward hanya bisa meneteskan air mata.
Seharusnya Elsa bahagia karena pria yang menjadi suaminya sejak setahun yang lalu akhirnya memberikan nafkah batin, tapi betapa miris hati Elsa karena bukan namanya yang disebut melainkan perempuan lain.
Lily, adik kelas yang menjadi kekasih Edward sejak ia menjalani koas dan menjadi satu-satunya wanita yang ingin dinikahi Edward tapi semua mimpinya berantakan sejak Elsa masuk dalam kehidupan keluarganya.
“Kamu wangi Lily, seharum namamu.” Edward kembali membisikkan rayuan sambil menciumi leher mulus Elsa bahkan meninggalkan jejak di sana.
Suasana kamar yang temaram dan romantis membuat adrenalin Edward yang sedang berada di bawah pengaruh obat semakin terpacu.
Ciuman dan gigitan nakal yang semakin ganas dan liar menjadi sebilah pedang yang menggoreskan luka di sekujur tubuh Elsa.
Wanita itu tidak menolak, hanya mendesis saat milik Edward menghujam intinya dengan paksa dan sedikit kasar, mengoyak kehormatan yang dijaganya selama 20 tahun.
“Milikmu sempit sekali, Lily…. dan nikmat,” Edward kembali meracau sambil mencium bibir Elsa dengan gairah yang tidak terkendali.
Elsa pun berusaha mengimbangi permainan Edward meskipun air mata tidak berhenti mengalir dari kedua sudut matanya.
Pria yang sedang dalam gairah yang meledak-ledak tidak sadar kalau wanita yang berada di bawah kukungannya bukanlah perempuan yang terus dipanggilnya melainkan istri yang tidak pernah diharapkan bahkan sangat dibencinya.
Elsa tidak akan pernah menyesali keputusannya malam ini karena sebagai istri sudah menjadi tanggungjawabnya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
Bagi Elsa, malah suatu kehormatan bisa memberikan keperawanannya untuk laki-laki yang sudah menjadi suami sah sekaligus pria yang dicintainya sejak lama. Lebih baik dirinya yang berkorban, daripada Edward menuntaskan efek obat perangsang itu pada wanita yang menjebaknya.
“Aku sudah hampir sampai Li…”
Belum juga kalimatnya selesai diucapkan, Edward mengerang, menumpahkan miliknya lalu tumbang di atas tubuh Elsa
Seandainya Edward mengucapkan namanya sebelum mencapai pelepasan, air mata Elsa akan menjadi bentuk kebahagiaan bukan kekecewaan dan sakit hati.
Ternyata efek obat itu tidak berakhir hanya dengan satu pelepasan. Edward mengulanginya kembali sampai beberapa kali hingga akhirnya tumbang dan berbaring di samping Elsa dengan nafas terengah.
Tidak membutuhkan waktu lama, suara dengkuran halus terdengar bagaikan nada indah di telinga Elsa karena untuk pertama kalinya juga mereka tidur di ranjang yang sama.
“Aku mencintaimu, Mas. Aku sangat mencintaimu.”
Elsa memberanikan diri mengusap rambut Edward sambil tersenyum getir. Dihapusnya peluh yang membasahi kening suaminya dengan penuh cinta.
“Jangan biarkan dia menjebakmu lagi atau kamu akan menyesalinya seumur hidup karena dia bukan lagi perempuan yang kamu kenal saat kuliah dulu. Aku tidak menyesali memberikan milikku hanya untukmu dan semoga kamu bahagia setelah ini.”
Elsa menghapus air mata yang kembali mengalir dan berusaha bangun dari tempat tidur untuk membersihkan diri lalu pergi meninggalkan kamar hotel tapi bagian intinya terlalu sakit dan perih, seluruh tubuhnya terasa linu bahkan kepalanya berdenyut.
Tidak sanggup beranjak dari tempat tidur akhirnya Elsa menarik selimut, membungkus tubuh polosnya yang lelah dan terasa sakit.
Perlahan matanya terpejam hingga akhirnya ia ikut terlelap dengan posisi memunggungi Edward yang tidur pulas dalam keadaan terlentang.
***
Elsa buru-buru bangun dan mematikan alarm dari handphonenya. Jam 4.30 pagi, sepertinya baru beberapa jam saja ia tertidur.
Meski masih terasa sakit dan linu, Elsa memaksakan diri untuk bangun dan turun dari tempat tidur. Ia tidak mau Edward melihat dirinya tidur di samping pria itu.
Sambil meringis, Elsa memunguti pakaiannya yang sudah tidak berbentuk dan mengambil tas tangan miliknya yang berisi pakaian ganti lalu pergi ke kamar mandi dengan langkah tertatih.
Elsa sudah mengantisipasi semuanya begitu menerima kabar dari Fahmi soal keadaan Edward bahkan ia yang menyuruh asisten suaminya itu membawa bossnya ke hotel supaya tidak ada penyesalan dalam hidup Edward saat bangun keesokan paginya.
“Maaf aku membuatmu menunggu lama,” ujar Elsa saat menemui Fahmi di dekat pintu lift sambil menyerahkan kartu pada pria itu.
“Nona akan pulang sekarang ? Apa sebaiknya…”
“Tidak !” Elsa memotong ucapan Fami sambil menggeleng dan tersenyum.
“Ia pasti akan semakin membenciku bahkan mungkin menganggap semua ini adalah hasil perbuatanku. Aku tidak mau Edward menyesali kejadian tadi malam dan hidup bersamaku hanya sekedar sebagai tanggungjawab.”
Fahmi menghela nafas menatap istri bossnya yang terlihat sendu dan tersenyum miris.
“Apa masalah CCTV di hotel ini sudah kamu bereskan ?”
“Sudah Nona.”
“Terima kasih banyak atas bantuanmu, Fahmi. Seandainya aku masih boleh meminta, tolong jaga Edward, jangan sampai perempuan itu berhasil mengikatnya dengan cara-cara gila seperti semalam.”
“Tanpa Nona minta, saya pasti akan menjaga dokter Ed.”
Elsa mengangguk dan tersenyum tulus pada pria yang selalu mendukungnya menjadi istri Edward meskipun berarti harus bertentangan dengan bossnya.
“Aku pulang dulu dan kamu segeralah naik ke atas. Buatlah cerita sesukamu tentang wanita yang menemaninya semalam, aku akan berpura-pura tidak tahu. Maaf aku sudah membuatmu berhohong. Biarlah kejadian ini hanya menjadi rahasia kita berdua.” Fahmi mengangguk dengan berat hati.
Elsa pun berlalu sementara Fahmi masih berdiri dan menatapnya dari depan lift. Hatinya iba melihat Elsa tidak pernah mengeluh atau pun memberontak meskipun Edward menyakiti dan mempermalukannya berkali-kali.
Keduanya bekerja di rumah sakit yang sama dan semua karyawan tahu kalau Elsa, perawat magang itu, adalah istri sah Edwad, dokter spesialis jantung sekaligus anak sulung pemilik rumah sakit.
Entah bagaimana, Edward berhasil membuat Lily yang berstatus sebagai dokter umum bekerja di rumah sakit milik keluarganya hingga tanpa sadar terlalu sering Edward menempatkan Elsa justru sebagai pelakor.
Fahmi menghela nafas sambil masuk ke dalam lift begitu melihat Elsa sudah naik taksi di depan lobi.
Sampai di depan kamar, Fahmi menggesek kartu yang diberikan Elsa. Dilihatnya Edward sudah duduk di atas ranjang sedang merengangkan otot-ototnya.
“Selamat pagi, dokter,” sapa Fahmi sambil menganggukan kepala.
Mata Edward langsung membola mendengar dan melihat asistennya.
“Darimana kamu tahu aku ada di sini ?”
“Dokter mengirimkan pesan dan minta saya datang kemari membawakan pakaian ganti.”
Edward yang agak bingung dan merasa pusing mengintip tubuhnya yang masih tertutup selimut dan matanya kembali membola.
“Bagaimana aku bisa sampai di sini dan tidur dalam keadaan te-lan-jang begini ?”
“Saya kurang tahu juga, dokter. Semalam anda hanya bilang akan keluar makan tanpa memberitahu dengan siapa dan pagi ini dokter minta saya datang kemari sambil membawakan pakaian ganti.”
Edward meringis, memegang kepalanya yang terasa berdenyut saat bergerak mengambil handphone di atas nakas. Hatinya penasaran ingin memastikan ucapan Fahmi dan ternyata semuanya terbukti benar.
“Saya sudah memastikan kalau kamar ini dibayar menggunakan kartu kredit dokter dan check-in sekitar jam 10 malam,” ujar Fahmi sebelum Edward bertanya lebih jauh lagi.
“Apa Lily bersamaku semalam ?”
“Saya tidak tahu dokter, resepsionis bilang anda hanya datang sendiri,” sahut Fahmi sambil menggeleng.
Edward mengintip selimut di sisi sebelahnya dan terkejut saat melihat ada bercak darah di sana. Ia pun mengambil bantal dan mulai menciumi bau yang tertinggal di kain pembungkusnya.
“Bukan parfum Lily. Apa kamu tahu dengan siapa aku kemari semalam ?”
“Saya tidak tahu, dokter.” Fahmi kembali memberikan jawaban yang sama.
“Cari tahu siapa yang tidur bersamaku semalam ! Jangan sampai perempuan itu tiba-tiba datang dan meminta pertanggungjawabanku karena hamil !”
“Baik dokter. Saya akan mencari tahu sekarang, ini pakaian ganti yang dokter minta.”
Edward hanya menggangguk dengan dahi berkerut. Jantungnya berdebar dan dipenuhi rasa khawatir karena ia tidak bisa mengingat apa-apa tentang semalam.
Jangankan wanita yang sudah direnggut keperawanannya, Edward tidak tahu bagaimana ia bisa berakhir di kamar hotel ini.
dasar sundel bolong