Lima abad setelah hilangnya Pendekar Kaisar, dunia persilatan terbelah. Pengguna tombak diburu dan dianggap hina, sementara sekte-sekte pedang berkuasa dengan tangan besi.
Zilong, pewaris terakhir Tombak Naga Langit, turun gunung untuk menyatukan kembali persaudaraan yang hancur. Ditemani Xiao Bai, gadis siluman rubah, dan Jian Chen, si jenius pedang, Zilong mengembara membawa Panji Pengembara yang kini didukung oleh dua sekte pedang terbesar.
Di tengah kebangkitan Kaisar Iblis dan intrik berdarah, mampukah satu tombak menantang dunia demi kedamaian, ataukah sejarah akan kembali tertulis dalam genangan darah?
"Satu Tombak menantang dunia, satu Pedang menjaga jiwa, dan satu Panji menyatukan semua."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Benih yang Tertanam
Zilong tidak langsung pergi setelah debu peperangan mereda. Ia menatap puing-puing desa dan wajah-wajah tanpa pelindung di hadapannya. Sebuah keputusan besar lahir di benaknya.
"Alasan aku disebut sebagai pendekar tombak terakhir adalah karena hanya diriku yang diketahui masih memegang teguh warisan ini. Meski aku yakin saudara-saudaraku yang lain masih bertahan hidup di suatu tempat, aku tidak bisa membiarkan teknik ini mati jika sesuatu terjadi padaku." ucap Zilong dengan nada berat namun penuh tekad.
Selama beberapa hari, Zilong dan Xiao Bai bekerja sama menggeledah markas bandit. Mereka berhasil mengumpulkan peti-peti berisi koin emas, perak, serta berbagai sumber daya berharga hasil jarahan bertahun-tahun. Harta itu ia kembalikan sepenuhnya untuk membangun kembali infrastruktur desa yang hancur.
Zilong mengumpulkan seluruh warga, mulai dari wanita dewasa hingga anak-anak yang masih kecil. Di hadapan mereka, ia menancapkan Tombak Naga Langit ke tanah.
"Mulai hari ini, aku akan melatih kalian semua. Jika kalian masih membenci tombak karena sejarah masa lalu, silakan pergi, aku tidak akan memaksa," suaranya menggelegar di tengah lapangan desa. "Namun ingatlah, aku mengajarkan teknik ini bukan agar kalian menjadi penguasa yang haus darah. Aku ingin kalian memiliki kekuatan untuk melindungi diri sendiri dan orang-orang yang kalian sayangi, agar tragedi seperti kemarin tidak pernah terulang lagi!"
Maka, dimulailah bulan yang paling melelahkan dalam sejarah desa tersebut. Zilong mengambil alih posisi kepala desa sementara. Ia mengatur strategi pembangunan sekaligus memimpin pelatihan yang luar biasa keras. Di bawah terik matahari dan dinginnya malam, ia mengajarkan cara bernapas, mengalirkan Qi, dan dasar-dasar tusukan tombak.
Setelah satu bulan berlalu, perubahan besar terjadi. Tatapan mata warga desa yang semula redup dan penuh ketakutan, kini bersinar tajam dengan kepercayaan diri.
"Luar biasa!" gumam Zilong saat melihat barisan warga melakukan latihan rutin "Hanya dalam satu bulan, kalian semua telah berhasil menembus ranah Pendekar Inti. Tugasku di sini telah selesai."
Zilong berdiri di gerbang desa, menatap hasil kerja kerasnya. Desa itu kini bukan lagi pemukiman lemah, melainkan benteng kecil yang dihuni oleh para praktisi tombak menengah.
"Aku akan melanjutkan perjalananku. Jaga tempat ini baik-baik, dan ingatlah namaku... Zilong."
Tanpa menunggu upacara perpisahan yang megah, Zilong berbalik dan melangkah pergi. Xiao Bai berjalan di sampingnya dalam wujud manusia, menatap profil wajah Zilong dari samping dengan binar kekaguman yang sulit disembunyikan. Selama sebulan ini, ia melihat sisi lain dari Zilong: seorang pemimpin yang tegas, adil, dan sangat peduli.
"Kau benar-benar hebat, tahu." puji Xiao Bai dengan tulus "Membangun sebuah pasukan dari nol dalam sebulan... Jadi, setelah ini, pahlawan besar kita akan menuju ke mana?"
Zilong tidak menjawab. Tiba-tiba, ia berhenti dan meletakkan tangannya di pundak Xiao Bai. Tindakan mendadak itu membuat jantung Xiao Bai berdegup kencang. Wajahnya seketika merona merah padam.
"A-apa yang kau lakukan?! Di jalanan terbuka seperti ini?" tanya Xiao Bai terbata-bata, pikirannya mulai melayang ke mana-mana.
"Tolong, berubah wujudlah sekarang, Xiao Bai." pinta Zilong. Suaranya terdengar sangat lesu, wajahnya tampak suram dan kuyu.
Zilong menatapnya dengan mata yang dihiasi lingkaran hitam tebal. Ternyata, selama sebulan mengurus desa dan melatih warga tanpa henti, ia hampir tidak pernah tidur lebih dari dua jam sehari. Tenaganya benar-benar sudah mencapai titik nadir.
Xiao Bai yang melihat kondisi "mengenaskan" sang pendekar hebat itu langsung tertawa kecil. Rasa gugupnya berganti menjadi rasa iba yang lucu. "Ternyata kau manusia juga, ya? Kupikir kau terbuat dari batu."
"Baiklah, kemarilah." lanjut Xiao Bai lembut.
POOF!
Asap putih tipis muncul, dan seekor rubah putih raksasa dengan bulu yang jauh lebih lebat dari sebelumnya berdiri di sana. Zilong tidak membuang waktu; ia segera memanjat dan merebahkan tubuhnya di atas punggung empuk itu. Dalam hitungan detik, suara dengkuran halus terdengar.
Zilong telah terlelap di atas "kasur berjalannya," meninggalkan segala urusan dunia demi istirahat yang sangat ia butuhkan, sementara Xiao Bai melangkah perlahan menuju kota berikutnya, menjaga agar tidur sang tuan tidak terganggu.