Dalam dunia korporasi yang berputar terlalu cepat, Ethan Solomon Montgomery, Presiden Direktur Montgomery Group, hidup dengan ketenangan yang dirancang oleh keluarga yang membentuknya. Ia tumbuh untuk memimpin, bukan untuk diperintah. Sejak kecil Celine Mattea selalu berdiri di sisinya, perempuan yang mampu masuk ke semua pintu keluarga Montgomery. Celine mencintai Ethan dengan keyakinan yang tidak pernah goyah, bahkan ketika Ethan sendiri tidak pernah memberikan kepastian. Hubungan mereka bukan hubungan lembut yang manis, melainkan keterikatan panjang yang sulit dilepaskan. Persahabatan, warisan masa kecil, ketergantungan, dan cinta yang Celine perjuangkan sendirian. Ketika Cantika, staf keuangan sederhana memasuki orbit Ethan, sesuatu di dalam diri Ethan bergeser. Sebuah celah kecil yang Celine rasakan lebih tajam daripada pengkhianatan apa pun. Ethan dan Celine bergerak dalam tarian berbahaya: antara memilih kenyamanan masa lalu atau menantang dirinya sendiri untuk merasakan sesuatu yang tidak pernah ia izinkan. Ini adalah kisah dua orang yang seharusnya ditakdirkan bersama, tetapi cinta yang bertahan terlalu lama tidak selalu berarti cinta yang benar. Disclaimer: Novel ini adalah season 2 dari karya Author, “Falling in Love Again After Divorce.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Denganmu Saja
Ethan menepuk bahu Raga keras, “Bagaimana situasinya?” suaranya rendah dan tajam.
Raga menurunkan teropong thermalnya, bersandar pada dinding lambung kapal yang berkarat.
“Akhirnya kau datang,” gumamnya menegakkan tubuh. “Aku tidak mengenali siapa pun di dalam sana, Ethan. Kupikir ada pihak ketiga yang sengaja mencampuri transaksi kita.”
Ponsel Celine berpendar, permintaan terhubung dari Rega. Ia menggeser layar cepat, seketika mata bulatnya menyipit tajam.
“Ini tidak masuk akal,” ucap Celine pelan, ia menunjukkan layarnya pada Ethan. “Montgomery versus Montgomery.”
Ethan bergeming sesaat sebelum rahangnya mengeras. Ia mengambil ponselnya dan menekan satu nomor dengan dingin.
“Berhenti ikut campur urusanku, Paman,” ucapnya datar, penuh tekanan.
Tawa renyah terdengar dari seberang, tawa yang hanya membuat suasana semakin mencekik.
“Kau terlalu pemarah, Ethan. Apa maksudmu? Aku bahkan belum melakukan apa pun.”
“Bukan kau, tapi bocah itu.” Nada Ethan berubah gelap, nyaris menggeram. “Sampaikan padanya untuk berhenti, atau aku benar-benar akan menghabisinya.”
Tak ada jawaban. Keheningan di seberang sana menandakan satu hal, orang itu tahu Ethan tidak sedang berbicara dalam metafora.
Celine dan Raga saling melirik.
“Well,” Celine menarik napas dan menyimpan ponselnya, “ternyata ini hanya prank.”
Ia mencopot rompi anti pelurunya dan menyerahkannya pada Raga. Gerakannya anggun, seperti seorang putri yang bosan menghadapi kekacauan.
“Aku tahu kalian bisa mengurus sisanya,” katanya sambil mengedip, nada menggoda dan berbahaya dalam satu waktu.
Gaun hitamnya sudah terkoyak, untung saja heels stiletto masih terpasang kokoh di kakinya. Dengan satu gerakan anggun, ia melepaskan ikatan rambutnya. Gelombang cokelat keemasannya jatuh ke bahu, mengubah dirinya dari prajurit gelap menjadi sosialita yang siap untuk berpesta.
Celine melangkah menuju kapal pesiar yang dipenuhi cahaya temaram dan musik malam yang mewah.
“Wow…” bisiknya ringan, jemari menyisir rambutnya. “Night party yang menyenangkan.”
“Celine,” panggil Ethan dari belakang, nadanya penuh ancaman. “Jangan macam-macam.”
Ia melepaskan rompinya sendiri dan melemparkannya pada Raga. “Urus tikus kecil itu,” perintahnya pendek, sebelum mengejar Celine yang sudah menaiki gangway kapal.
Raga mematung, menatap dua rompi mahal yang kini menumpuk di tangannya.
“Andaikan aku tahu begini,” gumamnya muram, “aku akan pura-pura tidur waktu Sambo menghubungi.”
Plung! Dua rompi jatuh ke laut tanpa peringatan.
“Menjadi asisten pewaris Montgomery adalah pekerjaan paling menyedihkan di dunia,” desisnya.
Ethan berhenti di ambang pintu lounge VIP kapal pesiar, rahangnya mengeras saat matanya menangkap sosok yang tidak seharusnya berada di sana. Celine berdiri di tengah kerumunan, tubuhnya bergerak mengikuti irama bass yang menghentak lantai kayu kapal. Rambutnya yang terurai bergoyang lembut setiap kali ia memutar tubuh. Gaun hitam koyak itu justru membuatnya semakin menggoda. Beberapa pria bersiul, bahkan terang-terangan mengikuti setiap arah gerakan tubuhnya.
Ethan merasa darahnya naik tanpa izin. Amarah dan kepemilikan bercampur menjadi satu membuatnya ingin membungkam seluruh ruangan detik ini juga.
“Gadis nakal…” bisiknya dalam.
Tanpa menunggu jeda, Ethan menerobos kerumunan dan meraih pergelangan tangan Celine tegas.
Celine terbelalak. “Ethan, aku masih ingin di sini,” gerutunya manja.
Pria itu tidak menjawab, tapi genggamannya panas dan kuat. Larangan absolut yang tidak memberi pilihan.
Celine mendengus kesal, menoleh sekali lagi ke arah lampu-lampu neon yang berputar, pada musik yang membuat tubuhnya ingin terus menari. Ia sangat menyukai pesta, tapi… ia lebih menyukai pria yang sedang menariknya keluar dari surga ini.
Gadis itu perlahan merilekskan lengannya, sudut bibirnya perlahan terangkat. Jemarinya bergerak sedikit, membiarkan dirinya ditarik tanpa perlawanan. Heelsnya mengetuk lantai kapal dengan ritme halus yang selaras dengan kaki Ethan.
Ethan menarik Celine melewati pesisir pantai, semakin jauh dari pelabuhan hingga suara mesin kapal tenggelam dalam desir ombak. Mereka keluar dari jalan belakang, jalan berpasir yang gelap tanpa penerangan memadai. Hamparan pasir menyulitkan langkah Celine, heels tinggi yang ia kenakan tenggelam dan tersangkut di setiap langkah.
Napasnya terengah, rambut panjangnya berkibar diterpa angin laut yang lembab. Tali heels yang tipis menggesek kulit pergelangan kakinya, meninggalkan garis merah yang mulai perih. Ia sempat meringis kecil, tapi tidak mengucapkan keluhan apa pun. Genggaman Ethan yang kokoh di tangannya lebih dari cukup untuk membuat rasa sakit itu menguap.
Langkah Celine terhenti tiba-tiba, menahan tangan Ethan.
“Ada apa?” Pria itu menoleh cepat.
Celine tidak menjawab. Ia berjinjit, sedikit goyah tapi cukup tinggi untuk meraih belakang leher Ethan, menarik wajah pria itu turun dan menyatukan bibir mereka. Celine memejamkan mata lama. Dan ketika kelopak matanya perlahan terbuka, sorot matanya bersinggungan dengan sorot gelap Ethan.
Ethan memejamkan mata, mengubah kecupan menjadi lumatan yang dalam. Tangannya naik ke punggung Celine, jemarinya menyusuri tulang gaun, menarik tubuhnya lebih rapat. Ciuman itu memanjang, menghangatkan udara dingin yang berhembus liar dari pantai.
Lampu-lampu dermaga dari kejauhan berkelip memantul di permukaan laut seperti ribuan bintang yang terjatuh ke air. Ombak lembut menyapu pasir dekat kaki mereka, membawa suara menenangkan yang menjadi latar bagi detak jantung keduanya.
Celine duduk di tepian dermaga, memeluk lengan Ethan di sisinya erat sembari menggoyangkan kakinya. Setidaknya sampai Ethan tiba-tiba bangkit dan berlutut di kakinya.
“Ada apa, Ethan?” tanya Celine penuh tanya.
Pria itu mendengus, menarik pergelangan kaki Celine tanpa izin, lalu melepas heels mahal yang sejak tadi menyiksa kulitnya. Ia memutar botol air mineral, membuka tutupnya dengan satu tangan, dan menuangkannya langsung ke luka kecil di pergelangan kaki Celine.
“Ssssh sakit…” Celine meringis, bahunya naik menahan perih.
Ethan justru menekan sedikit area lukanya dengan sengaja dan tanpa ekspresi.
“Aww! Ethan! Kau menyakitiku!” Celine cemberut, bibirnya mengerucut, tapi sayangnya tidak cukup untuk meluluhkan Ethan.
“Jangan ceroboh,” suara Ethan datar, dingin, tapi matanya sempat turun memeriksa luka itu sekali lagi. “Aku tidak suka.”
Celine menunduk kecil. “Maaf…” ucapnya pelan, hampir terdengar seperti bisikan.
Ethan menghela napas panjang seolah sedang memadamkan amarah di hatinya.
“Ayo kita pulang.”
Celine langsung mengangkat kedua tangan, ekspresinya berubah manja.
“Gendong.”
Ethan mendengus. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia melempar botol air mineral kosong ke tempat sampah tepat sasaran, lalu berjongkok membelakangi Celine.
Celine tersenyum lebar, ia naik ke punggung Ethan seperti anak kecil yang menemukan bahagianya. Ethan berdiri perlahan, kedua tangannya menahan paha Celine agar tidak jatuh, sementara tangan kanan memegang heels wanita itu.
Celine menyandarkan kepala di punggung lebar Ethan. Rasanya hangat dan aman, batinnya.
“Kau terlalu ringan, Celine. Hentikan diet murahanmu itu dan makanlah dengan banyak.” Suara Ethan memecah keheningan.
Celine menggeleng, “Aku tidak ingin gemuk, Ethan. Kau tidak menyukainya.”
Langkah Ethan terhenti, “Kapan aku mengatakan itu?”
“Waktu kita SMA, kau meminta Sambo untuk menurunkan berat badannya sebagai syarat untuk bergabung dengan Amox.”
Ethan menoleh kebelakang, lalu menghela napas kasar sebelum kembali melangkah dalam kegelapan.
“Jangan mengingatnya lagi!” perintahnya dingin.
Di bawah langit malam yang indah dan suara ombak memeluk pantai, Ethan berjalan tanpa tergesa membawa Celine di punggungnya.
Balas dendam kah?
Siapa Barlex?
Berhubungan dengan ortunya Cantika kah?
Haiisz.. makin penisiriin iihh.. 😅😅🤣🤣
Thanks kk Demar 🤌🏻🤌🏻
next kak 🫰🫰
dari pronolog cerita ini soal celine dan ethan yang mungkin akan disisipin orang ketiga. trus muncul barlex ntah genk apa ini. trus tibatiba udah dirumah cantika dan berhubungan sama barlex 🤔
ini yg clue dari rega kah? tapi mengarah kemandose ini kisah ya. maap agak agak kurang nangkep saya 🫣
inget ke celine yang bucin dari kecil tapi dicuekin,disia²in pokoknya ethan dingin bgt ke celine mentang² tau cinta celine begitu besar jadi bersikap se enaknya,gk perduli alasan apapapun....ethan harus merasakan yg sama.buat celine bener² dingin dan biasa² aja ke ethan thor mau ethan kena masalah jangan libatkan celine ke amox.
semoga celine ketemu cogan yg ngejar² dia biar biar tau rasa ethan....
sakit hatiku melebihi celine wkwkwkwk