Fahrul Bramantyo dan Fahrasyah Akira merupakan sahabat sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Mereka sangat akrab bak saudara kembar yang merasakan setiap suka dan duka satu sama lain.
Namun semuanya berubah saat kesalahpahaman terjadi. Fahrul menjadi pria yang sangat kasar terhadap Fahra. Beberapa kali pria itu membuat Fahra terluka, hingga membuat tubuh Fahra berdarah. Padahal ia tau bahwa Fahra nya itu sangat takut akan darah.
Karena Fahra kecil yang merasa takut kepada Fahrul, akhirnya mereka pindah ke Malang dan disana Fahra bertemu dengan Fahri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LoveHR23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Olahraga
Fahrul menggenggam tisu yang ada ditangan dan melemparkannya ke lantai. Fahra yang melihat itu sontak terkejut atas sikap sahabatnya itu yang tiba-tiba berubah. Gadis itu selalu berusaha menyembunyikan tangisnya didepan Fahrul.
Tanpa berkata apa pun Fahrul pergi meninggalkan Fahra sendirian. Fahra hanya terdiam menyaksikan langkah Fahrul yang perlahan-lahan meninggalkannya.
"Fahra salah lagi ya?" ucap Fahra lirih. Dengan terpaksa, ia segera membersihkan lukanya.
"Aduh, Fahra belum ganti baju lagi! Ini kan udah telat, Pak Rahman pasti udah ada dilapangan. Apa Fahra ganti baju disini aja ya? Yaudah deh, Fahra ganti disini aja." Fahra bergegas memindahkan meja di depan pintu dan segera mengganti pakaiannya.
Dengan mengenakan baju olahraga, Fahra keluar sambil mengikat rambutnya. Ia singgah ke UKS terlebih dahulu untuk meminta plester.
"Ada apa, Nak?" tanya ibu penjaga UKS.
"Fahra boleh minta hansaplas nggak bu?"
"Boleh dong, ambil aja ya dilemari P3K."
"Iya bu, siap"
Setelah menempelkan plester didahinya, Fahra bergegas pergi ke lapangan. Saat dilapangan, para siswa sudah berkumpul. Fahra melihat Pak Rahman yang sedang mengabsen siswa.
"Maaf pak, Fahra terlambat" ucap Fahra ketika sampai menghampiri guru pembimbing olahraganya.
"Iya gakpapa. Kamu pemanasan dulu ya. Setelah itu kamu bergabung ke barisan."
"Siap pak" Fahra langsung bergegas melakukan pemanasan sesuai permintaan Pak Rahman.
"Baiklah anak-anak, untuk ambil nilai permainan bulu tangkis, bapak akan membentuk regu untuk kalian. Setiap regu beranggotakan 2 orang. Pemilihan anggota kelompok sesuai absen saja, supaya lebih mudah." ucap Pak Rahman memberi instruksi.
"Baik pak" jawab siswa serempak.
"Biar lebih jelas, bapak akan sebutkan lagi kelompok-kelompoknya. Setelah bapak sebutkan, kalian segera kumpul sama kelompok masing-masing ya."
"Iya pak" jawab siswa lagi, serempak.
"Kelompok pertama, ada Angga dan Arina. Kedua Arya dan Bela. Selanjutnya Beni dan Cinta. Diandra dan Fitri. Fahra dan Fahrul. Geri dan Irfan......." Pak Rahman menyebutkan nama siswa satu persatu berdasarkan kelompoknya. Para siswa pun berbanjar berdasarkan kelompoknya masing-masing.
"Pak, apa kelompoknya gak boleh dituker? Biar saya sekelompok sama Fahra, dan Fahrul sekelompok sama Beni" ucap Cinta, terlihat kesal.
"Iya pak, ganti aja ya" sahut Beni setuju.
"Tidak ada protes-protes, disini saya yang guru, bukan kalian. Kalau mau protes, bikin sekolah sendiri" jawab Pak Rahman tegas. Pak Rahman adalah guru olahraga yang tegas dan pengertian. Dia adalah salah seorang guru yang disukai murid-murid karena sikapnya yang suka bergurau. Namun Pak Rahman juga tak segan-segan untuk bersikap tegas pada siswa yang membantah.
"Maaf pak" ucap Cinta dan Beni tak kompak. Dengan wajah kesal, mereka terpaksa menerima keputusan itu.
"Permisi Pak, Fahra udah selesai pemanasannya" ucap Fahra. Setelah selesai pemanasan, gadis itu langsung bergegas menghampiri Pak Rahman dan teman-temannya.
"Oke, kamu langsung berkumpul sama kelompok kamu ya"
Fahra mengerutkan dahinya sembari mencari tau siapa kelompoknya. "Fahra sekelompok sama siapa pak?"
"Hmm sama teman yang absennya deket kamu. Siapa ya tadii?" Pak Rahman melirik ke arah siswa-siswanya.
"Fahrul" jawab beberapa siswa memberitahu Pak Rahman.
"Ohh haha iya, Bapak lupa. Maklum ya, bapak kan udah tuir hehe" Pak Rahman terkekeh. "Oke Fahra, kamu bisa berdiri didepan Fahrul" lanjutnya menginstruksi.
~"Fahrul? Aduhh, Fahra takut"~ batin Fahra. Gadis itu melangkahkan kakinya pelan sembari terus menunduk.
"Sekarang kalian bapak persilahkan untuk latihan terlebih dahulu." ucap Pak Rahman dan bergegas pergi dari lapangan
Para siswa mengambil raket yang sudah disiapkan Pak Rahman sebelum seluruh siswa turun ke lapangan.
"Huftt, harus banget ya gue sekelompok sama makhluk menyebalkan ini?" Cinta mendecak sebal saat memulai latihan bersama Beni.
"Apa lo bilang? Lo berani sama gue?" Beni mulai menaikkan nada bicaranya. Cinta hanya menghela nafasnya berat dan menggeleng sembari tersenyum terpaksa dihadapan teman sekelompoknya itu.
Sebenarnya gadis itu tidak takut dengan Beni, karena ia juga bisa membela diri jika sewaktu-waktu ada yang menyakitinya. Namun Cinta hanya memilih diam untuk menghindari masalah yang akan terjadi.
Fahra terus menunduk tidak berani menatap Fahrul sebelum pria itu mengajaknya bicara.
"Cepet kelarin latihannya." ucap Fahrul memecah keheningan.
Saat mendengar suara Fahrul, gadis itu kembali bersemangat dengan mengembangkan senyum yang menampakkan lesung pipinya.
"Iya, ayok kita latihan" Fahra memegang tangan Fahrul dan mengajak pria itu untuk mencari tempat yang pas untuk latihan. Namun tiba-tiba jalan Fahra menjadi sempoyongan dan tubuhnya terasa begitu lemas. Langkah gadis itu terhenti, ia memegang kepalanya yang terasa pusing.
"Aduhhhh!" ucap Fahra lirih.
Fahrul melirik ke arah Fahra yang sedang memegang kepalanya. Perlahan Fahra melepas genggamannya terhadap Fahrul.
"Gak usah drama! Gue gak perduli sama lo" tukas Fahrul penuh penekanan.
"Iya, Fahra gak kenapa-napa kok" kaki Fahra semakin gemetar.
~"Apa manusia brengsek ini masih lemes ya karena tadi jidatnya ngeluarin banyak darah. Apalagi dia kan juga phobia darah."~ batin Fahrul.
"Lo tunggu disini sebentar" dengan langkah yang besar, Fahrul berlari menuju tempat dimana ia menaruh air minumnya. Fahra hanya menganggukkan kepalanya dan bergegas duduk ditepi lapangan.
"Nih minum" Fahrul mengulurkan tangannya yang membawa air minum.
"Makasih ya, Rul"
"Hmm"
Fahra segera meminum air yang diberikan Fahrul. Tanpa sadar, ia sudah menghabiskan air itu tanpa menyisakan sedikit pun.
"Yah abis" Fahra menggigit bibir bawahnya karena merasa tidak enak. "Maaf ya Rul, nanti Fahra gantiin aja airnya"
"Gak perlu. Lo udah segerkan? Sekarang cepet kelarin latihannya."
"Iya udah seger kok. Ayuk latihan" ucap Fahra tersenyum.
1 jam itu sangat menyenangkan untuk Fahra. Walau Fahrul tak berbicara banyak ataupun bercanda padanya, ia tetap senang karena 2 kali Fahrul telah memberikan perhatian. Sesekali ia tersenyum dan mengenang masa kecil mereka, dimana Fahrul selalu menjadi superhero untuk Fahra.
Saat jam istirahat, Cinta melihat ada yang berbeda dari Fahra. Bukan tentang wajah Fahra yang tersenyum, tapi tentang luka di dahi Fahra.
"Jidat lo kenapa? Kok diplester gede gini?" tanya Cinta.
"Oh ini, gak kenapa-napa kok. Tadi Fahra jatuh dan gak sengaja terbentur kursi, jadinya berdarah deh"
"Kepentok? Berdarah dong?"
"Iya"
Cinta mengerutkan dahinya sembari meneliti. "Bukannya lo pernah bilang kalo lo takut darah ya? Terus siapa yang bersihin darah lo?
"Fahra dong, dibantuin sama hantu-hantu digudang hihi" Fahra terkekeh
Ucapan Fahra semakin membuat Cinta bingung. Gadis itu terus memandangi gadis yang sudah dianggapnya sahabat itu tanpa henti. Setiap pertanyaan Cinta, selalu dijawab Fahra dengan jawaban ajaibnya hingga Cinta merasa kesal dan memutuskan untuk tidak bertanya lagi.