Chen Lin, sang mantan agen rahasia, mendapati dirinya terlempar ke dalam komik kiamat zombie yang ia baca. Sialnya, ia kini adalah karakter umpan meriam yang ditakdirkan mati tragis di tangan Protagonis Wanita asli. Lebih rumit lagi, ia membawa serta adik laki-laki yang baru berusia lima tahun, yang merupakan karakter sampingan dalam komik itu.
Sistem yang seharusnya menjadi panduan malah kabur, hanya mewariskan satu hal: Sebuah Bus Tua . Bus itu ternyata adalah "System's Gift" yang bisa diubah menjadi benteng berjalan dan lahan pertanian sub-dimensi hanya dengan mengumpulkan Inti Kristal dari para zombie.
Untuk menghindari kematiannya yang sudah tertulis dan melindungi adiknya, Chen Lin memutuskan untuk mengubah takdir. Berbekal keterampilan bertahan hidup elit dan Bus System yang terus di-upgrade, ia akan meninggalkan jalur pertempuran dan menjadi pedagang makanan paling aman dan paling dicari di tengah kehancuran akhir zaman!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si kecil pemimpi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belanja lagi
"Sial, benarkah?!” teriak Wen Tao. Wajahnya pucat, matanya membelalak. Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya.
Chen Lin, yang sudah kelelahan menjelaskan hal yang sama berulang kali, kembali memaparkan semuanya dengan singkat—persis seperti penjelasan yang ia berikan kepada pemuda tampan kemarin.
Wen Tao menyesal tidak memperhatikan video yang viral di sosial media kemarin. Ia terlalu sibuk bermain game seharian bersama teman sekamarnya. Namun setelah mendengar cerita sepupunya, ia segera membuka video yang masih ramai dibicarakan itu.
Begitu menontonnya, ekspresi Wen Tao berubah cepat.
Pertama ia terpukau—gerakan Chen Lin dalam video itu begitu cepat dan terlatih.
Kedua, ia merinding. Pasangan pria dan wanita dalam video itu bergerak aneh, kaku, dan menyeramkan. Mirip zombie dalam film.
Chen Lin menunjukkan setiap detail yang tidak diperhatikan orang lain. Dan yang paling mengerikan adalah darah hitam yang keluar dari luka pria itu.
“Manusia normal darahnya merah,” kata Chen Lin. “Dalam novel , hanya zombie yang berdarah hitam.”
Wen Tao menelan ludah. Ia tidak bisa berbicara lama karena terlalu takut. Tapi ada satu hal yang membuatnya makin bingung.
“Kalau begitu… kenapa wanitanya bisa jadi zombie? Dia nggak punya luka apa pun.”
Video itu hanya menunjukkan kondisi setelah transformasi; mereka tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya.
Namun Chen Lin cepat-cepat memotong rasa ingin tahu sepupunya itu.
“Itu nggak penting sekarang. Yang penting, kita harus habiskan uangmu buat beli persediaan. Cepat!!"
Sebentar lagi uang nggak ada nilainya. Setelah kiamat, mata uangnya diganti inti kristal.
Wen Tao terpaku, sementara Chen Lin memikirkan komik yang pernah ia baca. Namun anehnya, ingatannya mulai kabur. Detail-detail yang dulu jelas kini memudar. Apakah ini karena ia sudah sepenuhnya menyatu dengan dunia novel ini?
Ia awalnya hanya ingin mengingat keadaan bibi, suami bibi, dan para sepupunya dalam cerita itu. Tapi sekarang… mungkin lebih baik membiarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.
Mereka bergegas ke pusat perbelanjaan terbesar. Rupanya banyak orang sudah merasakan tanda-tanda krisis, karena tempat itu penuh sesak oleh orang-orang yang menyerbu beras, mi instan, dan makanan praktis lainnya.
Tidak ingin membuang waktu, mereka bertiga berpencar. Chen Wei, tentu saja, mengikuti Chen Lin.
Mereka membeli barang sebanyak mungkin di toko kelontong, bahkan menyewa buruh untuk memindahkan barang-barang itu ke sebelah bus tua. Setelah itu mereka berpindah ke toko grosir kemudian ke pasar sayur yang ada disebelahnya kembali berbelanja seperti orang kalap.
Setelah seharian menguras tenaga, akhirnya uang yang dikirim Bibi Yan habis tak bersisa.
Chen Lin dan Chen Wei jatuh tergolek di dalam sofa yang ada dibus, dengan napas terengah-engah.
Gila… ia tidak menyangka ternyata menghabiskan uang selelah ini!
Ia tidak mau mengulangnya lagi
Dan ia tidak ingin bergerak lagi.
Ia hanya ingin tidur. Sisanya ia serahkan pada Wen Tao.
Sementara itu, Wen Tao juga sangat lelah, namun matanya terus melirik tumpukan barang yang menumpuk setinggi bukit di sebelah bus. Banyak orang melirik ke arah mereka. Ia harus segera memindahkan semuanya, namun ia ragu apakah barang sebanyak itu bisa masuk ke bus. Ia ingin bertanya pada Chen Lin, tetapi Chen Wei mengisyaratkan agar ia diam—kakaknya sangat lelah.
Chen Wei menuruni sofa dengan langkah kecil dan menunjuk sebuah pintu mungil di sudut bus.
Wen Tao baru menyadari keberadaan pintu itu. Ia tidak pernah memperhatikannya sebelumnya.
“Simpan semua di dalam sana,” ucap Chen Wei sebelum kembali merangkak menuju kakaknya dan tidur sambil memeluknya.
Penasaran, Wen Tao membuka pintu itu.
Dan seketika ia membeku.
Di balik pintu kecil itu terdapat ruangan besar—lebih besar dari ukuran bus aslinya. Ruangan yang seperti tidak memiliki ujung, seperti ruang ajaib yang hanya ada dalam novel.
Wen Tao menutup mulutnya dengan cepat, menahan seruan kagetnya.
Bus tua ini ternyata jauh lebih luar biasa dari yang terlihat.
Ia melirik kearah Chen yang tidur, darimana dia mendapatkan bus ajaib ini? Tapi dia tidak berpikir terlalu banyak.
Lelahnya hilang. Dengan semangat baru, ia memindahkan semua barang hingga rapi, seolah-olah memiliki energi tak terbatas.
Chen Lin terbangun saat menyadari hari sudah lewat tengah malam. Perutnya kosong. Ia membuka pintu ruang penyimpanan tadi dan tertegun—semua sudah tertata rapi sesuai jenisnya.
Ia memandang Wen Tao yang tidur dengan posisi berantakan. Meski konyol, ternyata sepupunya itu sangat berguna. Tidak sia-sia ia membawanya.
Chen Lin mengambil tiga bungkus mi instan dan beberapa telur dan satu bungkus daun selada lalu memasaknya. Aroma mi yang sedap membuat Wen Tao terbangun. Tubuhnya pegal karena bekerja terlalu lama. Ia bahkan tidak tahu kapan ia tertidur.
Begitu melihat mi di meja, ia langsung duduk dan ikut makan bersama sepupunya. Mereka makan dengan lahap, seolah mi itu adalah makanan terenak di dunia.
Setelah makan, mereka kembali ke hotel, hanya menambah biaya untuk satu orang lagi.
Bukan karena tidak ingin tidur di bus, tetapi bus itu belum memiliki toilet. Dan Chen Lin tidak bisa hidup tanpa mandi.
Setelah mandi, ia kembali tidur dan segera memeluk Chen Wei yang sudah lebih dulu terlelap.
...****************...
Jangan lupa like dan komen🤗
makasih udah up untuk hari ini👍👍👍 cerita nya bagus seru sekali cerita nya👍👍