Darren Myles Aksantara dan Tinasha Putri Viena sama-sama kabur dari hidup yang menyesakkan. Mereka tidak mencari siapa pun, apalagi cinta. Tapi pada malam itu, Viena salah masuk mobil dan tanpa sengaja masuk ke lingkaran gelap keluarga Darren. Sejak saat itu, hidupnya ikut terseret. Keluarga Aksantara mulai memburu Viena untuk menutupi urusan masa lalu yang bahkan tidak ia pahami.
Darren yang sudah muak dengan aturan keluarganya menolak membiarkan Viena jadi korban berikutnya. Ia memilih melawan darah dagingnya sendiri. Sampai dua pelarian itu akhirnya bertahan di bawah atap yang sama, dan di sana, rasa takut berubah menjadi sesuatu yang ingin mereka jaga selamanya.
Darren, pemuda keras kepala yang menolak hidup dari uang keluarga mafianya.
Viena, gadis cantik yang sengaja tampil culun untuk menyembunyikan trauma masa lalu.
Genre : Romansa Gelap
Written by : Dana Brekker
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dana Brekker, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 35
Seperti biasa, di era sekarang, musik EDM memanglah menjadi salah satu yang paling digandrungi kaula muda. Seperti halnya di kafe ini, dentuman musik itu seakan menghidupkan seisi kafe sekaligus mengingatkan bilamana kehidupan malam itu tidak segelap yang banyak orang lihat. Justru karena itulah, waktu malam memiliki keindahan tersendiri. Apakah setiap malam akan sama indahnya? Tanyakan pada pemuda yang bersetelan serba hitam itu, pasti dia akan menjawab “tidak” walau hanya dengan sorot matanya.
Memang capek sih, berbicara dengan orang yang sejak dulu bersekongkol, bahkan menyatu dengan bagian musuh-musuhnya. Meski keluarga sendiri, Darren menganggap Nadea tidak lebih dari seorang wanita asing.
“Bukankah saat ritual dijalankan nanti, kamu bisa menghajarku sampai puas? Aku dengar bahkan kamu bisa memilih caranya sendiri. Aku belum menemukan keuntungan yang akan kamu dapatkan selain menggali kuburanmu sendiri.”
Saking kuatnya ucapan Darren barusan, Nadea sampai membeku. Bersandar kaku di meja biliar sampai-sampai dirinya meledak tertawa dan harus berpegangan meja agar tidak jatuh. Berusaha menjaga dirinya untuk tetap profesional, tapi menutupi mulutnya dengan tangan juga bukanlah sebuah solusi. Darren datar saja melihat itu, toh dia juga tidak sedang melucu.
“Ya Tuhan… Darren… Darren.” Nadea mengusap ujung matanya, masih terpingkal kecil kala sebagian orang di sana menoleh ke arahnya. “Kamu pikir aku menunggu ritual keluarga untuk balas dendam? Seolah-olah aku pernah bisa benar-benar membencimu?”
Wanita itu mengangkat tangan, melambai ke bartender. “Bang, satu Amaretto sour!”
Setelah bartender mengangguk, ia kembali menatap Darren. Tatapannya lembut, lebih jujur, meski tetap dengan gaya angkuh yang khas.
“Aku nggak pernah bisa membencimu,” beber wanita itu. “Kamu keras kepala, menyebalkan, rebel, sok jago. Kadang aku kepikiran gimana caranya kamu dan suamiku akur, kelihatannya mustahil banget. Tapi untuk membenci kamu? Nggak pernah atau lebih tepatnya belum.”
Darren mengerutkan alis, menegapkan posisi duduknya. “Kalau begitu apa maumu?”
“Sekutu.” Jawaban Nadea keluar tanpa keraguan sedikitpun. “Dari dulu aku ingin kamu jadi sekutuku. Kamu cerdas, kamu berani, dan kamu bukan bagian dari permainan politik kotor mereka. Itu membuatmu berbahaya dan aku butuh orang seperti itu.”
Lumayan menyentuh bagi Darren Myles Aksantara. Wajahnya yang semula datar, kini senyuman sinis merekah bak matahari terbit. Beruntung wanita seperti Nadea bisa melihat senyuman semacam itu. Senyuman yang muncul kala pemuda yang dulu bertangan kotor itu telah menemukan sebuah peluang.
“Kamu cuma peliharaan Saviero di rumah itu, remember?”
Anehnya ucapan itu sama sekali tak menyakiti perasaan Nadea, wanita itu justru membalas senyuman sinis adik iparnya. “Jahat banget kamu bilang begitu,” gumam wanita itu. “Tapi ada benernya.” Ia mengangkat bahu. “Aku tidak bisa membatalkan apa pun. Namaku besar sebagai model, pengaruhku lumayan sebagai istri pewaris tahta tertinggi Aksantara, tapi untuk Rituale del Sangue? Aku bukan siapa-siapa.”
Ujaran terakhir Nadea tentang Rituale del Sangue membuat rahangnya mengeras. Darren berdiri, menyusun kembali bola-bola biliar ke dalam triangle rack. Lalu menembakkan satu pukulan yang memporak-porandakan bola-bola itu dengan begitu cepat. Dua bola ganjil masuk, hanya satu yang bernomor genap. Belum mujur nasibnya kali ini. Adapun Nadea terus memperhatikan pemuda itu tanpa senyuman.
Sampai Darren berhenti. “Jangan bawa-bawa paman ke masalah ini.”