NovelToon NovelToon
Basmara

Basmara

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa
Popularitas:124
Nilai: 5
Nama Author: keisar

Basmara, dalam bahasa sansekerta yang berarti cinta dan tertarik. Seperti Irma Nurairini di mata Gervasius Andara Germanota, sebagai siswa anak kelas 11 yang terkenal Playboy menjadi sebuah keajaiban dimana ia bisa tertarik dan penuh kecintaan.

Namun apalah daya, untuk pertama kalinya Andra kalah dalam mendapatkan hati seseorang, Irma sudah ada kekasih, Andrew, seorang ketua OSIS yang terkenal sempurna, pintar, kaya, dan berbakat dalam non akademi.

Saat terpuruk, Andra mendapat fakta, bahwa Irma menjalani hubungan itu tanpa kemauannya sendiri. Andra bangkit dan memerjuangkan Irma agar sang kakak kelas dapat bahagia kembali.

Apakah Andra berhasil memerjuangkan Irma atau malah perjuangan ini sia-sia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 10: Keroyok

Dongkol, hanya itulah yang Andra baca dari wajah Irma setelah saling tatap beberapa menit. "Kak Irma kenapa?" keheningan terpecah akibat pertanyaan yang dilontarkan Andra.

Kini mereka berada dikelas Irma, bel pulang sekolah sudah berbunyi setengah jam lalu membuat suasana disekitar sunyi dan tenang.

"Gak apa-apa," jawab Irma secara ketus, ia berlalu meninggalkan Andra yang masih menatapnya penuh tanda tanya.

"Yaelah kak, aku ini berpengalaman sama cewek, kalo cewek bilang gak apa-apa, itu berarti ada apa-apa," Andra berjalan mengejar Irma yang sudah keluar dari kelas.

Irma berdecak, tatapannya tampak jengah. "Kenapa kamu bolos? Sama Janeth."

Andra mengangguk paham. "Oh karena itu, kakak marah. Ya maaf, awalnya kita makan sandwich yang dibikin kak Janeth, tapi karena nggak kenyang ditambah kantin yang rame, jadinya kita bolos keluar, tapi tenang, istirahat kedua kita balik lagi kok."

Irma memutar bola matanya malas, tanpa membuka mulut, ia langsung berjalan keluar kelas. Andra menatap Irma bingung sembari menggaruk kepala belakangnya, entah mengapa sejak mencintai Irma, nalarnya dalam memahami wanita jadi berkurang.

"Gini banget cobaan," gumamnya sembari keluar dari kelas.

Tak terlihat keberadaan Irma di koridor, mungkin kakak kelasnya itu berlari untuk menjauh darinya, Andra berjalan turun ke lantai satu, sembari memikirkan cara yang tepat untuk membujuk Irma.

Sesampainya di bawah, tepatnya di parkiran, terlihat sahabat-sahabat Andra sudah menunggu di mobil milik Andra. "Jadi gimana? Udah kau temui si Irma dan tau penyebab dia jadi pendiem?" tanya Debrong.

Andra menggeleng pelan. "Udah, dia marah gara-gara gua bolos bareng Janeth."

"Nggak mungkin dia marah gara-gara hal sepele kayak gitu," sorot mata Mora yang dingin melirik ke Farel. "Apa yang lu omongin ke Irma sebelum bel masuk?"

Farel meresponnya dengan ekspresi kaget. "Lu tau darimana? Peramal lu?"

Mora terkekeh pelan. "Gua sahabatan sama lu dari kita umur 5 tahun, gua tau sifat lu."

"Setelah kaget dengan Irma yang mau dianter ke sekolah bareng Andra, sedangkan setahun kebelakang dia selalu nggak peduli sama Andra, lu nanya ke dia kan, kenapa Irma mau?" tebak Mora.

Farel menghela napas. "Bener, dan baguslah kalo dia ngejauh dari Andra," ia mengeratkan tentengan tasnya dan berjalan pergi.

Tapi, langkah Farel terhenti dan menatap Andra. "Oh iya, lebih baik lu hati-hati sama Andrew, gua nggak mau sahabat gua berurusan sama anjing kayak dia."

Andra dan yang lain menatap punggung Farel yang perlahan hilang dari pandangan mereka, Andra berdecak, entah kenapa banyak hal rumit yang terjadi.

"Lu pada mending ngomongin baik-baik ke Farel, pala gua puyeng gara-gara kak Irma," Andra membuka pintu mobilnya dan masuk. "Gua balik duluan ya, mau bujuk kak Irma, assalamualaikum."

"Walaikumsalam," balas mereka serempak.

Andra menjalankan mobilnya, meninggalkan sahabat-sahabatnya yang menatap kepergiannya dengan kebingungan. "Ini perasaan gua, atau emang si Andra tiba-tiba islami banget?" celetuk Indra.

"Iya," ucap Debrong setuju. "Apa dia mau mualaf ya?"

"Iya kali, kan dia udah ngabisin setengah umurnya jadi umat kristen seperempat taat, dan sisanya pengen jadi muslimin," ucap Indra.

"Kan lu bilang Andra ngabisin setengah umurnya, sekarang umurnya 17 tahun, berarti nambah 17 jadi 34 tahun," ujar Mora. "Lu doain sahabat lu mati muda?"

Indra menggeleng dengan wajah remeh. "Nggak bakal dia mati muda, dosanya banyak, orang banyak dosa biasanya matinya lama."

.........

Kini mobil Andra telah berada diluar sekolah. "Aduh kok kuping gua gatel banget ya?" Andra mengorek telinganya yang entah kenapa sangat gatal. "Jangan-jangan, ada yang ngomongin gua."

Tanpa disadari, seseorang duduk diatas motor Kawasaki Ninja warna oranye gelapnya, sorot matanya yang dingin menatap mobil Andra. "Mobil Andra..."

Kedua bola mata itu terlihat berubah, menjadi khawatir. "Feeling gua gak enak, lebih gua ikutin aja deh."

Orang itu menjalankan motornya mengikut Andra, walaupun jarak diantarnya cukup jauh, agar yang dibuntuti tidak menyadari.

Selama perjalanan menuju rumah Irma, Andra memikirkan bagaimana cara meminta maaf. "Gimana minta maafnya ya? Mana kak Irma disiplin banget lagi, pasti dia nggak suka gua bolos, apapun alasannya."

Andra sepenuhnya salah dalam menduga, Irma bukan marah akibat kegiatan bolos nya, tapi Andra bersama dengan siapa nya.

"Woi!" terdengar suara teriakan sama dari luar, ketika menoleh, Andra melihat beberapa pengendara bermotor mengerubungi mobilnya sembari mengetuk kaca.

"Anjing!" Andra menaikkan kecepatan, membuat para pengendara mengejarnya.

Andra melotot ketika melihat para pengendara sudah memegang senjata tumpul, sepertinya sudah siap untuk menghancurkan mobil Andra. Tanpa pikir panjang Andra langsung mengerem, membuatnya berada dibelakang para pengendara.

"Gawat, bahaya nih kalo gua maksa kabur, bukannya cuma gua yang ancur, mobil juga," Andra menepikan mobilnya dan melepas sabuk pengaman. "Lebih baik gua keluar aja dah."

"Selamat siang menjelang sore abang-abang ganteng," Andra tersenyum sarkas. "Mohon maaf nih bang, perasaan gua nggak melakukan sesuatu yang mengganggu deh."

Para pengendara turun dari motornya, salah satunya menyeringai. "Emang sih, lu nggak ganggu kita, tapi ada satu orang yang lu ganggu, dan bikin dia marah!"

Salah satu pengendara itu melayangkan serangannya ke Andra, dan untungnya Andra berhasil menghindar. Dengan reflek yang cepat, Andra menangkap tubuh pengendara itu dan membantingnya ke aspal.

Tak sampai disitu, Andra mencengkeram kepala yang balut helm itu dan menghantamnya ke aspal. Membuat pengendara itu pingsan, tak menyia-nyiakan kesempatan, Andra mengambil pipa besi yang dipegang pengendara.

"Maaf ya bang, gua pinjem senjatanya," Andra menatap pengendara lain, wajah mereka tak terlihat, tapi yang jelas mereka tampak senang.

Tanpa memberi aba-aba mereka menyerang Andra bersamaan, untungnya Andra berhasil menghindarinya. Belum sempat bernapas lega, salah satu pengendara lanjut menyerang.

Tang!

"Weh! Apa-apaan nih, masa gua pipa besi, lu basball bet? Author gak adil!" kesal Andra ketika melihat senjatanya penyok akibat menahan serangan pengendara itu.

Bagh!

Belum sempat Andra bertindak lebih jauh, pengendara lain menyerang kakinya. "Jangan lengah goblok!"

Andra terjatuh ke aspal, para pengendara itu tidak memberi napas, mereka langsung mengerubungi dan memukulinya. Andra hanya bisa pasrah, ia berusaha melindungi kepalanya.

"Woi!" teriak seseorang terdengar tak asing, seorang perempuan menarik salah satu pengendara, ia menghantam helm di tangannya ke kemaluan pengendara itu.

"Agh!" teriak pengendara itu kesakitan, ia mengayunkan tongkat baseball nya.

Tapi, beberapa pria datang, dan salah satunya menangkap tongkat baseball. "Lu laki-laki?" Pria itu memukul pengendara hingga jatuh.

"Indra? Dan... kak Janeth?" lirih Andra sebelum akhirnya tak sadarkan diri.

..........

Pusing, itulah hal pertama yang Andra rasakan ketika membuka matanya, ia terbangun diruang tamu rumahnya. "Bangun juga lu," suara berat namun terdengar penuh kasih sayang menyambut.

Andra menoleh ke sumber suara, terlihat Alvaro, pria berkemeja putih yang sedikit ketat dan memperlihatkan ototnya itu sedang memotong mangga, buah kesukaan Andra.

Mata tajam dibalut dengan kacamata persegi panjang itu menatap Andra penuh selidik. "Kok bisa dia kayak gitu?" tanyanya, bukan pada Andra, tapi pada sahabat-sahabat Andra bersama Janeth yang duduk lesehan di lantai.

Andra kaget melihat itu, wajah mereka tampak merasa bersalah. "Ini salah saya om," celetuk Janeth memecah keheningan yang sempat terjadi.

"Harusnya dari awal saya bilang ke Andra kalo dia dibuntutin dan bareng aja sama yang lain," mata ngantuk Janeth hanya bisa menatap lantai putih yang terasa begitu dingin.

"Nggak om! Ini salah saya," ucap Indra tiba-tiba, membuat seisi ruangan menatapnya. "Harusnya saya suruh yang lain buat nemenin Andra, karena emang sebelumnya Farel dan Andra sempet berselisih, biar dibujuk lah."

Alvaro menghela napasnya. "Saya tidak bertanya siapa yang salah, tapi saya tanya, kenapa Andra bisa kayak gini?"

"Andrew," Bagas yang dari tadi diam kini membuka matanya, wajahnya nampak tenang.

"Siapa dia?" tanya Alvaro.

"Orang yang tergila-gila sama Irma," jawab Bagas. "Dia nggak suka sama orang yang deket-deket Irma."

"Lu tau darimana?" tanya Mora.

"Lu tau Anton? Anak basket yang pernah traktir Irma gara-gara mau bawain tasnya ke gedung olahraga," ucap Bagas. "dia dipukulin abis-abisan sama Andrew, dan diancem tutup mulut dan gak boleh deket-deket Irma."

"Tapi kok tadi kita nggak ketemu Andrew?" bingung Janeth.

Bagas memutar bola matanya malas. "Andrew nggak tolol, dia pasti nggak mau bertindak secara langsung dan lebih milih nyuruh orang."

"Yaudah, kita tinggal maksa yang ngeroyok Andra buat ngaku disuruh Andrew," usul Farel.

"Kalo mereka nggak mau ngaku? Anggep mereka nggak disuruh karena uang, tapi karena anggota keluarganya jadi sandera, apa mungkin mereka buka mulut?" ucap Mora menerangkan kemungkinan-kemungkinan yang ada.

"Bener juga," Farel nampak berpikir sejenak. "Andrew... si anjing udah bertindak."

Alvaro menggelengkan kepalanya. "Sudah, biar saya yang urus, sekarang, tolong jagain Andra."

"Saya mau keluar sebentar, ada yang mau lanjut ngupasin?" tanya Alvaro.

Tak ada yang menjawab, mereka mengalihkan pandangannya ke Farel. "Saya om," Farel mengambil piring berisi mangga yang berada diatas meja.

"Nih," Alvaro memberikan alat pengupas. "Jagain Andra ya, assalamualaikum."

"Walaikumsalam," balas mereka berbarengan.

Farel, Indra, dan Janeth bernapas lega setelah memastikan Alvaro keluar. Andra terkekeh melihat itu. "Kenapa? Tegang banget kalian tadi, emang mas Varo seseram itu ya?"

"Iyalah! Om Varo itu auranya serem banget," balas Indra. "Apalagi otot-ototnya, bisa mati gua kalo di cekek sama dia."

Farel terdiam, entah mengapa ia tidak tahu harus berbicara apa. "Oi!" teriak Andra tepat didepan wajah Farel.

"Bangsat!" kaget Farel yang mendapat kekehan dari yang lainnya. "Kenapa lu tiba-tiba teriak sih Dra? Bikin kaget gua aja."

Andra mengusap air matanya. "Lagian, lu bengong mulu kayak orang tolol, ati-ati, ntar kesurupan baru tau rasa lu."

Farel menggaruk belakang kepalanya, wajahnya berubah menjadi merasa tak enak. "Maaf ya Dra, harusnya gua kasih tau apa yang gua tau, bukannya malah pergi."

Andra menarik pundak Farel dan merangkulnya. "Yaelah, pake minta maaf, kita ini sahabatan dari orok, masa hal sepele kayak gini harus minta maaf," ucap Andra sembari tersenyum.

Mata Farel membulat, ia tak menyangka sahabatnya akan merespon seperti itu, tak lama sebuah senyuman mengembang di wajahnya, ia membalas rangkulan Andra. "Bener juga lu! Ngapain gua minta maaf sama anak anjing kayak lu? Toh lu nggak bakal sakit hati."

Andra menatap Farel kesal, lalu ia menoyor kepala Farel. "Yeu, bangsat!"

Yang lain beranjak dari tempatnya dan mendekat ke Andra dan Farel. "Nah gitu dong! Jangan kayak tadi!" celetuk Indra.

Janeth tersenyum melihat itu. "Gimana A, masih sakit nggak?"

Andra mengalihkan pandangannya ke Janeth. "Udah berkurang sih neng."

Janeth merebut alat pengupas dari tangan Farel dan mengambil buah mangga di piring. "Nih," ia memberikan mangga yang sudah terkupas bersih.

Andra menerima mangga itu dan langsung memakannya. "Buset! Enak banget," mata Andra membulat, rasa yang terasa tidak terlalu manis dan lembut di mulut inilah yang ia suka.

"Untung yang ngupas eneng, bukan Farel," ucap Andra yang disambut tatapan bingung dari Farel. "Tangan eneng itu suci Rel, sedangkan lu? Tangan pendosa."

Semua orang diruangan itu pun tertawa terbahak-bahak, kecuali Bagas, ia hanya tersenyum dan menatap teduh. "Udah lama nggak kayak gini," ucapnya dalam hati, entah mengapa hatinya menghangat melihat ini.

"Semoga hal kayak gini terus bertahan..." Bagas menggantungkan lirihannya. "Semoga."

To Be Continue

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!