Sari, seorang gadis desa yang hidupnya tak pernah lepas dari penderitaan. Semenjak ibunya meninggal dia diasuh oleh kakeknya dengan kondisi yang serba pas-pasan dan tak luput dari penghinaan. Tanpa kesengajaan dia bertemu dengan seorang pria dalam kondisinya terluka parah. Tak berpikir panjang, dia pun membawa pulang dan merawatnya hingga sembuh.
Akankah Sari bahagia setelah melewati hari-harinya bersama pria itu? Atau sebaliknya, dia dibuat kecewa setelah tumbuh rasa cinta?
Yuk simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon. Dengan penulis:Ika Dw
Karya original eksklusif.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1. Kamu Siapa?
"Itu manusia bukan?"
Sari dibuat terkejut ketika netranya tertuju pada sesosok tergeletak di bebatuan sungai yang biasanya ia gunakan untuk mencuci pakaian. Dengan perasaan was-was sekaligus takut ia mencoba mendekat untuk memastikan apa benar yang dilihatnya itu sesosok manusia atau makhluk astral penunggu sungai. Maklum saja, dia hanya datang seorang diri tanpa ada yang menemani. Setelah jaraknya cukup dekat ia bisa memastikan bahwa sosok yang dilihatnya itu benar-benar manusia.
"Ya ampun..., ini beneran manusia? Tapi kenapa ada di sini?"
Tentunya Sari gemetaran hebat mendapati seorang pria dengan lukanya yang cukup parah dengan mata terpejam. Dia melihat ke sekelilingnya tak mendapati seorang pun yang beraktivitas. Biasanya sungai itu tak pernah sepi orang beraktivitas, tapi entah kenapa hari itu nampak begitu sepi.
"Tu-tuan, apakah anda mendengar saya?"
Sari mengguncang tubuhnya perlahan mencoba untuk membangunkan pria itu. Banyak sekali luka di tubuhnya terutama di bagian tangan. Ia berpikir mungkin pria itu terseret arus sungai yang deras dan terdampar di situ.
Pria itu membuka matanya sayup sayup. Dengan suaranya terbata dia mengucap sesuatu. "To-tolong! Tolong aku!"
Sari bernafas lega. Ternyata pria itu masih bisa merespons. Tak berpikir panjang ia pun berniat untuk membantunya dari tempat itu.
"Ba-baik Tuan. Mari saya bantu."
Dengan sekuat tenaganya Sari membantunya berdiri dan berjalan menepi. Dia menyusuri pinggiran sungai dengan memapah pria itu hingga sampai kediamannya. Di jalan dekat rumahnya dia berpapasan dengan seorang wanita paruh baya, tapi sayangnya wanita itu tak ada inisiatif untuk membantunya.
"Heh Sari! Apa yang kau lakukan? Siapa pria itu?"
"Em..., ini budhe, aku menemukannya di sungai. Kasihan dia terluka,
aku hanya ingin membantunya," balas Sari.
Wanita itu hanya geleng-geleng kepala dengan mencebik. Dia langsung bergegas pergi meninggalkannya begitu saja.
"Kakek! Tolong bantu Sari kek!"
Sari memanggil kakeknya yang berada di dalam rumah. Dia agak keberatan memapah pria berbadan kekar dan berotot itu dengan perjalanan yang lumayan jauh dari rumahnya.
Seorang pria tua terkejut saat membuka pintu dan mendapati cucu perempuannya datang membawa seorang pria. Cucunya yang penurut dan tak banyak bicara itu kini berani membawa orang asing pulang ke rumahnya.
"Sari! Siapa pria itu? Kenapa kau membawanya ke sini?"
"Kek, ceritanya panjang. Tolong bantu Sari membawanya masuk, dia terluka parah kek."
Sang kakek juga panik, akhirnya dia membantu dan membawanya masuk ke dalam rumah dan meletakkannya di kursi kayu panjang yang sudah usang.
"Sari, siapa dia ini? Kenapa kau membawanya pulang? Apa kau mengenalinya?"
Gadis itu menggeleng. Tubuhnya saja masih gemetaran memapahnya dari jarak yang lumayan jauh. "Sari nggak tahu kek, dia tadi bersandar di bebatuan sungai dan meminta tolong. Sari bingung, posisi Sari sendirian, mau ninggalin juga nggak tega. Sepertinya dia terluka parah kek."
Pria tua yang akrab disapa Rahmat itu menghela nafas. Ia cukup paham dengan apa yang dipikirkan oleh cucunya. Niat cucunya baik ingin membantu orang yang membutuhkan, tapi ia yakin akan ada banyak masalah yang berdatangan, terutama dari orang-orang julit yang membenci keluarganya.
"Maafin Sari kek, Sari sudah lancang membawanya pulang. Sari nggak tahu harus ngapain. Jika Sari meninggalkannya apa itu bukan tindakan yang jahat?"
"Ya sudah, nggak papa kita bantu. Sepertinya dia ini bukan orang kampung sini. Sekarang kamu ambilkan handuk dan bersihkan badannya. Dia terlihat begitu kotor, sepertinya dia terseret arus hingga terdampar di sini."
Sari mengamati pria itu. Tampan, Sari mengagumi wajahnya yang tampan dengan kulit kuning langsat. Dengan cepat ia menepis rasa kagumnya. Niatnya hanya ingin menolong, bukan berarti harus bermain dengan perasaan.
"Maksud kakek dia bukan orang sini? Apa mungkin dia orang jauh yang terseret arus sungai hingga terdampar di sini?"
Rahmat manggut-manggut. "Kurasa begitu, nanti kalau dia sudah sadar kita bisa tanya langsung. Di dalam lemari ada beberapa pakaian milik abangmu, berikan padanya."
Sari masih terbengong tak kunjung beranjak untuk membersihkan tubuh pria itu. Ia hanya tak percaya bisa membantu pria itu sampai rumah. Tubuhnya saja mungil tapi bisa memapahnya sampai rumahnya, itu suatu keajaiban baginya.
"Sari! Apa yang kau pikirkan? Ayo cepat ambil air dan bersihkan badannya. Kok malah bengong!" Rahmat mendengus karena ocehannya tak membuat cucunya segera beranjak.
Sari gelagapan menjawab. "Ka—kakek, kenapa harus aku yang membersihkannya? Tidak kek, Sari nggak mau!"
Sari menolak untuk membantu membersihkan tubuh pria itu. Ia cukup tahu diri, sangatlah tak pantas membuka pakaian pria yang tidak dikenal, apalagi bukan muhrimnya.
"Kalau bukan kamu siapa yang akan membantunya? Kamu yang sudah membawanya kemari, berarti kamulah yang harus bertanggung jawab untuk merawatnya. Haruskah kakek yang menggantikan pakaiannya!"
Sari berdecak. "Ck! Tapi kakek! Aku itu bukan siapa-siapanya dia. Kalau sampai dia salah paham bagaimana? Disangkanya Sari mencari kesempatan dalam kesempitan. Sari takut kek!"
"Kakek paham dengan pemikiranmu, tapi niat kita kan baik ingin membantunya. Kalau sampai dia bangun dan nuduh macam-macam, seketika itu juga kakek bakalan mengusirnya! Sudah untung kita bantu! Kalau tidak bakalan jadi bangkai di sungai sana! Sudah, jangan banyak alasan, cepat bersihkan badannya dan ganti dengan pakaian bersih, kasihan dia kedinginan, nanti bisa masuk angin."
Mau tak mau Sari pun terpaksa menuruti perintah kakeknya. Dengan segelintir keberaniannya ia mulai melepaskan pakaian pria itu dan membersihkannya.
"Akhirnya selesai juga." Sari bernafas lega setelah berhasil mengganti pakaian dan membersihkan tubuh pria itu. Diam-diam ia masih mengamati wajahnya yang terlihat begitu tampan rupawan. Dari penampilannya sepertinya pria itu bukanlah salah satu dari warganya, bahkan bisa dibilang datang dari kalangan berada.
Eugh....
Pria itu melenguh setelah cukup lama tertidur pulas di kursi. Perlahan dia membuka matanya. Dia terkejut mendapati tempat yang begitu asing. Dia nampak kebingungan melihat sekelilingnya yang dilapisi oleh bilik bambu.
"Ini di mana? Ini rumah siapa? Kok aku ada di sini? Siapa yang membawaku ke sini?"
Perlahan dia mencoba untuk bangun, namun badannya lemas tak bertenaga. Ia merasa tubuhnya remuk seperti tertimpuk bebatuan besar, sangat sakit dan juga nyeri, seakan-akan tulangnya terlepas semua.
"Aku terluka. Memangnya apa yang sudah terjadi padaku?"
Pria itu bersandar di kursi mengamati banyak luka yang ada di tangannya.
Sari datang dari arah dapur dengan membawa semangkuk bubur yang disiapkan untuknya. Dia terkejut saat mendapati pria itu sudah duduk dengan bersandarkan kursi.
"Akhirnya anda sadar juga Tuan! Bagaimana dengan kondisi anda? Apakah sudah lebih baik?" tanya Sari dengan meletakkan semangkuk bubur di atas meja.
Pria itu menatapnya tanpa berkedip. Dia tak mengenal wanita yang kini ada di depan matanya, bahkan dia tak mengingat siapa yang membawanya ke rumah itu.
"Ka—kamu siapa?"