[Kinara, kamu sudah tahu rumor Aldo dengan Asisten barunya? Apa kamu diam saja tak berbuat apa-apa?]
Pesan Sofie, seniornya di Light Tech Kuala membuat Kinara melamun. Ia tak tahu apa-apa soal Asisten baru karena Aldo tak pernah mengungkit soal perusahaan saat pulang bekerja.
Kinara tak menyangka di usia pernikahan yang hendak menginjak 6 tahun, harus mendapat rumor seperti ini. Padahal ia sudah merasakan kehidupan umah tangganya berjalan stabil selama di Kuala.
Akhirnya ia mulai merasakan kehampaan hubungan sejak Aldo di angkat sebagai kepala cabang di PT Glow Star Tech Jayra.
Aldo yang selalu sibuk dengan pekerjaan membuat Kinara merasa sendiri dalam kehidupan rumah tangga itu. Namun, demi anak kembarnya Armand dan Arnold Kinara berusaha bertahan.
Akan kah Aldo dan Kinara mampu mempertahankan pernikahan mereka ditengah kesibukan Aldo dan krisis kehilangan jati diri yang di alami Kinara?
Temukan kelanjutan cerita mereka di Sesi 2 dari "Terjerat cinta teman serumah" disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahaya Tulip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Informasi Rahasia
Hilda sontak memegang dada kirinya yang mendadak nyeri. "Aduh," ujarnya meringis.
"Ma..Mama kenapa?" tanya Kinara panik.
Ia mengelus punggung Hilda lembut. "Tarik nafas Ma..Mama harus tenang," suruh Kinara.
Hilda menarik nafas panjang perlahan. "Tolong obat," minta Hilda.
Kinara turun perlahan menghampiri tas Hilda di tas meja. Untung saja dia tak terlalu pusing lagi jadi bisa berjalan perlahan.
"Ini ma obatnya," Kinara membuka botol obat jantung Hilda dan menyodorkan nya segelas air putih.
"Maaf Ma, jadi bikin mama sakit. Mama tidak usah pikirkan lagi. Biar aku dan Kak Aldo yang selesaikan ya. Mama doakan saja semuanya lancar." Kinara membantu Hilda berpindah duduk ke sofa.
Kinara memperagakan tarikan nafas panjang dan diikuti Hilda. Perlahan, rasa sakit di dadanya membaik. Kinara melap keringat di wajah Hilda.
Ia mengambil sesuatu untuk mengipasi Hilda. Perhatian kecil seperti ini yang membuat Hilda sudah begitu sayang pada Kinara. Apalagi Kinara melahirkan cucu kembar untuknya.
"Mama sudah lebih baik," ujar Hilda sambil meminta Kinara berhenti mengipasinya.
"Kamu kembali ke brankar, istirahat juga sana," suruh Hilda. Tapi Kinara malah duduk disofa sebelah Hilda.
"Kinara sudah puas tidur Ma, Kinara temani mama disini dulu sampai benar-benar membaik ya," bujuknya.
Hilda bersandar pada sofa, "Apa ibumu tahu soal ini?" tanya Hilda tiba-tiba.
"Emm..ibu cuma tahu kami sedang ada masalah, tidak sedetail yang Kinara ceritakan ke Mama. Ibu juga tidak bisa terlibat jauh hanya bisa menasehati kami."
Hilda mengangguk, " Maaf ya Kinara, Mama tidak menyangka Aldo bisa bertindak sejauh itu," ujarnya sambil menggenggam tangan Kinara.
"Mama tenang saja, kak Aldo sudah mengakui kesalahannya dan mau bersikap tegas dengan perempuan itu. Jadi mama tak perlu khawatir lagi. Nanti biar kami yang selesaikan. Kinara berharap kehadiran bayi ini yang akan menyatukan kami lagi." Kinara meletakkan tangan Hilda di pipinya.
Hilda tersenyum, "Aldo beruntung menikahimu Kinara. Pilihannya sejak dulu tidak salah. Mama yang terlalu meremehkan mu. Maafkan Mama selama ini ya, Nak."
Hilda dan Kinara saling berpelukan. Hilda berharap pelukan hangatnya ini bisa memberikan kekuatan untuk Kinara supaya tetap bertahan.
***
Aldo merasa ada yang aneh dengan sikap Anindya sejak ia datang ke kantor tadi. Seperti sering melamun dan terlihat takut menatap Aldo.
Biasanya Anindya setiap pagi akan memberi tahu jadwalnya pada hari itu. Tapi pagi tadi setelah rapat dengan manajemen, Anindya tak kunjung ke ruangannya untuk membahas jadwal nya hari itu.
"Anindya," panggil Aldo.
"oh..iya..iya Pak," jawabnya tergagap.
"Jadwal saya kosong kan sampai sore?" tanya Aldo.
"Oh iya. Be..betul Pak. Sudah tidak ada lagi," jawabnya masih terbata-bata.
Aldo mengangguk, "Baiklah kalau begitu saya pulang awal ya, istri saya dirumah sakit dan ada orang tua saya datang jadi saya harus temani mereka."
"Apa??! Bu Kinara dirumah sakit? Kenapa Pak? Beliau sakit apa?" Anindya mendadak terlihat cemas dan merasa bersalah.
"Istri saya hamil. Kemarin sempat pendarahan jadi sekarang dirawat. Minta doanya saja tidak perlu dibesuk," ujar Aldo sambil berlalu meninggalkan Anindya yang masih terpaku.
"Ha..Hamil?? Pe.. Pendarahan? Apa ini karena aku?" tanya nya sendiri sambil tergagap lagi.
Perasaan bersalah seketika mengisi hati Anindya. Ia buru-buru mengambil handphone nya dan menghubungi Kinara.
***
"Iya, kamu tidak perlu menangis. Saya tidak apa-apa. Ini bukan salahmu, kamu sudah berbuat benar. Oke, doakan saja saya cepat membaik. Kamu tenang kan dirimu ya. Saya tutup telponnya." Kinara mematikan handphonenya.
"Dari siapa?" tanya Hilda penasaran mendengar suara tangis perempuan dari telpon Kinara tadi.
"Itu karyawan yang kasih informasinya ke saya Ma. Dia baru tahu kalau Kinara hamil dan merasa bersalah setelah tahu Kinara pendarahan." Kinara menghela nafas.
"Seandainya bisa, Kinara berharap tidak ada yang tahu. Supaya tidak melibatkan orangaon yang tak bersalah." Ia melamun menatap keluar jendela.
Handphone nya berdering lagi. " Ya Kak, " sapa Kinara.
"Kamu sudah bisa makan? Mau aku bawakan bubur?" tanya Aldo penuh perhatian.
"Tadi kebetulan menunya bubur Kak, jadi sudah aku habiskan. Bawakan untuk Mama saj," ujar Kinara.
"Oke, aku baru mau jemput anak-anak mungkin agak terlambat sedikit. Ya sudah aku tutup telponnya." Pembicaraan berakhir.
"Kinara, apa perlu mama bertemu dengan perempuan itu? Biar mama ancam langsung supaya tidak mengganggu kalian," tawar Hilda.
Kinara tersenyum, "Tidak perlu Ma. Nanti coba Kinara yang menemuinya. Kinara masih mencari bahan untuk bisa di pakai untuk mengancamnya. Mama tenang saja, pasti bisa Kinara selesaikan."
Hilda akhirnya mengangguk setuju, dia juga khawatir kalau bertemu perempuan itu belum tentu dia bisa menahan emosinya. Yang ada sakit jantung nya yang kumat lagi.
Sebuah notifikasi pesan masuk ke handphone Kinara. Ia membukanya karena itu pesan dari Bryan.
Bryan mengirim sebuah link berisi file tentang Sonya Sanjaya. Ada beberapa halaman di dalamnya. Kinara menekan tombol pada link itu.
Ia baca perlahan profil Sonya Sanjaya. Hatinya seketika rendah diri. Perasaan dulu setiap melihat perempuan yang di atur untuk kencan buta dengan Aldo saja sudah membuat Kinara minder.
Dari semua profil perempuan itu, Sonya Sanjaya di posisi teratas. Bahkan Maya yang banyak prestasi saja masih kalah jauh dengan Sonya.
Setelah membaca berhalaman-halaman, Kinara terkejut dengan tulisan di halaman terakhir.
Memiliki seorang putri berusia 2 tahun hasil hubungan diluar nikah dengan pacarnya di Jenera Jamie Barner seorang pengusaha besar di bidang kontaktor di Jenera.
Putri itu dirawat oleh sepupu Sonya yang juga tinggal di Jenera. Hubungan dengan Jamie terakhir baru beberapa hari lalu dikabarkan putus karena Jamie akan menikah dalam waktu dekat.
Hubungan yang tidak stabil dengan Jamie membuat Sonya mengalami depresi. Dan sempat melakukan terapi di Jenera pasca ia melahirkan putrinya.
Penyakit depresi yang di derita berada di tahap serius hingga ada peluang melakukan bunuh diri.
Proses terapi belum sepenuhnya selesai. Sonya dipaksa pulang ke dalam negeri dan diberi tugas menjadi kepala cabang anak perusahaan Kenny Sanjaya di Jayra untuk upaya pengalihan Sonya dari tekanan depresinya.
Proses pemulihan berhasil sejak 2 tahun yang lalu dengan usaha pengalihan tersebut.
Kinara tertegun membaca kiriman dari Bryan. "Apa Kak Aldo sudah tahu soal ini? Atau mungkin belum?" tanyanya bergumam sendiri.
"Tapi kalau aku ceritakan dia akan marah karena aku mencari informasi soal Sonya. Dia pasti kesal aku bersikap berlebihan lagi dan tidak percaya padanya. Tapi kalau tidak aku ceritakan bukannya ini juga berbahaya untuknya?" gumam Kinara lirih.
"Kinara, kamu kenapa bicara sendiri?" tanya Hilda membuyarkan lamunan Kinara.
"Oh tidak apa-apa Ma, " sahut Kinara salah tingkah sambil tersenyum.
Kinara masih bingung apa yang harus ia lakukan. 'Paling tidak aku punya informasi untuk mengancam Sonya supaya menjauh dari kak Aldo,' batin Kinara.
Kamu berhak bilang kalo ada yang bikin kamu ngerasa gak nyaman 🫠