Dikhianati dan difitnah oleh selir suaminya, Ratu Corvina Lysandre terlahir kembali dengan tekad akan merubah nasib buruknya.
Kali ini, ia tak akan lagi mengejar cinta sang kaisar, ia menagih dendam dan keadilan.
Dalam istana yang berlapis senyum dan racun, Corvina akan membuat semua orang berlutut… termasuk sang kaisar yang dulu membiarkannya mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Corvina melangkah menjauh dari pesta, melewati taman yang dipenuhi aroma bunga musim semi. Cahaya bulan menimpa permukaan kolam air mancur, berkilau lembut seperti serpihan kaca. Ia menarik napas dalam-dalam, akhirnya bisa bernapas tanpa semua mata tertuju padanya.
Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seseorang sudah duduk di bangku dekat kolam. Seorang pria tinggi dengan bahu lebar, duduk bersandar santai dengan mata terpejam. Corvina sempat berpikir untuk pergi, tapi sosok itu terlalu mencolok untuk diabaikan.
Theon Astrein.
Nama itu muncul di kepalanya. Kakak Cassian, Grand Duke sekaligus jenderal perang yang hampir tak pernah muncul di istana. Di kehidupannya yang lalu, Corvina hanya melihatnya sekali pada hari pernikahannya sendiri.
Ia berbalik perlahan, tak ingin mengganggu. Tapi sebelum sempat melangkah menjauh, suara dalam yang berat memanggilnya.
“Yang Mulia Ratu.”
Corvina berhenti. Theon sudah berdiri dan menunduk hormat.
“Saya Theon, memberi hormat.”
Corvina menatapnya dengan tenang. “Maaf kalau aku mengganggu waktu istirahatmu, Sir Theon.”
Theon mengangkat wajahnya, mata abu-abu itu memantulkan cahaya bulan. “Saya sudah cukup istirahat. Kalau Yang Mulia ingin duduk, silakan.”
Corvina menggeleng pelan. “Tidak perlu, aku hanya ingin menghirup udara segar.”
Langkahnya sempat terhenti, namun Theon menatapnya tanpa bergeming, pandangan tajam tapi tenang, seperti seseorang yang terbiasa membaca gerak tubuh lawan di medan perang.
“Udara segar lebih terasa jika tidak disertai beban pikiran,” katanya. Suaranya dalam dan tenang , seolah tahu Corvina datang dengan dada penuh sesak.
“Beban pikiran?” Corvina tersenyum samar. “Ratu sepertiku pasti banyak beban pikiran, Sir Theon. Tapi aku tidak boleh memperlihatkan pada publik, karena seorang ratu harus terlihat kuat apapun situasinya. Jika aku terlihat lemah pasti banyak yang akan menjatuhkanku.”
Theon tidak menanggapi dengan cepat. Ia hanya memandangi Corvina yang berdiri di bawah sinar bulan, lalu berkata, “Jika kamu jatuh, biarkan mereka terkejut saat kau berdiri lebih tinggi dari sebelumnya.”
Kata-katanya membuat Corvina terdiam. Ia menatap Theon, mencoba menilai apakah pria ini hanya berbasa-basi atau benar-benar memahami.
“Saya pikir seorang jenderal tidak seharusnya pandai berbicara,” ujarnya datar.
“Dan saya pikir seorang ratu tidak seharusnya terlihat sendirian,” jawab Theon ringan, membuat Corvina nyaris kehilangan kata.
Hening sejenak. Hanya suara gemericik air mancur dan desir angin malam yang menjadi latar.
Corvina akhirnya mendekat, duduk di ujung bangku yang sama. Ia menjaga jarak, tapi Theon menunduk sopan seolah memahami batasan yang tak perlu dijelaskan.
“Di medan perang, saya belajar dua hal,” katanya setelah beberapa saat. “Pertama, tidak ada kemenangan tanpa luka. Kedua, kadang musuh terbesar justru berada di belakang dinding istana.”
Corvina menoleh cepat, menatapnya penuh arti. “Apakah itu sindiran, Sir Theon?”
Theon tersenyum tipis. “Tidak, Yang Mulia. Itu peringatan.”
Corvina terdiam lama. Ada sesuatu dalam tatapan Theon, bukan tatapan pria yang tergoda kecantikan ratu, tapi seseorang yang tahu beban apa yang sedang dipikul oleh ratu.
“Kalau begitu, terima kasih atas peringatannya,” ucap Corvina akhirnya, suaranya lembut tapi tegas. “Aku harap Jenderal juga hati-hati, karena di istana ini ... semua orang punya maksud terselubung.”
Theon menunduk lagi, kali ini dengan sedikit senyum di bibirnya. “Saya terbiasa berjalan di antara pedang, Yang Mulia. Jadi, aku hanya bisa berterima kasih atas perhatian Yang Mulia. ”
Corvina berdiri, menatap bulan yang menggantung di langit istana Ardelia.
Malam terasa panjang, tapi untuk pertama kalinya sejak kembali ke masa lalu, ada percikan keyakinan dalam dadanya.
Mungkin... tidak semua pria di istana ini adalah musuhnya.
bertele2