Lama menghilang bak tertelan bumi, rupanya Jesica, janda dari Bastian itu, kini dipersunting oleh pengusaha matang bernama Rasyid Faturahman.
Sama-sama bertemu dalam keadaan terpuruk di Madinah, Jesica mau menerima tunangan dari Rasyid. Hingga, tak ingin menunggu lama. Hanya berselisih 1 minggu, Rasyid mengitbah Jesica dipelataran Masjidil Haram.
Namun, siapa sangka jika Jesica hanya dijadikan Rasyid sebagai yang kedua.
Rasyid berhasil merobohkan dinding kepercayaan Jesica, dengan pemalsuan jatidiri yang sesungguhnya.
"Aku terpaksa menikahi Jesica, supaya dia dapat memberikan kita putra, Andini!" tekan Rasyid Faturahman.
"Aku tidak rela kamu madu, Mas!" Andini Maysaroh.
*
*
Lagi-lagi, Jesica kembali ketanah Surabaya. Tanah yang tak pernah ingin ia injak semenjak kejadian masa lalunya. Namun, takdir kembali membawanya kesana.
Pergi dalam keadaan berbadan dua, takdir malah mempertemukanya dengan seorang putra Kiyai. Pria yang pernah mengaguminya waktu lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Saking terpananya, bahkan Huda sampai tidak mengindahkan pertanyaan Jesica. Ia lebih memilih untuk mengetahui kabar si wanita, entah baik atau tidak.
"Kabar saya baik, Mas! Mas Huda ... Sendiri? Apa sudah menikah?" tiba-tiba saja Jesica ingin tahu status pria didepannya kini.
Sedikit tertunduk, Huda Yahya menjawab, "Saya masih sendiri, Jesica. Orang yang saya cintai, mungkin saja kini sudah menikah kembali," lirihnya.
Jesica agak sedikit canggung. Ia hanya tersenyum, "Yang sabar saja, ya Mas! Mungkin dia belum jodohnya Mas Huda."
"Oh ya, tadi kamu kelihatanya cari sesuatu? Memangnya cari apa?" Huda agak sedikit mengernyit.
"Kalung kartu saya ketinggalan, Mas! Bingung gimana caranya masuk. Padahal sebentar lagi kajiannya dimulai," kedua mata Jesica agak memanas.
Huda merasa tidak tega melihatnya. "Nggak usah cemas, Jesica! Masuk saja, nanti biar saya yang bilang sama panitianya!" seru Huda menenangkan. Senyumannya pagi ini tampak hangat, bagai sang surya yang terbit bersinar.
Jesica diantarkan Huda masuk. Namun mengingat jamaah Umi Khadijah khusus perempuan saja, jasi Huda hanya dapat mengantarkanya hingga teras Masjid. Setelah berbicara dengan panitia, kini Jesica benar-benar dapat mengikuti acara tausiyah itu berkat Huda.
***
Sementara di lain tempat, tepatnya di Pabrik. Kini Rasyid baru saja datang dengan rekanya untuk melihat sampai mana tahap pembangunan pabrik kayu itu.
Gawai Rasyid sejak tadi bergetar kuat dibalik saku celananya. Ia terpaksa keluar, dan beranjak menuju parkiran. "Hallo Yah, ada apa?"
📞 "Kamu dimana sekarang, Rasyid?"
"Di pabrik, Yah! Ini sedang memantau jalanya pembangunan. Memangnya ada apa?" lagi-lagi Rasyid dibuat penasaran oleh Tuan Gio.
📞 "Datang ke perusahaan Ayah, karena ada sesuatu yang ingin Ayah bicarakan!" pekik Tuan Gio.
"Ya sudah, ini juga sudah selesai. Nanti Rasyid langsung menuju kantor Ayah." putus Rasyid mengakhiri panggilannya.
Meskipun dibuat penasaran, Rasyid langsung menjalankan mobilnya penuju perusahaan Tuan Gio. Perusahaan besar itu bergerak dibidang properti. Perusahaan yang dulunya dipimpin oleh Tuan Faturahman semasa hidupnya, kini berpindah tangan kepada sang putra~Tuan Gio.
Namun, hingga kini Tuan Gio belum sepenuhnya memberikan saham itu kepada Rasyid, mengingat Rasyid juga masih memiliki saudara kandung lainnya.
Pintu kantor terbuka dari luar. Rasyid kini sudah berdiri didepan meja kerja Ayahnya. "Duduklah, Rasyid!"
Begitu mereka sudah sama-sama duduk, baru Tuan Gio membuka suara. "Kamu semalaman tidur dimana?"
Rasyid mengangkat pandanganya, agak sedikit bingung. Ia merasa kesal jika rumah tangganya selalu mendapat pertanyaan yang menyulitkan seperti saat ini. "Aku di rumah Jesica, Yah! Memangnya ada apa?"
Tuan Gio mendesah dalam. Ia kini membenarkan posisi duduknya. "Kamu tidak memikirkan, tadi malam Andini pulang dengan siapa?"
Rasyid mulai agak bingung. Matanya memicing, serta pikiranya kini menerka-nerka. "Ya ... Mungkin saja Andini naik taxi, atau ikut Ibu?!"
Tuan Gio tersenyum getir. "Apa kamu tidak takut, jika diselingkuhi Andini untuk yang kedua kalinya? Karena Ayah rasa ... Selingkuh itu penyakit! Dia akan kambuh, jika tubuhnya bereaksi kembali."
Rasyid semakin tegang. Meskipun ia tidak begitu paham apa ucapan Ayahnya saat ini. Tapi Rasyid yakin, pasti ada sesuatu yang Ayahnya sembunyikan.
"Andini sudah berubah, Yah! Dia nggak mungkin berkhianat kembali. Apalagi, sekarang dia lebih banyak dirumah. Aku nggak percaya dia tega berkhianat kembali." sanggah Rasyid mencoba menghalau semua rasa cemasnya.
"Nanti malam, ikut Ayah ke Hotel Fantasi! Disana banyak rekan bisnis Ayah, biar nanti kamu sekalian belajar dengan mereka!" Tuan Gio mengangkat sebelah alisnya, menatap Rasyid dengan lamat.
"Baik, nanti biar Rasyid datang kesana!" Setelah pertemuan singkat itu, Rasyid memutuskan untuk bangkit da berjalan keluar.
Namun baru ia membuka pintu, ia bertemu dengan seorang parubaya cantik, yang kini tengah tersenyum hangat padanya. Pancaran sorot mata itu, kini mendamba kerinduan yang mendalam.
Rasyid tahunya, wanita itu adalah mantan kekasih Ayahnya dulu. Namun karena kebaikan Bu Fatiya, hingga kini ia dan Rasyid masih bersikap baik.
"Apa Pak Gio ada didalam?" tanya Bu Fatiya.
"Ada, silahkan masuk Bu Fatiya! Saya permisi," Rasyid melanjutkan lagi jalannya. Sejak dulu, ia orang yang paling anti ikut campur dalam runah tangga orang tuanya. Meskipun sang Ayah jarang sekali pulang, Rasyid tidak ingin larut menenggelamkan hatinya dalam lautan luka. Yang jelas, hubungan Ayah dan Ibunya masih baik-baik saja.
Bu Fatiya sudah masuk kedalam. Senyum hangat merekah, menyambut istri tercintanya kini.
"Rasyid datang kesini? Ada apa, Mas?" tegur Bu Fatiya dengan wajah cemasnya.
Tuan Gio kini bangkit, menghampiri istrinya, "Nggak, nggak ada apa-apa Sayang! Tadi aku hanya mengingatkan saja, agar dia tidak terlalu dibodohi oleh Andini."
"Memangnya, Andini kenapa lagi Mas?" Bu Fatiya sedikit agak memicing.
"Dia berulah lagi. Dan kau tahu, jika Andini berselingkuh dengan seorang pria beristri!!
Bu Fatiya membolakan mata, dan reflek tanganya membekap mulut. "Mas, kenapa kamu nggak kasih tahu Rasyid saja?!"
"Putramu itu terlalu keras! Aku sudah punya rencana sendiri. Sudah ... Kamu tenang saja! Oh ya, ayo kita cari makan siang diluar saja! Sudah lama 'kan, kita nggak maka siang berdua." Tuan Gio langsung menarik pelan tangan istrinya, lalu segera keluar meninggalkan ruanganya.
*
*
Jesica, selama tausiyah berlangsung, kepalanya kembali berdenyut pusing. Perutnya saat ini mendadak mual, bahkan keringat dingin seketika menjalar dalam tubuhnya.
Dan dengan terpaksa, ia harus meninggalkan aula Masjid, dan menuju kamar mandi.
Huek ... Huek ....
Semua makanan dalam perutnya kini terbuang semua. Namun ketika semuanya itu terjadi, perut Jesica terasa agak lebih nyaman dari sebelumnya.
Dadanya berdetak kuat, diiringi engahan lirih dari nafasnya. Jesica baru ingat, jika sudah 2 bulan ia belum juga halangan.
Entah mengapa senyum dibibirnya terbit diantara wajah pucat itu. Dengan cepat Jesica akan kembali keluar. Niat hati ia ingin duduk terlebih dulu, sambil menghubungi Adnan. Namun, tubuhnya kembali terasa lemas.
Dan perlahan, pandangan menjadi hitam, hingga ....
Brug!!!
Tubuh Jesica luruh diatas lantai marmer Masjid. Pihak panitia terkejut, dan langsung menghampiri Jesica. Tidak mungkin pihak Panitia mengganggu saat acara berlangsung.
Dan siapa yang tahu, jika sejak tadi Huda Yahya belum pulang. Ia kini tersentak, kala melihat Jesica sudah tak sadarkan diri. Huda segera turun dari mobilnya, dan bergegas untuk menghampiri Jesica.
"Apa yang terjadi?" tegur Huda dengan wajah paniknya.
"Mas Huda, ini tadi juga nggak tahu ... Tiba-tiba jamaah Umi pingsan begitu saja!" jawab panitia.
Tak ingin menunggu lama, Huda langsung mengangkat tubuh Jesica untuk diajaknya menuju rumah sakit.
Wajah tampan itu tampak tidak tenang, saat tanganya fokus dalam kemudi, sementara sorot matanya sesekali menatap kaca depan. Hingga, mobil Huda sudah memasuki halaman IGD rumah sakit.
Dua perawat sudah membawa brangkar, dan langsung membawa Jesica masuk kedalam. Sementara Huda, ia kini masih mengikuti perawat tadi, hingga dirinya terpaksa berhenti diruang tunggu.
Hampir 10 menit diperiksa, kini Dokter yang menangani Jesica sudah keluar. "Dok, bagaimana keadaan pasien?" tegur Huda seraya bangkit.
"Anda suaminya, Pak? Saya hanya memberitahu ... Selamat atas kehamilan istri, Anda!" seru Dokter tadi sambil tersenyum.
Huda sempat terdiam beberapa detik. Ia tampak shock, "Hamil, Dok?" ulangnya kembali.
jangan lupa mampir dan react balik yaaa. thank you