seorang kakek yang awalnya di hina, namun mendapat kesaktian
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Awalnya Ratna hanya melirik ke arah Kakek Surya. Namun, saat Kakek Surya menatapnya cukup lama, Ratna sudah berani membalas tatapan itu.
Ratna kemudian mulai menggosok pakaian yang sedang dicucinya. Jarak antara kedua kakinya semakin melebar, dan daster yang dikenakannya perlahan melorot, memperlihatkan kain segitiga berwarna pink itu.
Kakek Surya menelan saliva melihat pemandangan yang menggoda itu.
Melihat Kakek Surya kelimpungan, Ratna tersenyum lalu beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air.
Setelah itu, dia kembali ke posisi semula, jongkok di salah satu sudut. Pemandangan yang membangkitkan rasa itu makin terlihat jelas, entah sengaja atau tidak. Ratna kembali jongkok dengan kaki yang terbuka lebar, seolah sengaja memperlihatkan "benda" itu pada Kakek Surya.
Hal itu terlihat sangat kontras dengan kulit putih mulus yang dimilikinya, yang ada di sekitar jalan kelahiran itu.
Kakek Surya terus memperhatikan itu sambil beberapa kali menelan saliva. Namun, saat sedang fokus menatap ke arah Ratna, tiba-tiba Aulia datang sambil menenteng ember, dan satu tangannya memegangi putranya yang berjalan perlahan karena umurnya baru dua atau tiga tahun.
“Mau ke mana, Neng? Nyuci ya?” tanya Kakek Surya pada Aulia.
“Iya nih, Pak,” jawab Aulia ramah.
Ratna yang mendengar ada orang datang langsung mengubah posisi jongkoknya dan merapatkan kedua kakinya, sehingga pemandangan indah bagi Kakek Surya sekarang lenyap. Namun, bayangan dan kesan yang ditinggalkan membuat senyum di wajah keriputnya tercetak jelas.
“Eh, ada Mbak Ratna, lagi nyuci ya?” tanya Aulia basa-basi.
“Iya nih, Mbak. Mbak mau nyuci juga?” tanya balik Ratna.
“Iya nih.” Lalu Aulia melepas pegangan anaknya karena ingin mengambil air di kamar mandi.
Saat anak kecil itu dilepas, ia perlahan melangkah menuju ke arah Kakek Surya. Aulia tampaknya tidak menyadarinya karena sedang sibuk merendam pakaian dan menuangkan deterjen.
Ketika Aulia sadar, ia baru ingat bahwa putranya sudah berada di dekat Kakek Surya.
“Dion, ngapain ke sana? Sini, dekat Mama,” panggil Aulia malu-malu.
“Maaf, Pak. Anak saya ke sana, mengganggu,” ucap Aulia sambil tersenyum ramah.
“Oh, tidak apa-apa. Biar saya ajak main dulu sebentar, Neng. Anaknya lucu banget,” sahut Kakek Surya sambil mulai bermain bersama Dion.
Sementara itu, Aulia mulai mengobrol dengan Ratna.
Tiba-tiba, Hera, sang pemilik kos datang sambil membawa sapu karena ingin menyapu halaman kos-kosan itu.
Kakek Surya yang sedang fokus bermain dengan Dion sangat kaget saat mendengar teriakan dari Hera.
“Eh, Pak! Anak siapa itu? Jangan berbuat kejahatan di kos-kosan ini!” teriak Hera.
Kakek Surya terkejut dan segera menjawab, “Bukan, Neng. Ini anaknya yang ngekos di sebelah sana,” sambil menunjuk ke kamar kos Aulia, karena Kakek Surya belum tahu nama Aulia sebab mereka belum sempat berkenalan.
“Ibunya di mana?” tanya Hera ketus.
“Lagi mencuci, Neng,” jawab Kakek Surya.
Hera pun mendekat, mau melihat Aulia bersama Ratna yang sedang mencuci pakaian. Ia tak bisa melihat dari halaman kos karena kamar mandi itu menghadap ke tembok pagar.
“Mbak, hati-hati saja ya, nanti diintip oleh kakek-kakek itu,” ujar Hera sambil menunjuk Kakek Surya.
Dua perempuan muda itu hanya tersenyum.
“Itu anaknya Mbak kenapa dibiarkan main sama kakek itu?” lanjut Hera bertanya kepada Aulia.
“Emang kenapa, Mbak?” tanya Aulia.
“Hati-hati aja, nanti anaknya sakit dekat-dekat sama orang tua kotor begitu,” ucap Hera dengan nada benci pada sosok Kakek Surya.
“Tak apa-apa, Mbak. Terima kasih. Tapi anak saya senang main sama Bapak itu,” jawab Aulia.
“Ya, jangan salahkan saya nanti. Saya sudah memperingatkan, Mbak,” ujar Hera lalu pergi meninggalkan Aulia dan Ratna yang sedang mencuci pakaian.
Setelah Hera cukup jauh, Aulia berkata pada Ratna, “Aku heran deh, dia sepertinya tak suka sekali sama orang tua, padahal suaminya jelas-jelas kakek-kakek juga.” Lalu keduanya pun tertawa.
Sementara itu, Ratna masih tetap sesekali menoleh ke arah Kakek Surya.
Perasaan Kakek Surya sedikit senang karena ada anak kecil untuk diajak bermain, sehingga ia tak merasa jenuh sama sekali.
Aulia lebih dulu selesai mencuci. Padahal menurut pengamatan Kakek Surya tadi, dua ibu muda itu mencuci sama banyaknya. Namun entah sengaja atau tidak, Ratna belum selesai mencuci, sedangkan Aulia yang mulai mencuci belakangan sudah selesai.
Setelah itu, Aulia menjemur pakaian dan kemudian melangkah ke arah Kakek Surya.
“Maaf ya, Pak, jadi ngerepotin. Mungkin Dion ingat pada kakeknya, karena kami sudah lama sekali tak pernah pulang,” ucap Aulia.
“Tidak apa-apa, Neng. Saya juga senang ngajak main Dion,” jawab Kakek Surya.
“Terima kasih ya, Pak. Kalau gitu, saya masuk dulu. Oh ya, perkenalkan Pak, nama saya Aulia,” ucap Aulia memperkenalkan diri.
“Oh, saya Surya,” jawabnya balik.
“Sudah ya, Pak. Kami masuk dulu,” ucap Aulia sambil memegang tangan putranya lalu melangkah masuk ke kamar kos-kosannya.
Kakek Surya dapat melihat bahwa Aulia ini adalah seorang perempuan yang baik hati, tidak seperti Ratna maupun Hera yang selalu memandangnya rendah.
Setelah Dion pergi, Kakek Surya kembali menoleh ke arah Ratna, dan alangkah kagetnya dia saat Ratna sudah kembali seperti tadi, membuka pangkal kakinya, memperlihatkan kehalusan kulit juga kain itu, makin terpampang jelas. Kakek Surya sekarang dapat melihat betul kalau bentuknya di area itu sangat semok, menggoda.
Lalu Kakek Surya mengalihkan pandangannya dari area tersebut ke arah wajah Ratna. Terlihat perempuan muda itu terus tersenyum.
Kemudian, sengaja atau tidak, lidahnya sedikit menjulur keluar, membasahi bibir bawahnya. Menyapukan bibirnya sendiri ke kiri dan ke kanan. Melihat itu, kembali “mentimun” yang tadi menghadap ke bawah perlahan terangkat karena pemandangan itu. Sambil sesekali menelan salivanya, matanya terus menatap pemandangan itu tak bosan-bosan.
Walau sudah jelas begitu, namun Kakek Surya belum berani bergerak lebih jauh karena pikirannya belum yakin apakah perempuan muda yang cantik dan montok tersebut benar-benar menyukainya.
Tak berapa lama, Ratna pun bangun karena dia sudah selesai mencuci. Mungkin dia juga sudah pegal dari tadi jongkok.
Lalu dia mulai menjemur pakaian, tapi saat menjemur pakaian itu, gerakannya seperti sangat membangkitkan rasa, dengan tangannya sengaja atau tidak membelai dada, yang jadi makanan pertama bayi itu. Dengan elusan telapak tangan mulusnya, juga belaian jari-jari lentiknya, terlihat sekali kalau dia menggoda Kakek Surya. Bahkan Ratna sudah terang-terangan menatap sayu ke arah Kakek Surya.
Setelah selesai menjemur pakaian, Ratna pun melangkah masuk kamar mandi untuk membasuh tangan mungkin, namun cukup lama juga dia di dalam, dengan pintu kamar mandi tak tertutup sempurna.
Setelah beberapa lama, dia lalu keluar dari kamar mandi, dan melangkah yang kelihatannya dia akan masuk kamar kos.
Saat itulah Kakek Surya juga bangun dari duduknya dan melangkah mau keluar.
“Mau ke mana, Pak?” sapa Ratna, dengan suara sedikit pelan namun terdengar manja.
“Saya mau cari bakso,” jawab Kakek Surya sedikit gugup.
“Oh… cari bakso… tak kirain mau ke kamar mandi…” ucap Ratna lalu langsung menutup mulutnya sendiri dengan tatapan nakal yang sulit dijelaskan.
Kakek Surya pun tak menghiraukan perempuan itu yang sejak pertama ketemu sudah menghinanya kemarin. Ia mau sedikit mempermainkan perasaan istri Joko itu, namun hatinya tetap berbunga-bunga.
Kakek Surya pun keluar dari kos-kosan, mau menemui si tukang bakso, ingin meminta pekerjaan juga sekalian mau beli bakso. Namun sayang, sampai di luar ternyata si tukang bakso belum juga buka. Akhirnya dia akan beli nasi saja, karena perutnya sudah sangat lapar.
Lalu dia duduk dan memesan makanan pada si penjual nasi. Namun belum selesai diambilkan oleh si pedagang nasi, tiba-tiba Ratna datang dan langsung duduk di hadapan Kakek Surya.
“Katanya cari bakso, kenapa cari nasi?” tanya Ratna sambil berkedip sebelah mata.
“Itu dagang baksonya masih tutup,” jawab Kakek Surya.
“Makan, Mbak?” tanya tiba-tiba si penjual nasi pada Ratna.
“Iya, dua ya, Mbak. Untuk Bapak ini satu, biar nanti saya yang bayar,” sahut Ratna sambil tersenyum ke arah Kakek Surya, dan sekarang Ratna menggigit sudut bibir bawahnya sendiri.
Ini adalah kali pertama wajah mereka berdekatan, hingga Kakek Surya melihat betul apa yang dilakukan Ratna. Ia juga dapat melihat wajah mulus dan cantik perempuan muda itu, yang lebih pantas sebagai anaknya, atau bahkan cucunya.
Karena warung makan ini masih sepi, hanya ada dirinya dan Ratna, membuat Ratna seolah bebas menggoda Kakek Surya, dan tangan mulus perempuan itu perlahan bergerak.
Bersambung…