"Mulai sekarang, kau bekerja sebagai istriku," tegas Gyan Adriansyah kepada istrinya, Jasmine.
Nasib sial tengah menimpa sang gadis cantik yang terkenal sebagai bunga desa. Mulai dari beredarnya video syur yang menampilkan siluet mirip dirinya dengan calon tunangan. Terungkapnya perselingkuhan, hingga dijadikan tumbal untuk menanggung hutang ayahnya pada pria tua.
Namun, ditengah peliknya masalah yang terjadi. Takdir kembali mempertemukan dirinya dengan musuh bebuyutannya semasa kecil dengan menawarkan pernikahan kontrak. Jasmine tak punya pilihan yang lebih baik daripada harus menikahi pria tua.
Akan seperti apakah pernikahan mereka? Gyan yang ia kenal dulu telah berubah drastis. Ditambah lagi harus menghadapi ibu mertua yang sangat membencinya sejak lama.
Yuk simak keseruan ^_^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CatVelvet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Fero
Malam ini giliran ibu yang menjaga kakek dirumah sakit. Dan ayah… dia bilang dia sudah mendapat pekerjaan sebagai kurir. Jasmine melamun sendirian di rumah kontrakan kecil yang jaraknya tak jauh dari rumah sakit tempat kakek dirawat.
Jasmine menatap foto-foto kenangan dirinya dan mantan kekasihnya, Rendy. Dia adalah sosok laki-laki yang dikenalnya sebagai pribadi yang lugu dan pemalu. Masih ingat dalam benaknya bagaimana awal pertemuan mereka.
Rendy kerap kali melewati rumah Jasmine di kala sepulang kerja mengajar disekolah. Jasmine awalnya merasa biasa saja. Hanya sekedar bertatap sapa melalui senyuman. Namun lama-kelamaan pria itu memberanikan diri untuk berkenalan secara langsung dengannya.
Ekspresi malu-malu dan takut penolakan. Masih teringat jelas dalam memori ingatan Jasmine. Pria itu terlihat sangat manis dan lucu. Tak ada pikiran negatif dalam benak Jasmine. Setelah berkenalan. Pria itu melanjutkan pendekatan melalui pesan WhatsApp. Seiring berjalannya waktu mereka mulai menghabiskan waktu dengan pergi ke suatu tempat yang menyenangkan untuk mengukir kenangan demi kenangan.
Disebuah tempat hiburan yang diisi oleh berbagai macam wahana permainan. Mereka naik bianglala. Tepat berada diujung ketinggian itulah yang menjadi momen tak terlupakan bagi Jasmine.
Hari itu, dimana mereka telah resmi menjadi sepasang kekasih. Pria itu menyatakan perasaannya pada Jasmine. Dia mengaku telah lama menyukainya sejak pertama kali melihat. Namun belum memiliki banyak keberanian untuk mendekati.
Dan layaknya pasangan pada umumnya. Perjalanan kisah cinta mereka membutuhkan kepastian untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. 3 tahun berpacaran, Rendy mengatakan akan mengajaknya bertunangan. Sikapnya tak pernah berubah sejak awal mereka dekat dan justru semakin menunjukkan rasa sayangnya. Ia seakan diperlakukan seperti seorang ratu.
Hal yang tak disangka, saat hati sudah mulai benar-benar ia berikan pada pria itu. Tiba-tiba malapetaka muncul bagai meteor yang menghantam bumi dengan sangat keras. Rasanya hancur dan menyakitkan. Jasmine ditampar oleh kenyataan bahwa ia telah di khianati. Dan luka itu masih terasa perih sampai sekarang.
Kepercayaannya akan cinta terkikis oleh pengkhianatan. Butuh waktu untuk menata kembali yang telah hancur. Menutup pintu hati rapat-rapat adalah satu-satunya jalan yang ia pilih untuk saat ini. Entah sampai kapan? Mungkin ketika hatinya sudah siap menerima seseorang yang baru.
Jasmine masih enggan menghapus foto-foto itu. Lebih baik sering-sering menatapnya hingga rasa sakit itu berubah menjadi bosan dan hambar. Dengan begitu akan lebih mudah untuk melupakannya.
***
Keesokan paginya.
Meski permasalahan Gyan dengan ibunda tercintanya masih tetap berlanjut, namun ia tetap harus fokus pada pekerjaan. Ia memeriksa beberapa dokumen di dalam ruang kerjanya di hotel Nawasena. Fero turut membantunya dalam diskusi rencana pembangunan hotel baru.
“Meski ini baru tahap awal, tapi rencana ini harus sukses, Fero,” ucap Gyan yakin, sambil menatap rancangan hotel baru yang akan mereka persiapkan.
“Pasti, kita pasti akan berhasil, pak.” timpal Fero dengan yakin.
“Ya, benar. Seperti hotel ini. Pastikan tidak ada kendala untuk kedepannya. Lokasinya sudah sangat bagus. Aku sangat menyukainya. Namun… untuk desain arsitekturnya. Aku masih belum merasa puas. Aku ingin yang terlihat lebih estetika.“
“Baik.“
“Hotel tak hanya sekedar menjadi tempat persinggahan. Tapi juga tempat yang nyaman untuk istirahat dan menikmati fasilitas yang tidak mengecewakan serta pemandangan yang bagus. Aku ingin hotel yang mereka singgahi akan menjadi tempat yang mereka rindukan. Perbaiki lagi desainnya. Dan aku ingin desain arsitekturnya masih ada unsur budaya dari negara kita. Agar mereka yang dari negara berbeda juga bisa mengenalnya. Bukankah aku sudah memberikan referensi padanya?“
“Baik.“
“Panggil Miranda (Asisten Manager) kesini, aku harus membicarakan masalah orang yang hampir bunuh diri kemarin. Untung saja nyawanya masih tertolong. Kalau tidak… hah… ini akan sangat berpengaruh pada hotel ini. Tidak ada satupun yang boleh bunuh diri sembarangan di hotelku.“
“Baik.“
Sebelum Fero menelpon Miranda. Table phone di meja Gyan berdering. Fero menghentikan gerakannya yang baru saja mau menelpon Miranda. Gyan menekan tombol speaker phone.
“Selamat pagi Pak Gyan.“
“Ya, selamat pagi, Sin. Ada apa?“
Sintya adalah stafnya yang bekerja dibagian resepsionis.
“Ada tamu yang mengaku sebagai calon istri anda, Nona Jasmine. Beliau ingin bertemu. Apakah bisa?“
Gyan tersenyum mendengar kabar bahwa Jasmine sudah datang kemari untuk menemuinya. Ditambah dia menyebut dirinya sebagai calon istri. Ada perasaan yang menggelitik mendengar julukan tersebut.
“Baik, tolong antar dia ke ruanganku sekarang.“
“Baik, pak.“
“Terimakasih.“
Gyan menutup panggilan itu dan segera meminta Fero membatalkan pertemuannya dengan Asisten Manger-nya.
“Batalkan Fer, aku ada pertemuan yang lebih penting.“
“Baik.“
Gyan merapikan lembaran-lembaran berkas di atas mejanya. Fero menatap atasan sekaligus teman lamanya terlihat sangat senang. Apakah ia sudah menemukan calon istri yang cocok dari salah satu pilihan ibunya? Pikir Fero. Selama ini ia mengetahui bahwa Bu Vivian seringkali menjodoh-jodohkan putranya dengan gadis pilihannya.
Namun dia tak pernah se-senang ini saat seorang gadis yang mengaku calon istrinya akan memasuki ruangan kerja pribadinya. Padahal sebelumnya dia selalu kesal dan mengusir keluar gadis-gadis yang pernah dijodohkan dengannya. Fero jadi penasaran seperti apa wanita idaman atasannya ini.
“Fer, aku akan memperkenalkan calon istriku padamu.“
“Ehm,” Fero berdeham. “Bukankah selama ini wanita pilihan Bu Vivian tidak ada yang anda sukai?“
“Ini lain, dia bukan wanita pilihan ibuku. Dia adalah wanita pilihanku. Tapi aku dimatanya adalah keterpaksaan sebagai calon suaminya.“
Fero tertawa kecil. “Itu kedengaran aneh.“
Gyan menimbali tawa kecil itu. “Haha… ya, kau benar. Ini memang aneh.“
Selang beberapa menit Gyan menunggu. Akhirnya seseorang mengetuk pintu dan membukanya, serta mempersilahkan Jasmine untuk masuk.
Fero berdiri menatap gadis cantik yang baru masuk dengan rasa canggung yang terlihat jelas pada wajah gadis itu. Penampilannya berbanding terbalik dengan selera Bu Vivian. Gadis cantik dihadapannya jauh lebih baik dan natural. Dia sempat tersenyum menyapa Fero. Dan Fero membalas senyumannya dengan sopan serta mempersilahkannya untuk melangkah lebih dekat dan duduk di sofa.
Jasmine melangkah mendekat. Fero menilai penampilan gadis itu. Dia terlihat sederhana dengan midi dress ala Cocuette yang manis warna cream dengan sedikit renda dan motif mawar soft pink. Rambut panjangnya digerai dan sebelah kiri diselipkan dibelakang telinga. Tak ada riasan yang mencolok. Seakan memang natural cantik. Dan bibirnya juga hanya menggunakan lipstik tipis.
Sebelum Jasmine duduk di sofa depan kursi kerjanya. Gyan lebih dulu beranjak dan memperkenalkan Jasmine pada Fero.
“Fero, perkenalkan dia adalah calon istriku. Jasmine,“ ucap Gyan sembari merangkul pundak Jasmine.
“Senang bertemu dengan anda. Saya Fero, Sekretaris Manager.“
Jasmine mengulurkan tangannya menjabat Fero dan disambut dengan baik.
“Saya, Jasmine. Calon istrinya, Gy… oh, m-mas Gyan,” ucapnya memperkenalkan diri dengan senyuman kikuk dan sedikit terbata.
Gyan sedikit mengulum bibirnya menahan tawa.
Apa?? Mas?? Dia memanggilku 'Mas'??
Gyan mempersilahkan Jasmine untuk duduk.
“Duduklah, sayang.“ Pintanya sambil tersenyum.
Jasmine merasa risih dan canggung. Ini adalah permulaan saat dia belajar berpura-pura menjadi calon istri yang baik di depan orang lain.
“Kau mau minum apa? Biar aku pesankan. Atau… adakah makanan yang ingin kamu makan?“
“A... ah nggak usah.“
“Serius? Padahal makanan di hotel ini enak-enak lho.“
“Ya, serius,” ucap Jasmine menghindari tatapan Gyan yang berada tepat disebelahnya dan terus menatapnya sambil tersenyum.
Hah… ternyata berpura-pura seperti ini tidaklah mudah. Keluh Jasmine dalam hati.
“Kamu… terlihat cantik sekali,” ucap Gyan memuji setelah memperhatikan penampilannya.
Pipi Jasmine bersemu dengan cepat. Dia menjadi salah tingkah saat bocah yang dulunya culun tiba-tiba berani merayunya.
“Akh, nggak. A-aku biasa aja.“
Astaga… dia benar-benar lucu. Aku ingin tertawa puas. Batin Gyan sambil tersenyum menahan tawa.
Fero merasa dirinya seperti lalat diantara mereka.
“Sungguh, kamu benar-benar cantik. Ternyata untuk menemuiku, kamu berusaha berdandan secantik ini? Terimakasih.“
Huekkk! Ingin muntah. Dia jadi menyebalkan berkali-kali lipat dari saat masih kecil. Batin Jasmine dibalut dengan senyuman palsu.
“Bukankah… aku memang harus selalu tampil cantik agar matamu selalu tertuju padaku?” ucap Jasmine sambil tersenyum. Kali ini ia memberanikan diri menatap mata Gyan untuk melancarkan serangan balasan untuk merayunya.
Glek!
Gyan justru terpaku menatap gadis yang tersenyum manis untuknya. Meski hanya pura-pura. Namun apakah harus semanis ini? Gyan seolah menemukan senyum yang pernah hilang beberapa tahun lalu. Lagi-lagi ada perasaan rindu yang menyusup ke dalam hatinya. Rindu yang seakan sudah menemukan obatnya namun tak bisa memiliki. Akan tetapi juga ada luka yang menggores perasaannya saat ingatan lama kembali.
Kenapa dulu kau terus menjauhiku? Apa sebelumnya kau sangat membenciku karena aku lemah? Ataukah perasaan bersalah yang teramat dalam?
“Ya, mataku akan selalu tertuju padamu. Maka dari itu jangan pernah menghilang,” jawabnya datar namun terselubung arti mendalam dari pancaran matanya.
Jasmine sempat merasa aneh. Namun ia segera menepis pikirannya.
“Ehm…” Fero berdeham. “Apakah saya harus pergi dari sini?“ ucap Fero memecah suasana diantara mereka berdua.
***