NovelToon NovelToon
Keluargamu Toxic, Mas!

Keluargamu Toxic, Mas!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Lansia
Popularitas:883
Nilai: 5
Nama Author: Dian Herliana

Annisa jatuh cinta pada Iman, seorang montir mobil di bengkel langganan keluarganya.
Sang Papa menolak, Nisa membangkang demi cinta. Apakah kemiskinan akan membuatnya sadar? atau Nisa akan tetap cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Herliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Ninoo..!" Iman menjerit memanggil Nino yang sedang main PS di ruang tengah.

"Jagain Mamah sebentar!" katanya setelah Nino datang menghampiri mereka.

"Aku manggil Teh Yanah, ya?" Iman yang panik langsung berlari keluar rumah untuk meminta tolong. Padahal ini kali yang ketiga Nisa akan melahirkan tapi Iman tetap panik dan kebingungan.

Pembangunan pemancingan menjadi tersendat - sendat karena Iman harus menemani Nisa di klinik bersalin. Ia juga harus menjaga dan mengurus anak anak yang ditinggalkan di rumah.

"Ternyata repot banget nggak ada Kamu di rumah, Sayang." Iman mengelus rambut istrinya dengan lembut. Ia tidak perduli meski anak ke 3 mereka laki laki lagi. Ia senang melihat Nisa dan bayi yang baru lahir sehat dan tidak kurang sesuatu apapun.

Nisa tersenyum.

"Bagaimana kabar pemancingan Kita, Pah?"

"Papah tunda dulu. Kemarin itu waktu Papah pasrahin sama bang Edi, bukannya beres malah salah semua. Jadi harus dibongkar lagi. Mana minta upahnya gede, lagi."

"Bang Edi minta upah?" alis Nisa kembali bertaut. Iman mengangguk.

"Namanya juga kerja. Ya harus ada upahnya, dong."

"Bang Edi minta berapa?"

"100."

"100?"

"100 ribu sehari." mata Nisa sontak membesar.

"Yang bener aja, Pah!" Iman menggaruk kepalanya.

"Memang Bang Edi ngapain? Bang Edi ikut memasang bambu bambunya atau yang lainnya, gitu?" Iman menggeleng.

"Bang Edi cuma ngawasin yang kerja."

Iman nyengir. Ia tidak ingin memberitahu Nisa kalau ia juga harus memberi uang makan untuk abangnya itu di luar uang yang tadi. Bisa bisa Nisa kalap nanti. Ia juga menyesal meminta tolong pada abangnya itu. Kerjaan bukannya beres, malah harus diulang lagi.

"Keluarga Kamu tuh memang nggak ada yang beres, Pah!" Nisa mengerucutkan bibirnya.

Dalam hati Iman merasa kesal mendengar ucapan istrinya ini. Meskipun mereka seringkali menyakiti hatinya, Iman sangat mencintai saudara saudaranya itu. Tapi ia hanya diam. Ia tidak ingin menambah kemarahan Nisa.

Bagaimanapun, Nisa berhak untuk marah. Uang yang ia pakai itu adalah uang Nisa.

Pemancingan yang Iman rancang sendiri itu telah jadi dengan begitu apik. Laksana pemancingan mahal bermodal ratusan juta.

Hasby mengakui kepintaran Iman, mengolah tanah yang tidak pernah dilirik orang lain sebelumnya menjadi pemancingan yang sangat bagus.

"Kenapa Aku nggak pernah berpikiran seperti ini sebelumnya." monolog Hasby. Hatinya mulai merasakan rasa tidak enak yang sangat mengganggu pikirannya. Apa ini sebuah penyesalan karena ia telah merelakan tanahnya dimanfaatkan oleh Iman?

"Apa Aku menyesal mengijinkan Iman memakai tanah ini?" lagi lagi ia bergumam sendiri.

Lagi lagi Iman kelimpungan.Pemancingan sudah jadi dan uang di tangan pun sudah menipis. Bagaimana membeli ikannya? Uang darimana lagi?

"Bagaimana ini?" desis Iman.

"Coba minta tolong sama sahabat sahabatmu Itu, Pah." saran Nisa. Iman menurut.

Ia mulai meminta bantuan sahabat sahabat semasa SMA dulu dan Ia beruntung. Ada 1sahabat yang bersedia memberi modal dengan menguras habis empang lele milik anak buah di kantornya. Alhasil, Ikan 2 ton mereka dapatkan. Pemancingan yang Iman buat itu pemancingan galatama lele. Ia juga tidak mempermasalahkan kapan Iman dapat membayarnya.

Nisa bersyukur Iman mempunyai sahabat yang sangat baik seperti itu.

"Dia itu yang pantas disebut saudara, Pah!" nyinyir Nisa yang lagi lagi membuat Iman kesal. Seburuk buruk apapun sikap keluarganya, ia lebih mendengar kata - kata mereka daripada Nisa, istrinya.

"Nisa tuh judes banget sih, Man! Kamu takut sama Dia, ya?" harga diri Iman terbanting.

"Makanya jangan dimanja banget istrimu itu!"

Nisa mulai mencari orang untuk membantu di warungnya. Iman juga mencari beberapa orang untuk bekerja di pemancingannya.

Pembukaan pemancingan berlangsung sangat meriah. Tetangga sekitar datang untuk menonton. Mereka kagum atas keberhasilan Iman membuat pemancingan yang begitu apik.

"Hebat Kamu, Man!"

"Dapat ide darimana?"

"Ah, Dia mah emang pinter, sih!"

Kepala Iman seperti membesar akibat pujian orang orang di sekitarnya. Begitu juga Nisa. Ia merasa tidak salah memilih suami.

Di sisi yang lain, saudara saudaranya justru menatapnya dengan rasa iri dan dengki. Mereka memikirkan cara baru untuk menjatuhkan Iman.

"Bagaimana caranya biar pemancingan ini nggak laku."

"Atau Kita pengaruhin Bang Hasby lagi biar Dia kesal terus narik lagi pemancingan ini dari tangan Iman?"

"Kalau itu kayaknya nggak mungkin, deh. Iman juga udah ngabisin duit banyak. Bang Hasby juga nggak bakalan tega."

"Terus gimana, dong?"

"Kita tunggu aja."

Mereka lalu menghampiri Iman dan Nisa dengan senyum manis palsu mereka.

" Selamat ya, Man, Nisa. Kalian sekarang udah punya tambang emas."

*********

Cup!

Ciuman Doni di pipi Nisa membuyarkan kenangan Nisa.

Doni ingin berangkat ke sekolah. Tangannya terulur untuk meminta bekalnya.

"Ini, Sayang. Sama buat cicilan camping, ya." Nisa menyerahkan 2 lembaran berwarna merah berikut uang pecahan untuk bekalnya. Mata Doni membesar.

"Mamah punya duit?"

"Aaadaa. Kalau nggak ada masa' Mamah kasihin Kamu, Nang."

"Masih kurang 500 lagi ya, Mah. Kapan, tuh?"

"Ya sabar aja, Nang. Nanti juga ada." Rezeki buat kalian akan selalu ada. Itu harapan Nisa. Ia lalu meminta Doni menyimpan uang itu di tasnya.

Uang 3 lembar kemarin yang Iman berikan hanya tersisa 2 lembar itu.

lman tidak menepati janjinya untuk memberikan tambahan uang setelah ia minta dibelikan bakso kemarin.

Iman itu memang begitu. Hanya dapat berjanji tapi jarang menepatinya. Nisa memang sudah biasa tapi tetap saja ia merasa kesal.

"Mamah nggak belanja?" tanya Iman melihat Nisa kembali berbaring di kamarnya setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah.

"Mau belanja pakai apa?" Nisa mulai memencet mencet tombol hp nya. Iman terlihat gusar.

"Lah, emang duit yang kemarin udah habis?"

"Duit yang mana?"

"Yang 300 kemaren?!" Nisa memencet tombol pause pada game di hp nya. Ia lalu meletakkan hpnya dan duduk menghadapi suaminya.

"Papah minta dibeliin bakso. Ingat?"

"Kan cuma berapa duit?"

"Emang kalau Papah makan bakso, yang lain juga nggak boleh ikutan makan?"

"Boleh, dong!" Iman menggaruk kepalanya. Ia mulai menebak kelanjutan ucapan istrinya.

"Nah! 5 orang yang makan udah berapa duit?" Iman terdiam. Seingatnya hanya ada mereka berempat. Ia, Nisa, Wiwi dan Deni. Oh, ya. Nino pulang tak lama kemudian.

"Sorenya Papah minta dibeliin rokok. Ingat?"

"Tapi 'kan itu 300 ribu lho, Mah." sergah Iman.

"Yang 200 udah Mamah kasihin Doni buat cicilan camping."

Iman terlihat kesal.

"Tadi mah nanti aja atuh cicilan camping nya?"

"Kapan? Papah juga janji mau ngasih tambahan, 'kan? Nggak cuma 50 ribu, lho. Mana? Jangan cuma bisa janji janji manis dong, Pah!"

Iman langsung pusing mendengar rentetan ocehan istri nya itu.

"Terus Kita makan apa, sekarang?"

"Ada telor tuh, di meja!" Nisa kembali meraih hp nya. Ia siap siap berbaring untuk meneruskan permainannya yang tertunda.

'Masih bagus sisa duitnya Aku beliin telor.' dumel hati Nisa.

"Mah! Emang harus di gadoh telornya?! Papah harus makan telor mentah, gitu?!" teriakan Iman membuat Nisa kembali meletakan hpnya.

"Rewel banget!" Nisa beranjak Ke dapur dan membuat bumbu telor dadar. Saat ia ingin menggoreng telor dadarnya..

"Ya Allah!" Nisa berteriak kencang.

"Kenapa, Mah?" tanya Iman yang panik mendengar jeritan Nisa.

"Gas nya habis, Pah!"

Iman mengurut dadanya.

*******

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!