Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 1
Mentari pagi menyapa desa kecil Serangkai dengan kehangatan lembut, merayap di antara celah anyaman bambu dinding rumah-rumah dan menerpa embun yang masih menggantung di ujung dedaunan.
Di salah satu rumah sederhana, tepat di tepi hutan yang menghijau, Raka menggeliat di atas tikar pandannya. Usianya baru menginjak dua puluh tahun, namun tangannya sudah terampil memahat kayu, sebuah keahlian yang diturunkan dari ayahnya dan menjadi sumber penghidupan keluarganya.
Hari itu, seperti biasa, Raka bangun sebelum ayam berkokok untuk membantu ibunya menyiapkan sarapan. Aroma nasi hangat dan tumisan sayur memenuhi udara dapur yang sederhana. Sambil menikmati hidangan pagi bersama kedua orang tuanya, obrolan ringan mengalir
"Raka, Nak," kata ayahnya, seorang pria paruh baya dengan wajah yang dihiasi kerutan pengalaman,
"kemarin Paman Darma memesan patung Garuda kecil untuk upacara desanya. Jangan lupa kau selesaikan hari ini."
"Tentu, Ayah," jawab Raka sambil mengunyah.
"Hampir selesai kok. Tinggal beberapa detail di bagian sayapnya."
Ibunya, seorang wanita lembut dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya, menimpali,
"Kau memang berbakat, Raka. Ukiranmu selalu hidup seperti nyata."
Raka tersenyum tipis, merasa sedikit malu dengan pujian ibunya. Baginya, mengukir kayu hanyalah pekerjaan biasa, sesuatu yang ia lakukan sejak kecil. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia merasa ada sesuatu yang hilang, sebuah kerinduan akan petualangan yang lebih dari sekadar mengukir kayu dan membantu di ladang.
Setelah sarapan, Raka pergi ke beranda rumahnya yang menghadap ke hutan. Di sana, berbagai macam potongan kayu dan alat pahat sudah tertata rapi. Ia mengambil sepotong kayu jati yang sudah berbentuk kasar Garuda dan mulai mengerjakan detail-detail terakhir.
Konsentrasinya terpecah ketika matanya menangkap sosok seorang gadis yang berjalan melintasi jalan setapak di depan rumahnya.
Itu adalah Maya, gadis seusia Raka yang tinggal di ujung desa. Matanya seindah bintang kejora, dan senyumnya selalu mampu menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. Raka sudah mengenal Maya sejak kecil, mereka tumbuh bersama, bermain di sungai, dan berbagi mimpi di bawah langit malam.
Namun, beberapa tahun terakhir, benih-benih perasaan yang lebih dalam mulai tumbuh di antara mereka, meskipun belum pernah terucapkan secara langsung.
Maya melihat Raka dan tersenyum. "Pagi, Raka," sapanya dengan suara merdu seperti alunan gamelan.
"Pagi, Maya," jawab Raka, jantungnya berdegup sedikit lebih kencang dari biasanya. Ia meletakkan pahatnya dan menghampiri gadis itu. "Mau ke mana pagi-pagi begini?"
"Mau ke pasar di desa sebelah," jawab Maya sambil menunjukkan keranjang anyaman di tangannya. "Ibuku menitipkan beberapa barang untuk dijual."
"Mau kubantu membawanya?" tawar Raka tanpa berpikir panjang.
Maya tersenyum lagi, dan Raka merasa dunia di sekitarnya menjadi lebih cerah. "Tidak usah, Raka. Tidak terlalu berat kok. Tapi… kalau kau tidak keberatan, bisakah kau menemaniku sebentar? Ada yang ingin kubicarakan."
Raka mengangguk antusias. Ia mengambil selendangnya dan berpamitan kepada ibunya yang tersenyum penuh arti dari dalam rumah. Mereka berjalan bersama menyusuri jalan setapak yang berkelok-kelok, di bawah naungan pepohonan rindang. Suara kicauan burung dan desiran angin di antara dedaunan menjadi latar belakang percakapan mereka.
"Ada apa, Maya?" tanya Raka setelah beberapa saat berjalan dalam diam yang nyaman.
Maya tampak sedikit ragu sebelum menjawab.
"Aku mendengar… aku mendengar ada hal aneh yang terjadi di hutan beberapa hari ini."
Raka mengerutkan kening. "Aneh bagaimana?"
"Beberapa pemburu kembali dengan tangan kosong dan wajah pucat," bisik Maya.
"Mereka bilang melihat bayangan hitam besar terbang di antara pepohonan, dan mendengar suara gemuruh yang menakutkan, seperti raungan naga."
Raka tertawa kecil. "Kau percaya cerita seperti itu, Maya? Naga hanya ada dalam legenda."
Maya menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu, Raka. Tapi kakekku pernah bercerita tentang masa lalu, tentang ketika naga memang benar-benar ada. Ia bilang, hutan ini dulunya adalah tempat suci bagi mereka."
Tiba-tiba, angin bertiup lebih kencang, membawa bersamanya bisikan yang samar dan tidak jelas. Raka merasa merinding, meskipun ia berusaha menyembunyikannya. Beberapa minggu terakhir, memang ada desas-desus aneh di desa tentang suara-suara misterius dan penampakan yang tak dapat dijelaskan di sekitar hutan.
Awalnya, Raka menganggapnya hanya bualan orang tua, tetapi mendengar Maya mengatakannya dengan nada serius membuatnya sedikit khawatir.
Saat mereka melanjutkan perjalanan, mereka berpapasan dengan beberapa warga desa yang tampak murung.
Ada aura ketidaknyamanan yang terasa di udara. Raka bertukar pandang dengan Maya, dan mereka berdua merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di desa mereka.
Setibanya di pasar desa sebelah, Maya mulai menjajakan barang dagangannya. Raka menemaninya, membantu membawa barang dan sesekali mengobrol dengan para pedagang lain.
Namun, pikirannya masih terpaku pada perkataan Maya tentang keanehan di hutan. Ia tidak bisa mengabaikan perasaan gelisah yang mulai tumbuh di dalam dirinya.
Ketika matahari mulai meninggi, Raka memutuskan untuk kembali ke desanya. Ia berpamitan kepada Maya dan berjanji akan menemuinya lagi nanti.
Di tengah perjalanan pulang, ia mengambil jalan memutar melewati tepi hutan, mencoba mencari tahu apakah ada keanehan seperti yang diceritakan Maya.
Semakin dalam ia masuk ke dalam hutan, suasana semakin sunyi dan mencekam. Pepohonan tumbuh tinggi dan rapat, menghalangi sinar matahari untuk menembus masuk. Raka merasa seperti ada mata yang mengawasinya dari balik kegelapan.
Tiba-tiba, ia mendengar suara ranting patah di belakangnya. Ia menoleh dengan cepat, namun tidak melihat apa pun.
Ia melanjutkan langkahnya dengan hati-hati, matanya awas mengamati sekeliling. Di antara akar-akar pohon besar, ia melihat sesuatu yang aneh. Sebuah gundukan tanah yang tampak seperti bekas galian baru. Rasa penasaran mendorongnya untuk mendekat. Ia berjongkok dan mulai membersihkan tanah dengan tangannya.
Setelah beberapa saat, ia menemukan sebuah kotak kayu kecil yang terkunci. Kotak itu tampak tua dan lapuk, dihiasi dengan ukiran-ukiran aneh yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Jantung Raka berdebar kencang. Ada firasat kuat yang mengatakan bahwa kotak ini menyimpan sesuatu yang penting.
Ia mencoba membukanya, namun kotak itu terkunci rapat. Setelah berusaha beberapa kali, ia menyerah dan memutuskan untuk membawa kotak itu pulang.
Ia menyembunyikannya di dalam bajunya dan berjalan kembali ke desa dengan langkah cepat, perasaan campur aduk antara rasa takut dan keingintahuan yang membuncah.
Sesampainya di rumah, Raka segera menuju ke kamarnya dan mengeluarkan kotak kayu itu. Ia mencoba berbagai cara untuk membukanya, namun tidak berhasil.
Frustrasi, ia melempar kotak itu ke atas tempat tidurnya dan menghela napas panjang.
Saat matanya tanpa sengaja melihat ke arah ukiran Garuda yang hampir selesai di beranda, ia teringat sesuatu.
Ayahnya pernah menceritakan bahwa di masa lalu, ada simbol-simbol tertentu yang digunakan untuk mengunci kotak-kotak pusaka. Raka kembali mengambil kotak itu dan mengamatinya dengan lebih seksama. Ia menyadari bahwa ukiran-ukiran aneh di kotak itu mungkin bukan hanya hiasan biasa.
Dengan hati-hati, ia mulai mencoba memutar dan menekan bagian-bagian dari ukiran tersebut, mengikuti instingnya. Tiba-tiba, terdengar bunyi klik kecil, dan kotak itu terbuka.
Di dalamnya, Raka menemukan sebuah buku tua dengan sampul kulit yang tebal dan halaman-halaman yang menguning. Buku itu terasa berat di tangannya, dan ada aura kuno yang terpancar darinya.
Raka membuka halaman pertama dengan hati-hati. Tulisan-tulisan di dalamnya menggunakan aksara yang asing baginya, namun ia merasakan ada kekuatan yang luar biasa yang tersimpan di dalam buku itu.
Saat ia menyentuh halaman-halaman buku itu, tiba-tiba kepalanya terasa pening dan ia melihat kilasan-kilasan gambar yang aneh: naga-naga raksasa yang bertempur di langit, dewa-dewa dengan kekuatan dahsyat, dan simbol-simbol misterius yang sama dengan ukiran di kotak.
Raka tersentak mundur, jantungnya berdebar kencang. Ia merasa telah menemukan sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih penting dari yang pernah ia bayangkan.
Tanpa ia ketahui, di saat yang sama, di tempat yang jauh, di sebuah istana gelap yang tersembunyi di balik pegunungan yang membentang seperti tulang rusuk bumi, Naga Hitam Kaldor merasakan adanya gangguan dalam energi kuno yang selama ini ia pantau. Ia merasakan kehadiran "Kitab Dewa Naga" yang telah lama hilang akhirnya ditemukan.
Sebuah seringai licik mengembang di wajahnya yang mengerikan. Waktunya untuk kembali berkuasa telah tiba.
Di desa Serangkai, Raka masih terpaku menatap buku di tangannya. Ia tidak tahu bahwa hidupnya akan segera berubah selamanya, bahwa ia telah terpilih untuk memainkan peran penting dalam pertempuran abadi antara cahaya dan kegelapan, dan bahwa misteri yang baru saja ia temukan akan membawanya pada petualangan yang penuh cinta, pengkhianatan, dan bahaya yang tak terduga.
Angin berbisik di luar jendelanya, seolah membawa pesan dari masa lalu yang jauh, sebuah peringatan dan sebuah harapan untuk masa depan yang belum terukir.